Takbir 7 & 5 dan Juklaknya (Bagian II-Tamat)
Riwayat Abdullah bin Amr bin Al-Ash
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّكْبِيرُ فِي الْفِطْرِ سَبْعٌ فِي الْأُولَى
وَخَمْسٌ فِي الْآخِرَةِ وَالْقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا
Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, ia berkata, “Nabi
saw. bersabda, ‘Takbir pada iedul fitri tujuh pada rakaat pertama, dan lima
pada rakaat terakhir dan membaca al-fatihah setelah keduanya (setelah takbir 7
dan 5)’.”
Hadis qawli (sabda Nabi) ini
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (As-Sunanul Kubra III:285-286), Abu
Dawud (Sunan Abu Dawud I:299), dan Ad-Daraquthni (Sunan
Ad-Daraquthni II:48). Sedangkan Ibnu Abu Syaibah (Al-Mushannaf I:493)
Ahmad (Musnad Al-Imam Ahmad, II:180), Al-Baihaqi (As-sunanul Kubra,
III:285-286), Abu Daud (Sunan Abu Daud, I:299), Ad-Daraquthni (Sunan
ad-Daraquthni, II:48-49), Ibnu Majah, At-Thahawi (Syarah Ma’anil Atsar,
III:343), Ibnul Jarud (Al-Muntaqa, I:76) dalam bentuk fi’li (amaliah
Nabi saw.)
Hadis di atas, baik qauli maupun fi’li,
semuanya diriwayatkan oleh Abdullah bin Abdurrahman At-Thaifi, dari Amr bin
Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya (Abdullah bin Amr bin Al-Ash).
At Thaifi, dinyatakan daif oleh sebagian ulama, di
antaranya Ibnu Main berkata ,’Daifun’. Abu Hatim berkata,’Laisa bil Qawwi,
Layinul Hadis’. (Tahdzibut Tahdzib V: 299). An Nasai berkata,
‘Laisa bil Qawwi. (Ad Duafau wal Matruqin : 145) Imam Al-Bukhari
berkata, ‘Fihi Nazharun (perlu ditinjau kembali)’.
Sedangkan ulama yang lain menyatakan bahwa At Thaifi
itu Tsiqat. Ibnu Main berkata, ‘Shalihun, Shuwailih’. Ibnu Adi berkata,’Adapun
seluruh hadisnya yang ia riwayatkan dari Amr bin Syuaib mustaqimatun’. Ad
Daraqutni berkata,’Yu’tabaru bihi’. Imam al-Bukhari berkata,’Muqaaribul
hadits’. Al-‘Ijli berkata, “Tsiqatun” (Tahdzibut Tahdzib,
V:299)
Memperhatikan kedua penilaian di atas, maka penilaian
daif terhadap At Thaifi tidak dapat diterima karena tidak diterangkan sebabnya,
mengapa ia dipandang lemah. Adapun penilaian Fihi NazharunImam
Al-Bukhari, bukan ditujukan kepada Abdullah bin Abdurrahman At Thaifi
tetapi ditujukan kepada Abdullah bin Abdurrahman tanpa pakai At Thaifi.
Dalam kitab Mizanul ‘Itidal II:452
tercatat bahwa Abdullah bin Abdurrahman itu ada dua: Abdullah bin Abdurrahman
bin Ya’la At Thaifi No. rawi 4411 dan Abdullah bin Abdurrahman
tanpa pakai At Thaifi No. rawi 4412, dan rawi inilah yang dinyatakan oleh
Al Bukhari Fihi Nazharun.
Adapun perkataan wa Fihi Nazharun dari
Imam Al Bukhari yang tercatat dalam kitab Tahdzibut tahdzib V:299,
bukan sebagai celaan terhadap At Thaifi, karena ketika Imam At Tirmidzi
bertanya kepada Imam Al Bukhari tentang At Thaifi, Imam Al-Bukhari berkata, “Huwa
Shahihun (Dia shaleh).”
Dengan demikian yang dimaksud Fihi Nazharun oleh
Imam Al-Bukhari ialah beliau hendak menerangkan rawi yang ditinggalkan oleh
para ulama, bukan oleh Imam Al-Bukhari. Bahkan dapat dipahami bahwa perkataan
Imam Al-Bukhari tersebut merupakan celaan terhadap ulama yang meninggalkan At
Thaifi.
Berdasarkan keterangan tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa Imam Al Bukhari tidak pernah mencela At Thaifi, bahkan
sebaliknya beliau menyatakan huwa shahihun dan
beliau merasa salut kepadanya.
Perlu diketahui bahwa At Thaifi termasuk rawi Muslim.
Dalam Shahih Muslim riwayat At Thaifi ditempatkan pada
satu tempat yaitu
كتاب
الشعر – صحيح مسلم 2: 385 –
Dengan demikian hadis-hadis yang diriwayatkan melalui
Abdullah bin Abdurrahman At Thaifi itu shahih. Demikian pula hadis
tentang takbir 7 dan 5 pada salat Ied.
Tata Cara Pengamalan Takbir 7 & 5
Setiap kali takbir pada rakaat pertama (7 takbir) dan
pada rakaat kedua (5 takbir) dalam salat ‘ied disertai dengan mengangkat
tangan. Pengamalan ini berdasarkan amaliah sahabat, sebagai putunjuk adanya
dalil dari Nabi saw. (marfu’ hukman). Dengan perkataan lain, bukan
semata-mata ijtihad Umar bin Khathab. Imam al-Baihaqi meriwayatkan:
أَنَّ
عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ كُلِّ تَكْبِيْرَةٍ فِي
الْجَنَازَةِ وَالْعِيْدَيْنِ
“Sesungguhnya Umar bin al-Khatab mengangkat kedua
tangannya setiap kali takbir pada salat jenazah dan dua ‘ied.” (Lihat, As-Sunanul
Kubra, III:293, No. 5983)
Kata Imam al-Baihaqi, hadis itu diriwayatkan pula oleh
al-Walid bin Muslim, dari Ibnu Lahi’ah, dari Bakr bin Suwadah, dari Abu Zur’ah
al-Lakhmi, bahwa Umar, lalu ia menyebutkan pada salat dua ied. (Lihat, As-Sunanul
Kubra, III:293)
Pertanyaan:
Pada salat hari raya, takbir yang pertama tujuh kali
dan pada rakaat yang kedua lima kali takbir, apakah tujuh kali takbir itu sudah
mencakup takbiratul ihraam? Dan apakah lima kali takbir pada rakaat yang kedua
itu termasuk takbir intiqal (bangkit dari sujud). Jadi takbir angkat tangannya
cuma empat kali angkat tangan?
Jawaban :
Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi saw. bahwa pada
rakaat pertama tujuh kali takbir. Berdasarkan sabda beliau, maka dapat dipahami
bahwa tujuh kali takbir itu meliputi takbiratul ihram. Sebagaimana pada rakaat
kedua, Nabi saw. menegaskan lima kali takbir tanpa menyebut pemisahan dengan takbir
intiqal (bangkit dari sujud). Berdasarkan sabda beliau, maka dapat
dipahami bahwa lima kali takbir itu meliputi takbir intiqal (bangkit
dari sujud kedua) di rakaat pertama.
Selain itu, pengamalan di atas sesuai dengan praktik
Nabi saw. Sebagaimana diterangkan dalam hadis berikut ini:
عَنْ
عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكَبِّرُ فِي الْفِطْرِ الْأُولَى سَبْعًا ثُمَّ
يَقْرَأُ ثُمَّ يُكَبِّرُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُكَبِّرُ أَرْبَعًا ثُمَّ يَقْرَأُ
ثُمَّ يَرْكَعُ قَالَ أَبُو دَاوُد رَوَاهُ وَكِيعٌ وَابْنُ الْمُبَارَكِ قَالَا
سَبْعًا وَخَمْسًا
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya dari kakeknya,
bahwa Nabi saw. dalam shalat Iedul Fithri beliau bertakbir tujuh kali pada
raka'at pertama kemudian membaca (Fatihah dan surat Al Qur'an), lalu bertakbir
(untuk ruku). Kemudian (pada rakaat kedua) beliau berdiri, maka beliau
bertakbir empat kali, lalu membaca (Fatihah dan surat Al Qur'an) setelah itu
beliau ruku'." Abu Daud mengatakan, "diriwayatkan pula oleh Waki' dan
Ibnu Mubarrak, keduanya berkata, "(bertakbir) tujuh kali dan lima kali
(bukan empat kali)." (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, I: 299,
No. hadis 1152)
Berdasarkan hadis di atas maka praktik takbir 5 pada
rakaat kedua sebagai berikut: kita bangkit dari sujud yang kedua pada rakaat
pertama menuju rakaat yang kedua dengan mengucapkan Allahu Akbar dan disertai
mengangkat tangan. Takbir ini termasuk takbir yang pertama dari yang lima itu.
Pertanyaan:
Imam lupa pada takbir Ied seharusnya 7 kali takbir
tetapi ia malah 6 kali, bagaimana kedudukan salat tersebut?
Jawaban:
Salat ‘Iednya sah. Sebab untuk kekurangan takbir ini
tidak ada keterangan untuk mengerjakan sujud sahwi.
Pertanyaan
Kami masih ragu dan ingin bertanya tentang bacaan apa
yang harus kita ucapkan di antara dua takbir waktu melaksanakan salat ‘Idul
Fitri maupun Idul Adha.
Jawaban :
Salat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha itu, dua salat yang
berbeda dengan salat-salat lainnya. Seperti salat Gerhana dua rakaat dengan
empat fatihah, empat surat, empat ruku. Salat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha
seperti salat Shubuh, tetapi pada rakaat pertama tujuh kali takbir dan pada
rakaat kedua lima kali takbir. Di dalam hadis disebutkan:
عَنْ
عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِي عِيدٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيرَةً
سَبْعًا فِي الأُولَى وَخَمْسًا فِي الآخِرَةِ وَلَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا
بَعْدَهَا قَالَ أَبِي وَأَنَا أَذْهَبُ إِلَى هَذَا.
Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya (Syu’aib), dari
datuknya (Abdullah bin Umar), sesungguhnya Nabi saw. takbir dalam salat ‘Ied
dua belas kali takbir, tujuh di rakaat pertama, dan lima di rakaat yang akhir,
tidak salat sebelumnya dan tidak pula sesudahnya, (yaitu tidak ada qabliah dan
ba’diah) Abdullah bin Ahmad berkata: Bapak saya berkata: Dan saya berpendirian
sesuai dengan hadis ini. (HR. Ahmad, Musnad Ahmad, II:180, No.
6688)
Hadis-hadis tentang takbir 7 & 5 pada salat ied
hanya mengatakan jumlah takbirnya, tanpa keterangan bacaan di antara
takbir-takbir itu. Dengan demikian, antara satu takbir dengan takbir lainnya,
tidak terdapat keterangan yang menunjukkan adanya bacaan.
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Tidak ada komentar