Hakikat Nuzul Al-Quran (Bagian V)
Setelah turun surat Al-'Alaq: 1-5 atau jauh sebelum
turun surat Al-'Alaq: 6-19, diturunkan lagi beberapa surat. Ibnu Abas berkata:
وَكَانَ
أَوَّلُ مَا أُنْزِلَ مِنَ الْقُرْآنِ : اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
ثُمَّ ن وَالْقَلَمِ ، ثُمَّ يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ ، ثُمَّ يَا أَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ ، ثُمَّ الْفَاتِحَة... ثُمَّ وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ
“Yang pertama diturunkan dari Al-Quran ialah (No. 1) iqra’
bismirabbikalladzi khalaq (QS. Al-'Alaq: 1-5), kemudian (No.2) surat
al-Qalam, lalu (No.3) surat Al-Muzammil, kemudian (No.4) surat al-Mudattsir,
lalu (No. 5) surat al-Fatihah…(Ibnu Abas menyebutkan satu persatu
sebanyak 80 surat lainnya). Kemudian terakhir (No. 86) surat
al-Muthaffifin.” Setelah itu Ibnu Abas berkata:
فَهَذَا
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَّةَ
“Inilah Al-Quran yang diturunkan oleh Allah di Mekah.”
(Lihat, Fadha’il al-Qur’an, II:200, No. 813; Al-Itqan fii
Ulum al-Qur’an, I:26; Al-Burhan fii Ulum al-Qur’an, I:193)
Dengan demikian, kita dapat mengetahui bahwa terdapat
85 surat lainnya dalam Al-Quran yang diturunkan di Mekah setelah surat
Al-'Alaq, antara lain:
§ Surat al-Qalam,
Surat ini diberi nama al-Qalam (pena),
karena di dalamnya Allah bersumpah dengan alat tulis, yakni Qalam.
Dengan demikian, penamaan surat ini dengan Al-Qalam sebagai
penghormatan terhadap “Pena”, karena dalam penciptaannya itu terdapat petunjuk
kepada hikmah yan agung dan berbagai manfaat yang tidak terhingga.
Dilihat dari kandungan, kata Imam al-Qurthubi, sebagian besar ayat dalam surat
ini turun berkaitan dengan Al-Walid bin al-Mughirah dan Abu Jahal. (Lihat, At-Ta’rif
bi Suwar al-Qur’an al-Kariim, I:1; Al-Mufashhal fii Mawdhu’at Suwar
al-Qur’an al-Kariim:1299)
Dilihat dari tartiib an-Nuzuul (urutan
turun) surat ini berada diurutan kedua, namun secaratartiib as-Suwar
(urutan surat), surat ini berada pada urutan ke-68 dari 114 surat dalam
Al-Qur’an. Surat ini terdiri atas 52 ayat, diawali dengan ayat:
ن
وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.” QS.
Al-Qalam:1
Dan diakhiri dengan ayat:
وَمَا
هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ
“Dan Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi
seluruh umat.” QS. Al-Qalam:1
Meski demikian, dilihat dari aspek kronologisnya
jumlah ayat sebanyak itu tidak turun bersamaan. Hal itu dapat kita ketahui dari
beberapa riwayat sebagai berikut:
Pertama, keterangan Aisyah tentang peristiwa yang
dialami oleh Nabi saw. di gua Hira, dengan turunnya surat al-Alaq:1-5. Di akhir
hadis itu Aisyah mencantumkan keterangan berikut ini:
ثُمَّ
كَانَ أَوَّلُ مَا نَزَلَ عَلَيَّ مِنَ الْقُرْآنِ بَعْدَ اقْرَأْ : {ن .
وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ . مَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ .
وَإِنَّ لَكَ لأَجْرًا غَيْرَ مَمْنُونٍ . وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ .
فَسَتُبْصِرُ وَيُبْصِرُونَ}
“Kemudian (Nabi saw. bersabda) Al-Quran yang pertama
turun setelah iqra ialah: (artinya) ‘Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.
Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan
sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya.
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung’.” (QS.
Al-Qalam:1-4) HR. At-Thabari, Tafsir ath-Thabari, XXIV:528-529, No.
38.009
Atas dasar itulah, Ibnu Abas berpendapat seperti di
atas. Demikian pula pakar Al-Quran generasi Tabiin bernama Mujahid menyatakan:
إِنَّ
أَوَّلَ سُورَةٍ أُنْزِلَتْ : {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ} . ثُمَّ
{ن وَالْقَلَمِ}.
“Sesungguhnya surat yang pertama turun ialah iqra
bismi rabbikalladzi khalaq, kemudian ‘Nun, wal qalam’. HR. At-Thabari, Tafsir
ath-Thabari, XXIV:532, No. 38.021
Adapun ayat-ayat selanjutnya (5-52) dalam surat itu
diturunkan kepada Nabi saw. beberapa waktu kemudian. Dalam hal ini, para ulama
berbeda pendapat. Jabir, Ikrimah, dan al-Hasan al-Bishri berpendapat bahwa
seluruh ayatnya di turunkan di Mekah. Sementara dalam pandangan Ibnu Abas dan
Ikrimah, turunnya ayat-ayat itu diklasifikasikan menjadi beberapa bagian: Pertama,
hingga ayat 16:
سَنَسِمُهُ
عَلَى الْخُرْطُومِ
“Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai(nya)”
diturunkan di Mekah.
Kedua, mulai ayat 17:
إِنَّا
بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا
لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ
“Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin
Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka
bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akanmemetik (hasil)nya di pagi hari.”
hingga ayat 33:
كَذَلِكَ
الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab
akhirat lebih besar jika mereka mengetahui” diturunkan di Madinah, setelah
hijrah.
Ketiga, mulai ayat 34:
إِنَّ
لِلْمُتَّقِينَ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ
“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa
(disediakan) syurga-syurga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.”
hingga ayat 50:
فَاجْتَبَاهُ
رَبُّهُ فَجَعَلَهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk
orang-orang yang saleh.” diturunkan di Madinah.
Sementara ayat 51-52 diturunkan di Mekah. (Lihat, Tafsir
al-Mawardi An-Nukat wa al-‘Uyun, VI:59; Tafsir al-Qurthubi,
XVIII:222)
§ Surat Al-Muzammil,
Surat Al-Muzzammil, diturunkan sesudah
surat Al-Qalam. Dinamai Al-Muzzammil (orang yang
berselimut), karena surat ini menceritakan tentang keadaan Nabi saw. pada
permulaan menerima wahyu, dan surat ini muncul atas perintah Allah kepada
Nabi-Nya agar tidak berselimut di waktu malam dan segera bangkit untuk
menyampaikan risalah Tuhannya. (Lihat, Al-Mufashhal fii Mawdhu’at Suwar
al-Qur’an al-Kariim:1358)
Dilihat dari tartiib an-Nuzuul (urutan
turun) surat ini berada diurutan ketiga, setelah al-Qalam, namun
secara tartiib as-Suwar (urutan surat), surat ini berada pada
urutan ke-73 dari 114 surat dalam Al-Qur’an. Surat ini terdiri atas 20 ayat,
diawali dengan ayat:
يَا
أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ
“Hai orang yang berselimut (Muhammad),.” QS.
Al-Muzammil:1
Dan diakhiri dengan ayat:
إِنَّ
رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ
وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ
وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوا مَا
تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا وَمَا
تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا
وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu
berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.
Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang
yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu)
dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah
pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu
perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai
balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan
kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang..” QS.
Al-Muzammil:20
Meski demikian, dilihat dari aspek kronologisnya
jumlah ayat sebanyak itu tidak turun bersamaan. Gambaran umum tentang itu dapat
kita ketahui dari keterangan Aisyah ketika menjawab pertanyaan dari Sa’ad bin
Hisyam bin Amir.
يَا
أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ ، أَنْبِئِينِي عَنْ قِيَامِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَتْ : أَلَسْتَ تَقْرَأُ هَذِهِ السُّورَةَ يَا
أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ ؟ قُلْتُ : بَلَى ، قَالَتْ : فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ
وَجَلَّ افْتَرَضَ قِيَامَ اللَّيْلِ فِي أَوَّلِ هَذِهِ السُّورَةِ ، فَقَامَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَوْلاً حَتَّى
انْتَفَخَتْ أَقْدَامُهُمْ ، وَأَمْسَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَاتِمَتَهَا فِي
السَّمَاءِ اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا ، ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
التَّخْفِيفَ فِي آخِرِ هَذِهِ السُّورَةِ ، فَصَارَ قِيَامُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَطَوُّعًا مِنْ بَعْدِ فَرِيضَتِهِ
“Wahai Ummul Mu’minin, ceritakanlah kepadaku tentang
shalat malam Rasulullah saw.!” Maka Aisyah berkata, "Tidakkah kamu membaca
surat ini: yaa ayyuhal muzammil?” Saya menjawab, “Benar.” Ia
berkata, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan salat malam pada awal surat ini,
maka Rasulullah saw. dan para sahabat beliau melaksanakan salat (setiap hari)
selama satu tahun hingga kaki-kaki mereka bengkak dan Allah menahan (belum
menurunkan) ayat terakhir dari surat itu (al-muzammil) selama 12 bulan. ayat
akhir dari surat itu (al-muzammil) ditahan di langit selama 12 bulan. Kemudian
Allah memberikan keringanan dengan menurunkan ayat terakhir dari surat ini
(ayat 20). (Setelah turunnya ayat ke 20 al-Muzammil) shalat malam Rasulullah
saw. itu hukumnya menjadi sunat, setelah hukumnya wajib.” HR. Ahmad, Musnad
Ahmad, VI:53, No. 2431; An-Nasai, as-Sunan al-Kubra, I:168, No.
425, I:500, No. 11.627, Sunan an-Nasai, III:199, No. 1601; Ibnu
Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, II:171, No. 1127; Ibnu Hiban, Shahih
Ibnu Hiban, VI:292, No. 2551; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra,
I:358, No. 1563, III:29, No. 4588; Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi,
I:410, No. 1475, dengan sedikit perbedaan redaksi, dan redaksi di atas riwayat
Ahmad.
Dalam riwayat Abu Dawud dengan redaksi:
فَإِنَّ
أَوَّلَ هَذِهِ السُّورَةِ نَزَلَتْ ، فَقَامَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صلى الله
عليه وسلم حَتَّى انْتَفَخَتْ أَقْدَامُهُمْ ، وَحُبِسَ خَاتِمَتُهَا فِي
السَّمَاءِ اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا ، ثُمَّ نَزَلَ آخِرُهَا ، فَصَارَ قِيَامُ
اللَّيْلِ تَطَوُّعًا بَعْدَ فَرِيضَةٍ
“Maka sesungguhnya awal surat ini turun, maka
para sahabat Rasulullah saw. melaksanakan salat (setiap malam) hingga
kaki-kaki mereka bengkak dan ayat akhir dari surat itu (al-muzammil) ditahan di
langit selama 12 bulan. Kemudian turun ayat terakhir dari surat itu (ayat 20).
(Setelah turunnya ayat ke 20 al-Muzammil) salat itu hukumnya menjadi sunat,
setelah hukumnya wajib.” HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II:40, No.
1342
Aisyah dan Ibnu Abas menegaskan bahwa interval waktu
turun antara ayat-ayat pertama dan terakhir pada surat itu selama 1 tahun. Ibnu
Abas berkata:
لَمَّا
نَزَلَتْ أَوَّلُ الْمُزَّمِّلِ كَانُوا يَقُومُونَ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِمْ فِي
شَهْرِ رَمَضَانَ حَتَّى نَزَلَ آخِرُهَا، وَكَانَ بَيْنَ أَوَّلِهَا وَآخِرِهَا
نَحْوَ مِنْ سَنَةٍ
“Ketika awal surat al-Muzammil turun, para sahabat
Rasulullah saw. melaksanakan salat malam seperti mereka salat pada bulan
Ramadhan, hingga turun ayat terakhir dari surat itu (ayat 20). Interval waktu
turun antara awal dan akhir surat itu sekitar 1 tahun. “HR. Ibnu Abu Hatim, Tafsir
Ibnu Abu Hatim, XII:344
§ Surat al-Mudattsir,
Surat al-Mudattsir, diturunkan sesudah
surat Al-Muzzammil. Dinamai al-Mudattsir (orang
yang berselimut), karena surat ini menceritakan tentang keadaan Nabi saw.
setelah masafatrah penerimaan wahyu. Maka Allah menyeru Nabi saw.
dengan keadaan yang dialaminya, yaitu berselimut. (Lihat, At-Ta’rif bi
Suwar al-Qur’an al-Kariim, I:1)
Dilihat dari tartiib an-Nuzuul (urutan
turun) surat ini berada diurutan keempat, namun secara tartiib as-Suwar
(urutan surat), surat ini berada pada urutan ke-74 dari 114 surat dalam
Al-Qur’an.
Surat ini terdiri atas 56 ayat, diawali dengan ayat:
يَا
أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
“Hai orang yang berkemul (berselimut),” QS.
al-Mudattsir:1
Dan diakhiri dengan ayat:
وَمَا
يَذْكُرُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ
الْمَغْفِرَةِ
“Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya
kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita)
bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.” QS. al-Mudattsir:56
Meski demikian, dilihat dari aspek kronologisnya
jumlah ayat sebanyak itu tidak turun bersamaan. Gambaran umum tentang itu dapat
kita ketahui dari keterangan sebagai berikut:
Surat al-Mudattsir turun beberapa hari atau beberapa
minggu setelah terjadi masa fatrah. Menurut Ibnu Katsir, al-Mudattsir adalah
surat yang pertama turun setelah masa fatrah wahyu. Ibnu Katsir berkata:
أَنَّ
أَوَّل شَيْء نَزَلَ بَعْد فَتْرَة الْوَحْي هَذِهِ السُّورَة
“Sesungguhnya yang pertama turun setelah masa fatrah
wahyu adalah surat ini” (Lihat,Tafsir Ibnu Katsir, IV:530)
Argumentasi Ibnu Katsir di atas merujuk kepada hadis
sebagai berikut:
عَنِ
ابْنِ شِهَابٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يَقُولُ
أَخْبَرَنِي جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ثُمَّ فَتَرَ الْوَحْيُ عَنِّي فَتْرَةً
فَبَيْنَا أَنَا أَمْشِي سَمِعْتُ صَوْتًا مِنْ السَّمَاءِ فَرَفَعْتُ بَصَرِي
قِبَلَ السَّمَاءِ فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي بِحِرَاءٍ الْآنَ قَاعِدٌ
عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَجُئِثْتُ مِنْهُ فَرَقًا حَتَّى
هَوَيْتُ إِلَى الْأَرْضِ فَجِئْتُ أَهْلِي فَقُلْتُ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي
زَمِّلُونِي فَزَمَّلُونِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { يَا أَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ } قَالَ أَبُو سَلَمَةَ الرُّجْزُ الْأَوْثَانُ ثُمَّ
حَمِيَ الْوَحْيُ بَعْدُ وَتَتَابَعَ
Dari Ibnu Syihab, ia berkata, “Saya mendengar Abu
Salamah bin Abdurrahman berkata, ‘Jabir bin Abdullah telah menghabarkan
kepadaku sesungguhnya ia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Lalu
terhentilah wahyu terhadapku, tatkala saya sedang berjalan saya mendengar suara
dari langit, lalu saya mengangkat penglihatanku ke arah langit. Ternyata dia
adalah Malaikat yang telah mendatangi saya ketika sedang di Hira. Dia duduk di
singasananya antara langit dan bumi. Maka saya merasa ketakutan yang sangat,
sampai saya tersungkur ke tanah lalu saya mendatangi istriku dan saya katakan,
selimuti aku, selimuti aku, selimuti aku, lalu selimuti aku. Lalu Allah Azza
Wa Jalla menurunkan (ayat), ‘(artinya) Hai orang yang berkemul
(berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan
pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa tinggalkanlah (QS.
al-Mudattsir:1-5).’ Abu Salamah berkata, “Ar-Rujzu adalah berhala.
Kemudian terjagalah wahyu dan tetap turun." HR. Ahmad, Musnad
Ahmad, III:325, No. 14.523
Hadis di atas menunjukkan bahwa yang pertama turun
dari surat al-Mudattsir adalah ayat 1 sampai ayat 5. Sementara ayat-ayat
selanjutnya turun beberapa waktu kemudian. Hanya saja tidak didapat keterangan
yang pasti berapa lama interval waktu turun ayat-ayat itu.
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara surat al-muzzammil dengan surat al-muddatstsir sebagai
berikut:
§ Kedua surat ini sama-sama dimulai dengan seruan kepada
Nabi Muhammad saw.
§ Surat Al-Muzzammil berisi perintah bangun di malam
hari untuk melakukan salat tahajjud dan membaca Al Quran untuk menguatkan jiwa
seseorang, sedangkan surat Al-Muddattsir berisi perintah melakukan dakwah,
mensucikan diri, dan bersabar.
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Tidak ada komentar