Kriteria Zakat Tijarah (Perdagangan dan Industri) Bag 1
Pengertian dan Fungsi Zakat
Kata zakat secara bahasa berarti tumbuh,
mensucikan atau memperbaiki. Kata itu mengacu pada kesucian diri yang diperoleh
setelah pembayaran zakat dilaksanakan. Itulah kebaikan hati yang dimiliki
seseorang manakala ia tidak bersifat kikir dan tidak mencintai harta
kekayaannya semata-mata demi harta itu sendiri. Harta kekayaan memang disukai
oleh setiap orang dan setiap orang mencintai kekayaannya serta sumber-sumber
kekayaan lainnya, akan tetapi orang yang menafkahkan harta kekayaan ini untuk
orang lain akan memperoleh kebajikan dan kesucian. Inilah pertumbuhan dan
kebaikan yang sejati, yang ia peroleh dengan membayar sumbangan wajib yang
dipungut atas kekayaannya dalam bentuk zakat. Aspek spiritual inilah yang
menyebabkan zakat tidak diberlakukan atas non-Muslim. Sebab mereka tidak boleh
dipaksa untuk melaksanakan tindakan ibadah apa pun yang diperintahkan oleh
Islam. Aspek ini digambarkan di dalam surat al-Taubah:103
خُذْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah sedekah dari harta mereka
untuk membersihkan dan mensucikan mereka”
Penerimaan zakat oleh Nabi dari penduduk
yang dibicarakan di sini merupakan suatu tindakan pensucian dari dosa yang
terkandung dalam harta kekayaan. Kata zakat itu sendiri menunjukkan bahwa harta
kekayaan yang tidak dibelanjakan dengan cara bijaksana atas diri seseorang atau
orang lain akan melahirkan kejahatan (dengan mendorong industri-industri yang tidak
produktif, bermewah-mewah serta menciptakan persaingan dan pertarungan antar
kelas) dalam masyarakat. Hanya apabila harta kekayaan dibelanjakan untuk
hal-hal yang baiklah, maka ia dapat menumbuhkan dan mensucikan masyarakat dari
kejahatan-kejahatannya (dengan mendorong pengembangan industri yang sehat,
bermanfaat dan produktif).
Dalam surat al-Baqarah:265 dikatakan:
وَمَثَلُ
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا
مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ
أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan perumpamaan orang-orang yang
membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa
mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh
hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan
lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu perbuat.
Dapat dikatakan di sini bahwa Alquran
telah mempergunakan kata-kata sadaqat, anfaq, dan zakat,
sebagai pemberian pada orang lain. Sesungguhnya ketiganya merupakan aspek dari
satu hal yang sama; tujuan sesungguhnya adalah melatih moral serta mensucikan
jiwa manusia. Dua aspek yang pertama, yaitu sedekah dan infaq, bersifat bebas
pilih, akan tetapi yang terakhir yaitu zakat adalah wajib bagi setiap Muslim.
Dalam ayat tersebut dijelaskan tentang perumpamaan orang yang berhasil memanen
buah dari pengorbanan-pengorbanan yang mereka lakukan (demi kebaikan
masyarakat). Tindakan mereka menafkahkan hartanya untuk kebaikan telah
ditunjukkan dalam ayat Alquran di atas sebagai menafkahkan harta kekayaan demi
memperoleh keridlaan Allah dan untuk memperkuat jiwa mereka. Ini dengan jelas
memberikan indikasi bahwa harta yang dinafkahkan demi kebaikan orang banyak
tanpa mengharapkan suatu imbalan apa pun, mempunyai arti yang sangat
signifikan. Sesungguhnya, zakat dinamakan demikian karena ia dapat membantu
mensucikan jiwa manusia (dari sifat keakuan, kekikiran, dan cinta akan harta).
Dengan demikian berarti membuka jalan untuk pengembangan dan perbaikan yang
selanjutnya (melalui pengeluaran bagi orang lain). Zakat bukan semata-mata
amal, akan tetapi suatu langkah yang perlu bagi kemajuan manusia. Orang kaya,
dengan membantu anggota masyarakat miskin sesungguhnya telah menolong diri
mereka sendiri. Mereka enggan untuk membantu membangun umat manusia. Dengan
kata lain, mereka meninggalkan jalan utama kemajuan manusia dan tersesat pada
jalan-jalan kecil yang tidak terhitung jumlahnya yang buntu serta sia-sia.
Mereka tidak menghendaki jiwa mereka disucikan dari kejahatan yang terkandung
dalam kemewahan. Pembayaran zakat merupakan ketaatan yang sejati pada Allah dan
hasilnya akan tampak dalam karakter dan relasi orang-orang yang melakukan
pemberian seperti itu.
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Tidak ada komentar