Header Ads

  • NEWS UPDATE

    Prediksi Awal Bulan Dzulhijjah dan Iedul Adha 1434 H

    Bulan Dzulhijjah segera menghampiri kita.  Di bulan ini Allah Swt. mentaklifkan beberapa syari’at ibadah, diantaranya:
    1-10 Dzulhijjah: Ada larangan memotong kuku dan rambut bagi yang sudah memiliki niat untuk berkurban.  Dari Ummu Salamah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Apabila masuk sepuluh hari (bulan Dzulhijjah) sedangkan ia mempunyai hewan kurban yang hendak dikurbankan (disembelih) maka janganlah memotong rambut dan kukunya. (H.R. Muslim).
    9 Dzulhijjah: Ada syari’at Wuquf di Arafah bagi yang melaksanakan haji, dan Shaum Arafah bagi yang tidak melaksanakan haji. Dari Abu Qatadah, ia berkata,”Rasulullah Saw. telah bersabda, ’Shaum Hari Arafah itu akan mengkifarati (menghapus dosa) dua tahun, yaitu setahun yang telah lalu dan setahun kemudian. Sedangkan shaum Asyura akan mengkifarati setahun yang lalu” ( H.R. al-Jama’ah kecuali al-Bukhari dan at-Tirmidzi).
    9-13 Dzulhijjah: Ada Syari’at Takbiran. Dimulai pada waktu subuh pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) dan berakhir pada waktu Ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Dari Ali dan Ammar sesungguhnya Nabi Saw.… dan beliau bertakbir sejak hari Arafah setelah salat shubuh dan menghentikannya pada salat Ashar di akhir hari tasyriq (13 Dzulhijjah). H.R. Al-Hakim, al-Mustadrak, I:439; al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, III:312
    Mengingat banyaknya kaitan antara bulan Dzulhijjah dengan beberapa syari’at ibadah seperti di atas, maka penetapan awal Dzulhijjah yang benar merupakan keniscayaan. Sebab, kalaulah penetapan awal bulannya terjadi kekeliruan, maka akan berimplikasi kepada tidak sahnya ibadah yang dijalankan.

    ANALISIS AWAL BULAN DZULHIJJAH 1434 H.
    A.   Tinjauan Syar’i
    1.    Dalil Umum Penetapan awal bulan Hijriyyah
    Berdasarkan informasi dari Ibnu Abbas, pada suatu hari ada dua orang laki-laki datang menghadap Rasul Saw. lantas bertanya:
    يا رسول الله! ما بال الهلال يبدو دقيقاً ، ثم يزيد ويمتلئ حتى يستدير ويستوي ، ثم لا يزال ينقص ويدق حتى يعود كما كان؟ فنزلت : { يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج }
    Wahai Rasulullah ada apa dengan Hilal, dia asalnya tampak tipis kemudian bertambah tebal dan bulat, kemudian terus berkurang lagi hingga dia kembali kebentuknya semula. Maka turunlah ayat:
    يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج
    Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah: "Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; (Q.S. Al-Baqarah [2]: 189) Lihat, Jaadul Masir 1: 79.

    Jawaban al-Qur’an ini merupakan Uslubul Hakim.  Karena mereka bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang perubahan bentuk hilal, namun al-Qur’an menjawabnya dengan Hikmah dari hilal itu sendiri, yang sebenarnya lebih layak untuk ditanyakan. Inilah yang dikenal dalam pan ilmu Balaghah dengan Ushlubul Hakim (Gaya bahasa bijak).

    Ayat ini menjadi dalil umum bahwa penetapan Awal bulan dalam Islam di tandai dengan kemunculan hilal. Dilalahnya adalah kalimat “مواقيت”. Kata  مواقيت adalah bentuk jamak dari ميقات  biasa dikenal dengan al-Waqtu, yaitu ukuran masa yang tentu. Dengan Hilal manusia bisa menetapkan Mawaaqiit (waktu-waktu) antaralain waktu awal bulan, waktu untuk bercocok tanam, waktu iddah, waktu shaum, juga waktu berhaji. Adapun disebutkannya kata والحج setelah penyebutan “Mawaaqiit” yang didalamanya tercakup juga waktu haji, ini merupakan “’Atful Khas ala al- ‘Am (Menyandarkan yang khusus kepada yang umum).

    2.    Dalil Khusus Penetapan awal bulan Dzulhijjah.

    إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ. رواه مسلم
    Apabila kalian melihat Hilal (tanggal 1) Dzulhijjah sedangkan salah seorang diantara kalian hendak berkurban maka peganglah (janganlah memotong) rambut dan kukunya. H.R. Muslim

    Hadis ini selain menginformasikan tentang anjuran kepada para Mudhahi supaya tidak memotong rambut dan kuku ketika sudah memasuki bulan Dzulhijjah; hadis ini juga menyiratkan bahwa masuknya awal bulan Dzulhijjah pun dengan kemunculan hilal.

    B.    Tinjauan Astronomi
    Secara Astronomis, ijtima (konjungsi) Geosentris terjadi pada hari Sabtu 5 Oktober 2013 M jam 07:34:51,50 WIB.
    Di POB Cibeas, Sukabumi (-7°4'26,3" LS, 106°31'52,9" BT dengan ketinggian: 138 mdpl), data posisi bulan (Hilal) ketika Matahari tenggelam jam 17:49:28,05 tanggal 5 oktober 2013, tinggi hilal mar’i mencapai 03° 20’ 39,51’’ dengan posisi berada di sebelah selatan titik barat sebesar -08° 15’ 25,97’’ atau sebelah selatan matahari sebesar -03° 11’ 09,46’’ (Matahari tenggelam di azimut -05° 04’ 16,51’’ Selatan titik barat) dengan keadaan miring ke selatan dengan iluminasi sebesar 0,24% dan bulan waktu itu sudah berumur 10 jam 14 menit 36,55 detik. Sementara beda tinggi bulan-matahari toposentris (arc of light) sebesar 03° 40’ 12,65’’ dengan sudut elongasi toposentris sebesar 04° 51’ 34,59’’.  Bulan tenggelam jam 18:04:22,98 WIB. Dengan demikian hilal akan berada di atas ufuk  selama 14,92 menit.
      

    Mencermati data ini, kemudian membandingkan dengan kriteria awal bulan yang ada, maka diprediksi awal bulan Dzulhijjah 1434 H akan terjadi perbedaan.
    Wujudul Hilal (Biasa digunakan Muhamadiyah) dan Imkanurrukyat (Kriteria MABIMS yang biasa digunakan Pemerintah) akan sepakat bahwa awal bulan Dzulhijjah jatuh pada tanggal 6 oktober 2013 dan Iedul Adha 1434 H bertepatan dengan 15 Oktober 2013 M; mengingat ketinggian hilal mar’i ketika maghrib sudah positif dan melebihi 2° yakni 03° 20’ 39,51’’, Jarak sudut Matahari-bulan -03° 11’ 09,46’’ dan umur bulan 10 jam 14 menit 36,55 detik, ini sudah memenuhi kriteria Wujudul hilal, Imkanurrukyat (IR) Depag RI serta IR MABIMS[1].
    Sedangkan IR LAPAN yang digunakan oleh PERSIS akan menetapkan awal bulan Dzulhijjah 1434 H itu bertepatan dengan 7 Oktober 2013 M dan Iedul Adha 1434 H bertepatan dengan 16 Oktober 2013 M, mengingat beda tinggi bulan-matahari (Arc of Light) ketika maghrib kurang dari 40 yakni 03° 40’ 12,65’’  dan Jarak bulan-matahari  (elongasi) kurang dari 6,40 yakni 04° 51’ 34,59’’.

    KENAPA BERBEDA?
    Sering diulas dalam beberapa tulisan terdahulu, bahwa perbedaan ini bukan semata perbedaan perhitungan (Hisab), namun lebih dikarenakan perbedaan kriteria.
    Setidaknya ada 3 kriteria yang digunakan di Indonesia untuk menetapkan awal bulan Hijriyyah: [1] Ijtimak Qablal Ghurub, [2] Wujudul Hilal [3] Imkanurrukyat

    [1] Ijtimak Qablal Ghurub
    Kriteria ijtimak Qablal ghurub menyatakan bahwa awal bulan baru dimulai apabila ijtimak terjadi sebelum ghurub (Terbenam Matahari).

    [2] Wujudul Hilal
    Kriteria wujudul hilal menyatakan bahwa bulan baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria berikut:
    1)    Telah terjadi ijtimak (konjungsi),
    2)    Ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
    3)    Pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud)[2].
    Ketiga kriteria ini penggunaannya adalah secara kumulatif, Dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bulan baru belum mulai.

    [3] Imkanurrukyat
    a. Depag RI
    1.      Ketinggian minimal hilal dapat teramati adalah 20
    2.      Dengan Kriteria irtifaul hilal seperti di atas, maka beda waktu terbenam bulan-matahari adalah +8 menit.

    b. MABIMS
    Kriteria Imaknurrukyat MABIMS atau yang dikenal juga dengan kriteria 2-3-8 menyatakan bahwa awal bulan baru dimulai apabila:
    1.  Tinggi hilal minimal 20 dan,
    2.  Jarak sudut Matahari dan Bulan minimal 30 atau umur Bulan minimal 8 jam.
    (Syarat pertama wajib dan syarat kedua opsional).

    c. LAPAN (2010)
    Kriteria LAPAN (2010) menyatakan bahwa bulan baru dimulai apabila telah terpenuhi 2 kriteria berikut:
    1.  Jarak bulan-matahari = > 6,40 dan
    2.  beda tinggi bulan-matahari = > 40
    Dengan ketentuan:
    1.  Seandainya ada kesaksian rukyat yang meragukan, di bawah kritria tersebut, maka kesaksian tersebut harus ditolak.
    2.  Bila ada kesaksian rukyat yang meyakinkan (lebih dari satu tempat dan tidak ada objek yang menggangu atau ada rekaman citranya), maka kesaksian harus diterima dan menjadi bahan untuk mengoreksi kriteria hisab rukyat yang baru.
    3.  Bila tidak ada kesaksian rukyatul hilal karena mendung, padahal bulan telah memenuhi kriteria, maka data tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan, karena kriteria hisab rukyat telah didasarkan pada data rukyat jangka panjang (berarti tidak mengabaikan metode rukyat).

    Kriteria LAPAN ini di gunakan oleh ormas PERSIS (Persatuan Islam) dari 2012 M dan di implementasikan dalam Almanak Islam 1434 H.
    Keterangan:
    Elongasi 6,40 adalah Limit Danjon dengan menggunakan alat optik, diperoleh oleh Odeh (2006). Odeh menetapkannya berdasarkan pada rekor elongasi terendah yang dilakukan oleh Jim Stamm yang mengamati Hilal dengan menggunakan teleskop dalam kondisi cuaca cerah.  Sedangkan bila tidak menggunakan alat optik Limit Danjonnya adalah >70 (diperoleh oleh Danjon 1932, 1936).
    Kriteria visibilitas hilal dengan limit Danjon mendasarkan pada fisik hilalnya, tanpa memperhitungkan kondisi kontras cahaya latar depan di ufuk barat. Dengan memperhitungkan arc of light (beda tinggi bulan-matahari), aspek kontras latar depan di ufuk barat sudah diperhitungkan, tetapi aspek fisik hilal hanya secara tidak langsung diwakili oleh beda azimut bulan-matahari yang di dalamnya mengandung jarak sudut minimal bulan-matahari. Maka atas dasar ini dimasukan kriteria beda tinggi bulan-matahari yaitu sebesar >40. Kriteria >40 disini menggunakan batas bawah beda tinggi bulan-matahari dari Ilyas (1988), Caldwell dan Laney (2001), dan Sudibyo (2009), yaitu minimal 40.

    KENAPA KRITERIA BERBEDA?
    Kalau dicermati, perbedaan kriteria ini dikarenakan beda dalam definisi hilal menurut masing-masing pihak, dibalik kesepakatan mereka bahwa hilal adalah acuan masuknya awal bulan baru.

    Hal ini bisa diperhatikan pada beberapa kriteria awal bulan yang digunakan di Indonesia, disana kita akan ditemukan perbedaan mendasar mengenai definisi hilal. Seperti:
    1.    Ijtima Qablal Ghurub: Secara tersirat Ijtima Qablal Ghurub mendefinisikan bahwa hilal itu adalah: “Cahaya bulan baru sesaat setelah terjadi ijtimak sebelum ghurub terjadi, baik cahaya bulan tersebut terlihat atau tidak dan dimanapun posisi bulan itu berada dibawah atau di atas ufuk[3]”.
    2.    Wujudul hilal: Secara tersirat wujudul hilal  mendefinisikan bahwa hilal itu adalah: “Cahaya bulan baru setelah terjadi ijtimak, baik cahaya tersebut terlihat atau tidak oleh mata, serta ketika ghurub posisi bulan harus berada di atas ufuk[4]”.
    3.    Imkanurrukyat: Secara tersirat Imkanurrukyat  mendefinisikan bahwa hilal itu adalah: “Cahaya bulan baru setelah terjadi ijtimak, cahaya bulan tersebut bisa (memungkinkan[5]) terlihat oleh mata, serta ketika ghurub posisi bulan harus berada di atas ufuk.

    Berdasarkan paparan di atas, maka Persis sebagai ormas yang mengusung kriteria LAPAN, diprediksi akan berbeda dengan Pemerintah dan juga Muhamadiyah. Hal ini terlihat jelas di Almanak Persis yang mencantumkan tanggal 1 Dzulhijjah 1434 H. bertepatan dengan Senin 7 Oktober 2013 M. dan Iedul Adha (10 Dzulhijjah) bertepatan dengan Rabu 16 Oktober 2013, dengan pertimbangan bahwa Ijtima’ akhir Dzul Qo’dah 1434 H. terjadi pada hari Sabtu 5 Oktober 2013 M. pukul 7:34 WIB. Di Pelabuhanratu beda tinggi bulan-matahari (arc of light) waktu Maghrib 3° 39’ 48” dan jarak sudut Bulan-Matahari (Elongasi) 4° 51’ 28” saat maghrib (Malam Ahad) di wilayah Indonesia hilal belum imkanurru’yah, maka bulan Dzul Qo’dah 1434 H. digenapkan 30 hari (Istikmal) dan 1 Dzul Hijjah 1434 H. ditetapkan Senin 7 Oktober 2013 M. Lihat, SKB DH dan DHR juga data di Almanak Islam 1434 H. Persis[6].


    Namun walaupun demikian, berdasarkan komunikasi penulis dengan sekretaris Dewan Hisab Rukyat (DHR) Persis, Ust. Syarief Ahmad Hakim, beliau menyatakan kalau ada data otentik berupa foto atau videonya (Hilal) maka kesaksian akan diterima (Iedul Adha maju menjadi tanggal 15 Oktober 2013 M.). Hal ini senada dengan pernyataan ketua DHR Ust. M. Iqbal Santoso dalam Majalah Risalah, dan hal ini pun diperkuat dengan keputusan DHR  dan DH (Dewan Hisbah) dan Rapim PP Persis; bahwa keputusan menunggu hasil rukyat.
    Dengan demikian, ada peluang untuk bersama dalam penetapan awal bulan Dzulhijjah dan dalam merayakan Iedul Adha 1434 H. mendatang, juga ada peluang untuk berbeda.  Namun kalaupun berbeda, maka hendaklah kita memaklumi perbedaan ini dan diharapkan bersikap istiqamah, yaitu teguh pendirian dan selalu konsekuen dalam setiap tindakan. Artinya, siap menerima dan menjalankan seluruh implikasi hukum itu sesuai dengan acuan (kriteria) yang dipilih, bukan hanya dalam penetapan Iedul Adha (10 Dzulhijjah) saja, tapi dari tanggal 1 Dzulhijjah-13 Dzulhijjah.
    Serta, sebagai anggota (Jama’ah) suatu kelompok, ketika terjadi perbedaan maka kembalikanlah kepada Ulil Amri. Khusus untuk Jama’ah Persis telah diputusakan pada sidang terbatas DH dan DHR pada 3 April 2013 bahwa untuk Jama’ah Persis Pimpinan jam’iyyah adalah Ulil Amri untuk seluruh anggota jam’iyyah dalam penetapan awal Ramadhan dan ‘Iedain”.


    Just Wait and See.
    Usman Burhanuddin
    Lembang, 11 September 2013




    [1] Namun Pemerintah dimungkinkan juga memundurkan awal bulan Dzulhijjah kalau citra hilal tidak bisa teramati ketika maghrib tanggal 5 Oktober 2013 M, serta tidak menggunakan Kriteria IR Depag atau MABIMS dalam penetapannya; sehingga bisa saja pemerintah menetapkan awal bulan Dzulhijjah 1434 H bertepatan dengan 7 Oktober 2013 M dan Iedul Adha betepatan dengan 16 Oktober  2013 M.  Hal serupa pun akan dilakukan oleh ormas NU yakni ketika citra hilal tidak teramati, maka awal bulan Dzulhijjah jatuh pada tanggal  7 Oktober 2013 M dan Iedul Adha betepatan dengan 16 Oktober  2013 M.

    [2] Pedoman Hisab Muhamadiyah, hal. 78
    [3] Atau asumsi paham ini bahwa ketika ijtima’ terjadi sebelum ghurub maka bulan berada di atas ufuk, padahal kenyataannya tidaklah demikian, kadang bulan berada di atas ufuk dan kadang di bawah ufuk. Inilah yang dikoreksi oleh kriteria wujudul Hilal. 
    [4] Wujudul hilal memang mempertimbangkan keadaan bulan harus di atas ufuk, namun tidak mempertimbangkan keterlihatan bulan (Hilal) oleh mata. Inilah yang dikoreksi oleh kriteria Imkanurrukyat
    [5] Kemungkinan ini ditetapkan berdasarkan data-data empirik pengamatan  bulan-bulan dan tahun-tahun sebelumnya.
    [6] Kalau memperhatikan data yang disajikan oleh penulis dan data yang yang ada di Almanak Persis ada sedikit perbedaan. Perbedaan ini selain karena faktor perbedaan Metode Hisab yang dipakai (Persis Menggunakan Accurat Time yang data perhitungannya menggunakan ELP2000 dan VSOP87, sedang penulis mengguakan metode Ephemeris Hisab yang di ambil dari Jean Meeus Second Edition dengan menggunakan koreksi Delta T), juga karena beda acuan POB yang digunakan (Persis Menggunakan POB Pelabuhan ratu, Sukabumi, yang dulu; penulis menggunakan POB Cibeas, Sukabumi, yang baru). 


    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    trikblog.co.cc