Tanggal Berapa "Shaum Ramadlan"?
Salah satu Ormas
Islam menetapkan 1 Ramadlan 1434 H jatuh pada 9 Juli 2013 M. Ormas lainnya
menetapkan 1 Ramadlan 1434 H jatuh pada tanggal 10 Juli 2013 M. Harus tanggal
berapa kita memulai shaum Ramadlan?
Data astronomisc yang
pasti sama dimiliki semua ormas Islam, tanpa ada perbedaan data menyebutkan
bahwa ijtima' (fase akhir-awl bulan) akhir Sya'ban terjadi pada hari Senin, 8
Juli 2013 M, jam 14.14 wib. Tinggi hilal (bulan sabit tipis) di Pelabuhan Ratu
pada waktu Maghrib 0° 45' 58" degan jarak sudut bulan-matahari 4° 34'
24". Bisa dipastikan hilal tidak mungkin terlihat/terrukyat pada malam itu
(data astrinomis termutakhir membuktikan bahwa hilal hanya mungkin terlihat
jika ketinggiannya minimal 4°. Di bawah 4°. Di bawah 4° tidak mungkin
terlihat). Maka dari itu, malam itu dan besoknya, tanggal 9 Juli 2013 M, tidak
mungkin ditetapkan seagai tanggal 1 Ramadlan. Sebab berdasar hadits Nabi saw,
jika hilal tidak terrukyat pada maghrib malam itu, maka malam dan keesokan
harinya harus ditetapkan sebagai tanggal 30 Sya'ban. Itu berarti keesokan
harinya, tanggal 9 Juli 2013, baru tanggal 30 Sya'ban. Dan tanggal 1 Ramadlan
baru masuk pada tanggal 10 Juli 2013 M yaitu bertepatan pada hari Rabu.
Petunjuk Nabi saw dalam
Menetapkan Awal Shaum Ramadlan
Semua hadits tentang
penentuan awal Ramadlan mensyaratkan "melihat hilal" sebagai
penentuan awal Ramadlan. Jika hilal tidak terlihat, atau diragukan, termasuk
diperdebatkan, maka hitungan Sya'ban harus digenapkan menjadi 30 hari. Sehingga
malam sesudah 29 Sya'ban jangan ditetapkan 30 Sya'ban . Baru keesokan harinya
lagi, sesudah 30 Sya'ban, bisa ditetapkan 1 Ramadlan. Hadits-hadits yang
dimaksud adalah:
لاتصوموا حتى ترواالهلال ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم
فاقدروله
Janganlah kalian shaum
sehingga melihat hilal. Jangan juga kalian berbuka (memulai 'Idul-Fithri)
sehingga kalian melihat hilal. Jika teralang, maka sempurnakanlah bilangn
tersebut [Shahih al-Bukhari kitab as-shaum bab qaulin-Nabi saw idza
ra`aitumul-hilal fa shaumu wa idza ra`aitumuhu fa afthiru no. 1906]
صوموا لرؤيته وأفطروالرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان
ثلاثين
Shaumlah kalian karena
melihat hilal, dan berbukalah ('Idul-Fithri) karena melihat hilal. Jika
terhalang, sempurnakanlah bilangan Sya'ban menjadi 30 hari [Shahih al-Bukhari
kitab as-shaum bab qaulin-Nabi saw idza ra`aitumul-hilal fa shumu wa idza
ra`itumuhu fa afthiru no. 1909]
Dari hadits-hadits di atas
dapat disimak secara seksama, tidak ada petunjuk sama sekali dari Nabi saw
bahwa awal Ramadlan diukurkan pada bulan yang sudah melebihi ijtima' meski
belum terlihat (wujudul-hilal). Dari hadits-hadits di atas, jelas Nabi saw
sebutkan bahwa awal shaum Ramadlan itu diukurkan pada hilal yang
"terrukyat". Istilah ru'yat dalam bahasa 'Arab artinya "terlihat
dengan mata". Bukan diketahui ada meski belum terlihat. Kalau hanya
diketahui ada meski belum terlihat, bahasa 'Arabnya "ra'yun", dan
tidak ada satu pun dalil yang memerintahkan penentuan awal shaum Ramadlan
berdasarkan hilal yang "ter-ra`yu", semua menyebut
"ter-ru`yat".
Larangan Shaum Mendahului
Ramadlan
Maka dari itu Nabi saw
bersabda:
لايتقدمن أحدكم رمضان بصون يوم أو يومين إلا أن يكون رجل كان
يصوم صومه فليصم ذلك اليوم
Janganlah salah seorang di
antara kalian sengaja mendahului bulan Ramadlan dengan shaum satu hari atau dua
hari, kecuali seseorang yang sedang shaum satu shaum (yang biasa/harus
dilakukannya), hendaklah ia tetap shaum pada hari itu [Shahih al-Bukhari kitab
as-shaum bab la yataqaddam Ramadlan bi shaum yaum wala yaumain no. 1914]
Menurut al-Hafizh Ibn
Hajar, tidak mustahil ada orang yang terlalu ihtiyath (berhati-hati) karena
takut sudah masuk Ramadlan, maka ia shaum sehari atau dua hari sebelumnya.
Artinya ia sengaja untuk shaum di waktu itu dengan motif "takut sudah
masuk Ramadlan". Padahal semestunya, jika masih meragukan, jangan shaum
Ramadlan. Hari yang meragukan tersebut arus dihitung akhir Sya'ban, bukan awal
Ramadlan dengan niat ihtiyath. Dalam kasus tahun ini, tanggal 9 Juli 2013
jangan shaum karena motif "Takut sudah masuk Ramadlan".
Berdasarkan hadits Nabi
saw di atas, hari yang "ditakutkan sudah masuk Ramadlan" tersebut
harus dihitung akhir Sya'ban.
Terkecuali jika shaum yang
dilaksanakan si akhir Sya'ban tersebut adalah shaum yang biasa dilakukan
(seperti shaum Senin-Kamis, shaum Dawud, shaum Sya'ban) atau shaum yang harus
dilakukan (seperti shaum qadla Ramadan, nadzar). Shaum seperti itu tidak
menjadi soal dilakukan pada dua hari menjelang Ramadlan, sebab Nabi saw sendiri
dalam hadits di atas memberikan pengecualian untuk itu [Fathul-Baari kitab
as-shaum bab la yataqaddam Ramadlan bi shaum yaum wa la yaumain).
Shaum pada Hari Yang
Diperselisihkan Termasuk Maksiat
Maka dari itu, tidak heran
kalau kemudian shahabat 'Ammar Ibn Yasir menyebutkan orang yang shaum pada hari
yang masih diragukan apakah akhir Sya'ban atau awal Ramadlan tersebut sebagai
orang yang maksiat kepad Nabi saw.
عن ربعي أن عماربن ياسر وناسا معه أتوهم بمسلوخة مشوية في اليوم
الذي يشك فيه أنه من رمضان أو ليس من رمضان، فاجتمعوا واعتزلهم رجل، فقال له عمر:
تعال فكل،قال: فإني صاىم، فقال له عمار : إن كنت تؤمن بالله واليوم الآخر فتعال فكل
Dari Rib'i, bahwasannya
'Ammar Ibn Yasir dan orang-orang yang menyertainya mendatangi mereka sambil
membawa anak domba yang sudh di bakar pada hari yang diragukan apakah sudah
masuk Ramadlan atau belum masuk Ramadan. Mereka pun kemudian berkumpul. Tetapi
ada seseorang lelaki yang memisahkan diri, 'Ammar pun kemudian berkta
kepadanya: "Kemarilah, makanlah!" Ia berkata: "Saya sedang
shaum." Kata 'Ammar: "Jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka kemarilah, makanlah!" [Mushannaf Ibn Abi Syaibah kitab as-shiyam bab
ma qalu fil-yaumil-ladzi yusyakku fihi no. 9595)
Dalam riwayat al-Bukhari,
Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa`i, Ibn Majah, dan Ahmad, pernyataan 'Ammar
kepada orang yang shaum pada hari yang meragukan tersebut adalah:
من صام اليوم الذي يشك فيه فقد عصى أباالقاسم (صلى الله عليه
وسلم)
"Siapa yang shaum
pada hari yang diragukan, maka sungguh ia telah maksiat kepada Abul-Qasim
(Ayahnya Qasim, yakni Nabi Muhammad)-semoga shalawat dan salam tercurah
untuknya-." [Shahih al-Bukhari bab qaulin-Nabi saw idza ra`aitumul-hilal
secara ta'liq; Sunan Abi Dawud no. 2336; Sunan at-Tirmidzi no. 686; Sunan
an-Nasa`i no. 2188; Sunan Ibn Majah no. 1645; Musnad Ahmad no. 18915]
Pernyataan 'Ammar ibn Yasir di atas bahwa orang yang shaum pada "hari yang meragukan" sudah maksiat kepada Nabi saw, sesuai dengan perintah dan larangan Nabi saw sebagaimana sudah dikutip di atas. Tepatnya, Nabi saw memerintahkan agar shaum Ramadlan dimulai ketika hilal terlihat. Jika belum terliht, meski sudah lewat ijtima', maka shaum jangan dimulai, tetapi bulatkan bulan Sya'ban menjadi 30 hari.
Pernyataan 'Ammar ibn Yasir di atas bahwa orang yang shaum pada "hari yang meragukan" sudah maksiat kepada Nabi saw, sesuai dengan perintah dan larangan Nabi saw sebagaimana sudah dikutip di atas. Tepatnya, Nabi saw memerintahkan agar shaum Ramadlan dimulai ketika hilal terlihat. Jika belum terliht, meski sudah lewat ijtima', maka shaum jangan dimulai, tetapi bulatkan bulan Sya'ban menjadi 30 hari.
Wajib Meninggalkan Syubhat
Shaum pada tangal 10 Juli
2013 (hari Rabu) sesuai juga dengan perintah Nabi saw untuk menjauhi yang
syubhat (meragukan). Sebab shaum pada tanggal 9 Juli 2013 statusnya syubhat,
oleh karena itu harus dijauhi (rujuk Shahih al-Bukhari bab fadli man istabra`a
lidinihi no. 52; Shahih Muslim bab akhdzil-halal wa tarkis-syubuhat no.
4789-4781). Dalam konteks ini, Nabi saw juga pernah bersabda:
دع ما يريبك إلى مالا يريبك فإن الصدق طمأنينة وإن الكذب ريبة
Tinggalkanlah yang
meragukanmu menuju yang tidak meragukanmu, karena sesungguhnya kebenaran itu
menenangkan dan sesungguhnya kebohongan itu meragukan [maksudnya; keraguan
adalah indikator kebohongan, dan keyakinan/ketenanganadalah indikator
kebenaran] (Sunan at-Tirmidzi kitab shifatil-qiyamah no. 2518; Musnad Ahmad ni.
1723).
Shaum tanggal 9 Juli 2013
statusnya meragukan, sedang shaum tanggal 10 Juli 2013 statusnya tidak
meragukan. Maka dari itu tinggalkan yang meragukan (shaum 9 Juli 2013) menuju
yang tidak meragukan (10 Juli 2013).
Wal-'Llahu a'lam
bis-shawwab
Jazaakumul-'Llaahu Khairan
Katsiiraa
Oleh
Nashruddin Syarief
Tidak ada komentar