Pemaknaan Hadis: “Setan-Setan Dibelenggu”
Keterangan tentang setan-setan dibelenggu pada bulan Ramadhan kita peroleh
dari beberapa hadis sebagai sebagai berikut:
Pertama, dengan kalimat Shufidat as-Syaathiin
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا كَانَ أَوَّلُ
لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ ،
وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ ، وَفُتِّحَتْ
أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ ، وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا
بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ ، وَلِلَّهِ
عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Pada malam
pertama bulan Ramadhan setan-setan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu
neraka ditutup, tidak ada satupun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga
dibuka, tidak ada satupun pintu yang tertutup, serta penyeru menyeru, wahai
yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang
mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah, Allah memiliki hamba-hamba yang
selamat dari api neraka pada setiap malam di bulan Ramadlan’." HR.
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, III:67, No. 682; An-Nasai, Sunan
An-Nasai, IV:126, No. 2097; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah,
I:526, No. 1642; Malik, al-Muwatha, I:311, No. 684; al-Baihaqi, As-Sunan
al-Kubra, IV:304, No. 8284; Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi, II:42,
No. 1775; Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban, VIII:222, No. 3435;
Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, III:188, No. 1882; Al-Hakim, al-Mustadrak
‘Ala ash-Shahihain, I:582, No. 1532; Ath-Thabrani, al-Mu’jam
al-Kabir, XVII:133, No. 326, Al-Mu’jam al-Awsath, II:157, No.
1563, dengan sedikit perbedaan redaksi.
Kedua, dengan kalimat Sulsilat as-Syaathiin
عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
ابْنُ أَبِي أَنَسٍ مَوْلَى التَّيْمِيِّينَ أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ
سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ
أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ
Dari Ibnu Syihab, ia berkata, “Ibnu Abu Anas mawla at-Taymiyyiin telah
mengabarkan kepada saya, bahwa bapaknya menceritakan kepadanya bahwa dia
mendengar Abu Hurairah Ra. berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda, ‘Apabila bulan
Ramadhan datang, maka pintu-pintu langit dibuka sedangkan pintu-pintu jahanam
ditutup dan setan-setan dibelenggu". HR. Al-Bukhari, Shahih
Al-Bukhari, II:672, No. 1800.
Hadis di atas diriwayatkan pula oleh: An-Nasai, Sunan An-Nasai,
IV:128, No. 2101; Ahmad,Musnad Ahmad, II:281, No. 7767, dan Abd bin
Humaid, Musnad Abd bin Humaid, I:420, No. 1439; Al-Baihaqi, As-Sunan
al-Kubra, IV:303, No. 8283; Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban,
VIII:221, No. 3434; Ath-Thabrani, Musnad asy-Syamiyiin, I:69, No.
82.
Ketiga, dengan kalimat Tughallu fiihi as-Syaathiin
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ لَمَّا
حَضَرَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ
جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ
تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ
وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ
حُرِمَ خَيْرَهَا قَدْ حُرِمَ
Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Ketika datang bulan Ramadhan Rasulullah
saw. bersabda, ‘Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh
berkah, padanya Allah mewajibkan kalian shaum, padanya pintu-pintu surga dibuka
lebar dan pintu-pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan dibelenggu. Pada
bulan Ramadhan ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, dan
barangsiapa tidak mendapati malam itu maka ia telah kehilangan pahala seribu
bulan." HR. Ahmad, Musnad Ahmad, II:425, No. 9493; Ibnu Abu
Syaibah, al-Mushannaf, II:270, No. 8867; Abd bin Humaid, Musnad
Abd bin Humaid, I:418, No. 1429; Ishaq bin Rahawaih, Musnad Ishaq
bin Rahawaih, I:73, No. 1
Hadis di atas diriwayatkan pula oleh an-Nasai dengan kalimat:
وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ
“dan setan-setan pembangkang dibelenggu” (Lihat, as-Sunan al-Kubra,
II:66, No. 2416, Sunan an-Nasai, IV:129, No. 2106)
Penjelasan Variasi Kalimat
A. Shuffidat as-Syayaathin
Kata Shafd, Shafad, dan Shafaad makna asalnya qayd (mengikat),
dari makna itu suatu pemberian (athiyyah) disebut shafad karena
pemberian itu mengikat orang yang menerimanya. (Lihat, al-Fa’iq fii
Gharib al-Hadits, II:302)
Kata Shafd pada kalimat Shuffidat as-Syayaathin maknanya
sama dengan ghalla (membelenggu) dan salsala (merantai).
Jadi, kalimat Shuffidat as-Syayaathin dapat dimaknai syuddat
bi al-Ashfaad (diikat dengan belenggu) (Lihat, Syarh
Kitab ash-Shiyam min Sunan at-Tirmidzi, I:9; I’anah al-Muslim fi
Syarh Shahih Muslim, I:2). Sementara kalimat Sulsilat as-Syayaathin dapat
dimaknaisyuddat bi as-Salaasil (diikat dengan rantai). (Lihat, Umdah
al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, X:270).
Dengan demikian, penggunaan kalimat Shufidat as-Syaathiin, Sulsilat
as-Syaathiin, dan Tughallu as-Syaathiin, pada dasarnya
menunjukkan makna yang sama, yaitu setan-setan diikat dengan rantai atau dibelenggu.
B. As-Syayaathin
Sebagian ulama berpendapat, bahwa kata as-Syayaathin (setan-setan)
yang dimaksud pada hadis ini menunjukkan sebagiannya, bukan semua setan, yaitu
hanya al-maradah (setan-setan pembangkang atau yang
didurhaka). Qarinah (indikasi) pemaknaan ini adalah matan
hadis riwayat at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah, dan al-Hakim melalui jalur
periwayatan al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Huraerah, sebagai berikut:
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ
رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ مَرَدَةُ الْجِنِّ
“‘Pada malam pertama bulan Ramadhan setan-setan dibelenggu (yaitu) jin-jin
yang jahat.”
Dan riwayat an-Nasai melalui jalur periwayatan Abu Qilabah, dari Abu
Huraerah, sebagai berikut:
وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ
“dan setan-setan pembangkang dibelenggu” (Lihat, Umdah
al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, X:270).
Sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa kata as-Syayaathin (setan-setan)
yang dimaksud pada hadis ini menunjukkan semua setan, karena pada matan hadis
Abu Huraerah, melalui jalur periwayatan yang sama, digunakan huruf waw (bermakna
dan) sebagai berikut:
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ
رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ
“Pada malam pertama bulan Ramadhan setan-setan dan jin-jin yang jahat dibelenggu”
HR. At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, III:67, No. 682; Ibnu Majah, Sunan
Ibnu Majah, I:526, No. 1642; Al-Baghawi, Syarh as-Sunnah, VI:215, No. 1705;
Al-Hakim, al-Mustadrak ‘Ala ash-Shahihain, I:582, No. 1532;
al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, V:217, No. 3327.
Kata Syekh al-Muhaddits Sulaiman bin Nashir al-‘Ulwan, “Perkataan:
الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ
Mengandung dua makna; Pertama, struktur kalimat itu termasuk dalam
topik ‘athf al-khas ‘ala al-‘am (menghubungkan kata khusus
kepada kata umum). Kata umum yang dimaksud adalah asy-syayathiin (setan-setan)
dan kata khusus adalah Maradah al-jinn (jin-jin yang jahat
atau durhaka). Ini menunjukkan bahwa semua setan dibelenggu.
Kedua, struktur kalimat itu termasuk dalam topik ‘athf tafsir wa
bayaan, yaitu kalimat Maradah al-jinn yang disebut setelah asy-syayathiin berfungsi
menjelaskan dan melengkapi hukum. Artinya, ketika disebutkan bahwa yang
dibelenggu itu jin-jin yang jahat atau durhaka maka inilah rahasianya mengapa
pada bulan Ramadhan tetap terjadi perbuatan dosa yang dilakukan manusia, karena
terdapat sebagian setan yang tidak dibelenggu. Dan ketika disebutkan
bahwa yang dibelenggu ituasy-syayathiin (menunjukkan jenis setan),
maka yang dibelenggu itu bukan hanya jin yang jahat.” (Lihat, Syarh
Kitab ash-Shiyam min Sunan at-Tirmidzi, I:9)
Penjelasan Makna “Setan-setan dibelenggu”
Dalam memahami makna “Setan-setan dibelenggu” para ulama
berbeda kecenderungan, sebagaimana dalam memahami makna “Dibuka pintu surga”
dan “Ditutup pintu neraka”, sehingga melahirkan pendapat yang berbeda. Dalam
hal ini terbagi menjadi dua pandapat:
Pertama, sebagian ulama cenderung memaknai kalimat itu secara hakiki,
sesuai dengan zhahir hadis. Menurut pendapat ini, hadis itu menunjukkan bahwa
ketika bulan Ramadhan setan-setan dibelenggu dalam makna yang sebenarnya.
فَقَالَ الْقَاضِي عِيَاض - رَحِمَهُ
اللَّه تَعَالَى - : يَحْتَمِل أَنَّهُ عَلَى ظَاهِره وَحَقِيقَته ، وَأَنَّ
تَفْتِيحَ أَبْوَاب الْجَنَّة وَتَغْلِيق أَبْوَاب جَهَنَّم وَتَصْفِيد
الشَّيَاطِين عَلَامَة لِدُخُولِ الشَّهْر ، وَتَعْظِيمٌ لِحُرْمَتِهِ ، وَيَكُون
التَّصْفِيد لِيَمْتَنِعُوا مِنْ إِيذَاء الْمُؤْمِنِينَ وَالتَّهْوِيش عَلَيْهِم
Maka al-Qadhi Iyadh berkata, “Hadis itu mengandung makna sesuai dengan
zhahir dan hakikatnya, dan sungguh dibuka pintu-pintu surga, ditutup
pintu-pintu jahannam dan setan-setan dibelenggu adalah tanda masuk bulan
Ramadhan dan mengagungkan kehormatannya, dan dibelenggu menunjukkan bahwa
mereka (setan) terhalang untuk menyakiti orang-orang mukmin dan mengganggu
mereka.” (Lihat, Tanwir al-Hawalik Syarh ‘ala Muwatha’ Malik,
I:295)
صفدت (الشياطين) شدت بالأغلال لئلا
يوسوسوا للصائم وآية ذلك تنزه أكثر المنهمكين في الطغيان عن الذنوب فيه وإنابتهم
إليه تعالى
“Kalimat Shuffidat as-Syayaathin maknanya syuddat
bi al-Aglaal (diikat dengan belenggu) agar mereka tidak menggoda orang
yang shaum, dan tanda hal itu bahwa pada bulan Ramadhan kebanyakan orang yang
asik dalam kelaliman bersuci diri dari dosa-dosa dan bertobat kepada Allah
Ta’ala.” (Lihat, Mashabih at-Tanwir ‘ala Shahih
al-Jami’ ash-Shagir, I:297).
Dalam pemaknaan ini timbul pertanyaan: jika setan itu dibelenggu pada bulan
Ramadhan, mengapa pada bulan itu tetap saja terjadi kejahatan dan kemaksiatan?
Imam al-Qurthubi berkata:
فَإِنْ قِيلَ فَكَيْف تُرَى الشُّرُور
وَالْمَعَاصِي وَاقِعَة فِي رَمَضَان كَثِيرًا فَلَوْ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِين لَمْ
يَقَع ذَلِكَ فَالْجَوَاب أَنَّهَا إِنَّمَا تُغَلّ عَنْ الصَّائِمِينَ الصَّوْم
الَّذِي حُوفِظَ عَلَى شُرُوطِهِ وَرُوعِيَتْ آدَابه
“Jika dikatakan bagaimana banyak terjadi kejahatan dan kemaksiatan di bulan
Ramadhan, padahal jika setan dibelenggu hal itu seharusnya tidak terjadi? Maka
jawabannya sesungguhnya setan itu dibelenggu, tidak dapat menggoda tiada lain
kepada orang yang melaksanakan shaum dengan shaum yang memenuhi
syarat-syaratnya dan memelihara adab-adanya.” (Lihat, Hasyiah
as-Suyuthi ‘ala Sunan an-Nasai, III:30)
Al-‘Aini berkata:
فإن قلت قد تقع الشرور والمعاصي في رمضان
كثيرا فلو سلسلت لم يقع شيء من ذلك قلت هذا في حق الصائمين الذين حافظوا على شروط
الصوم وراعوا آدابه ... وقيل لا يلزم من تسلسلهم وتصفيدهم كلهم أن لا تقع شرور ولا
معصية لأن لذلك أسبابا غير الشياطين كالنفوس الخبيثة والعادات القبيحة والشياطين
الإنسية
“Jika anda mengatakan, ‘Banyak terjadi kejahatan dan kemaksiatan di bulan
Ramadhan, padahal jika setan dibelenggu hal itu seharusnya tidak terjadi? Saya
jawab, ‘Ini (dibelenggu) terjadi pada hak orang-orang yang melaksanakan shaum,
yang memenuhi syarat-syaratnya dan memelihara adab-adanya.’…dan ada pula yang
berpendapat bahwa semua setan dibelenggu itu tidak memestikan tidak
terjadinya kejahatan dan kemaksiatan karena untuk hal itu terdapat sebab-sebab
lain selain godaan setan, seperti jiwa yang jahat, kebiasaan yang jelek, dan
setan-setan jenis manusia.” (Lihat, Umdah al-Qari Syarh Shahih
al-Bukhari, X:270)
Kedua, sebagian ulama cenderung memaknai kalimat itu secara majazi (kiasan).
Kata Abdurra’uf al-Munawi:
علم مما تقرر أن تصفيد الشياطين مجاز عن
امتناع التسويل عليهم واستعصاء النفوس عن قبول وساوسهم وحسم أطماعهم عن الإغواء
وذلك لأنه إذا دخل رمضان واشتغل الناس بالصوم وانكسرت فيهم القوة الحيوانية التي
هي مبدأ الشهوة والغضب الداعيين إلى أنواع الفسوق وفنون المعاصي وصفت أذهانهم
واشتغلت قرائحهم وصارت نفوسهم كالمرائي المتقابلة المتحاكية وتنبعث من قواهم
العقلية داعية إلى الطاعات ناهية عن المعاصي فتجعلهم مجمعين على وظائف العبادات
عاكفين عليها معرضين عن صنوف المعاصي عائقين عنها فتفتح لهم أبواب الجنان وتغلق
دونهم أبواب النيران ولا يبقى للشيطان عليهم سلطان فإذا دنوا منهم للوسوسة يكاد
يحرقهم نور الطاعة والإيمان
“Telah diketahui dari keterangan yang telah ditetapkan bahwa
setan-setan dibelenggu itu bermakna kiasan, yaitu setan tidak dapat menggoda
dan jiwa manusia tidak dapat menerima godaan mereka serta memutuskan ketamakan
mereka terhadap bujukan. Demikian itu karena apabila datang bulan Ramadhan,
orang-orang disibukkan dengan shaum dan nafsu hewani sebagai sumber syahwat dan
emosi yang menyeru kepada macam-macam kefasikan dan maksiat telah lemah pada
mereka. Selain itu, akal mereka telah jernih, tabiat
mereka sibuk dengan ibadah, dan jiwa mereka seperti cermin yang saling
berhadapan lagi saling mengikat, dan terpancar dari kekuatan akal mereka pendorong
kepada ketaatan dan pencegah dari kemaksiatan. Maka kekuatan itu menjadikan
mereka bersatu dalam melaksanakan ibadah lagi menetapinya, mereka berpaling
dari berbagai macam maksiat lagi membencinya. Maka terbukalah pintu-pintu
surge, tertutup pintu-pintu neraka, dan setan tidak berdaya atas mereka. Maka
jika setan mendekati untuk menggoda mereka, hampir saja cahaya taat dan
keimanan membakar setan-setan itu.” (Lihat, Faid al-Qadier Syarh
al-Jami’ as-Shagier, I:437-438)
Al-‘Aini berkata:
ويقال تصفيد الشياطين عبارة عن تعجيزهم عن
الإغواء وتزيين الشهوات
“Ada yang berpendapat bahwa setan-setan terbelenggu itu adalah keterangan
bahwa mereka lemah dalam membujuk dan menghiasi syahwat.” (Lihat, Umdah
al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, X:270)
Az-Zarqani berkata:
ويحتمل أن المراد أن الشياطين لا يخلصون
من افتتان المسلمين إلى ما يخلصون إليه في غيره لاشتغالهم بالصيام الذي فيه قمع
الشهوات وقراءة القرآن والذكر
“Dan dapat dimaknai bahwa maksudnya setan-setan tidak bebas dalam menggoda
kaum muslimin, sebagaimana halnya menggoda mereka di bulan lain, karena
mereka sibuk dengan ibadah shaum yang di dalamnya terdapat faidah pengekangan
syahwat, juga sibuk dengan membaca Al-Quran dan zikir kepada Allah.”
(Lihat, Syarh az-Zarqani ‘ala Muwatha al-Imam Malik, II:269)
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Tidak ada komentar