Kedudukan Rukyah dalam Syariat Islam
Pengantar
Manusia adalah mahluk Allah swt. yang mempunyai
dorongan untuk hidup sehat, terbebas dari keluhan, dan terhindar dari mara
bahaya. Demikian pula selalu berkeinginan hidup senang dan serba mudah.
Pada masa jahiliyah telah dikenal istilah rukyah,
yaitu salah satu upaya atau cara yang ditempuh berdasarkan aqidah mereka untuk
menyembuhkan yang sakit atau agar terhindar dari marabahaya. Demikian pula
halnya dengan memimta pertolongan kepada bangsa jin. Khususnya di Indonesia,
masyarakat yang pada awal kedatangan Islam hidup dengan kepercayaan animisme
dan dinamisme, tentu saja akidah syirik ini melahirkan berbagai kepercayaan
mistik menyangkut hal-hal gaib. Landasan tahayyul yang dihiasi dengan
cerita-cerita khurafat, dan selanjutnya menumbuhkembangkan
perbid’ahan-perbid’ahan dalam segala aspek kehidupan. Maka berhala-berhala,
dukun-dukun, jimat-jimat, jampi-jampi, mantera-mantera merupakan bagian
kehidupan masyarakat yang tak terpisahkan.
Sekarang, pada saat tekanan krisis multi demensi tak
kunjung melemah, hal ini semakin meningkatkan intensitas permasalahan hidup,
dan tak urung masalah-masalah pun semakin kompleks. Kesibukan, persaingan
bisnis, pekerjaan, jabatan, sampai kehilangan mata pencaharian, dan makin
bertambahnya pengangguran. Belum lagi tayangan-tayangan yang dikaitkan dengan
makhluk-makhluk gaib, lalu bermunculannya senetron-sinetron yang bermaterikan
tangisan, pertengkaran, kemewahan dan kemaksiatan, serta kriminal. Yang tak mau
kalah bersaing dengan sinetron-sinetron atas nama Islam dengan materi
kemusyrikan, khurafat, tahayyul, dan bid’ahnya, semakin menumbuhsuburkan
kebingungan masyarakat terhadap kebenaran. Yang jelas, itu semua menambah beban
dan tekanan-tekanan hidup. Apalagi dengan terjadinya berbagai bencana alam dan
munculnya jenis-jenis penyakit, kuman dan virus.
Keadaan di atas, sungguh merupakan lahan yang teramat
subur untuk kembalinya manusia ke alam kejahiliyyahan secara akidah, ibadah dan
muamalah. Dalam pada itu muncullah orang-orang pintar dengan pengakuan banyak
tahu hal gaib, hal yang telah dan akan terjadi. Bahkan untuk membebaskan
masyarakat dari segala masalah termasuk penghapusan dosa. Yang lebih
membingungkan umat, justru karena yang muncul itu banyak menamakan dirinya
ustaz, kiai, atau gelar lainnya. Sehubungan dengan itu kita kaji kembali
hakikat rukyah syar’iyyah, sehingga apa yang kita lakukan dalam upaya kesembuhan
dan lain sebagainya senantiasa berada dalam jalur yang diridai Allah swt.
Pengertian Rukyah
Ruqyah adalah
bentuk mufrad/tunggal yang bentuk jamaknya adalah ruqa, ruqyat dan
ruqoyat. Menurut bahasa ruqyah artinya at-ta’widz atau al
isti'adzah (memohon perlindungan). Sedangkan secara istilah ruqyah
ialah :
أَنْ يُسْتَعَانَ
لِلْحُصُولِ عَلَى أَمْرٍ بِقُوًى تَفُوقُ القُوَى الطَّبِيعَةَ فِى زَعْمِهِمْ
وَوَهْمِهِمْ
Diminta pertolongan agar tercapainya suatu urusan
dengan kekuatan yang melebihi kekuatan biasa dalam keyakinan dan sangka mereka. Almunjid : 276
Dengan demikian, ruqyah dapat berarti berlindung
kepada Allah dari hal buruk yang sedang atau akan terjadi termasuk doa meminta
kesembuhan dari suatu penyakit. Ruqyah dapat juga berarti jampi-jampi,
mantera-mantera yang diucapkan untuk maksud di atas.
Ruqyah dalam memohon pelindungan atau doa
kesembuhan kepada Allah swt. dapat dilakukan, diantaranya :
1. Ruqyah Untuk yang Belum Terjadi
Rasulullah Saw. meruqyah kedua cucu beliau
Hasan dan Husen.
2. Ruqyah apabila singgah di sebuah rumah
3. Disengat kalajengking lalu tidak dapat tidur
semalaman
4. Pada malam hari membaca dua ayat
terakhir dari surat albaqarah.
5. Mendatangi suatu tempat yang belum dikenali
6. Ruqyah dengan Alfatihah.
7. Ruqyah dengan surat-surat Almuawwidzat dan
Doa-doa
8. Ruqyah dengan doa :
بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ،
وَاللهُ يَشْفِيكَ مِنْ كُلِّ دَاءٍ فِيكَ ، أَذْهِبِ البَأْسِ رَبَّ النَّاسِ
إِشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لاَ شَافِيَ إِلاَّ أَنْتَ رواه أحمد 44: 404 رقم
26821 والنسائي 3 :253 رقم 10860 وابن حبان 7 :632 رقم 6063
9. Ruqyah dengan doa:
بِاسْمِ اللهِ ثَلاثًا
وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ
وَأُحَاذِرُ رواه مسلم 2 :356 رقم 2202 والترمذي 4 :356 رقم 2080 وابن
ماجه 4 :253 والنسائي 6 :349 رقم 10839
10. Ruryah Jibril untuk Nabi saw.
11. Berobat mengupayakan kesembuhan itu ibadah.
Dari hadis-hadis tentang rukyah Nabi dan para
sahabatnya jelaslah bahwa ayat-ayat yang dibaca oleh Rasulullah saw. adalah
ayat-ayat yang isinya memohon perlindungan kepada Allah dan hanya Allahlah
tempat bergantung. Pada Alfatihah setelah memuji Allah, terdapat kata-kata iyyaka
nastain demikian pula pada surat al-ihkhlas terdapat
kata-kata Allahush shamad, dan pada surat Alfalaq serta
Annas lebih jelas lagi sejak ayat pertama sampai terakhir. Oleh karena itu
membaca ayat-ayat ini dalam melakukan ruqyah tiada lain kecuali doa atau
memohon kesembuhan atau perlindungan kepada Allah, bukan ayat-ayat itu sendiri
yang memiliki kekuatan menyembuhkan penyakit yang sedang diderita. Hal seperti
ini lebih jelas dapat kita lihat pada sabda Rasulullah saw. sebagai berikut:
لاَ بَأْسَ بِالرُّقَي
مَالَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ رواه مسلم
Tidak mengapa melakukan ruqyah selama padanya tidak
terdapat syirik. H.r.Muslim, Shahih
Muslim, II:358, No. 2200
Oleh karena itu sebagaimana doa-doa dan permohonan
perlindungan lainnya, diijabah atau tidaknya ruqyah seseorang akan sangat
bergantung pula kepada keikhlasan dan kesalehan raqi (yang
melakukan ruqyah) dan yang diruqyahnya. karena ruqyah yang bertauhidullah
merupakan pengejawantahan dari sikap sabar dan tawakal. Termasuk mengartikan
ijabah pada kemestiannya.
Ruqyah yang Dilarang serta Tamimah
Ruqyah yang dilarang adalah ruqyah yang padanya ada
syirik.
Telah terbiasa dikalangan jahiliyyah untuk meruqyah
dalam menangkal atau mengobati sesutu penyakit, mereka mengantungkan harapan
kepada jampi-jampi itu sendiri, kepada berhala, jin dan syetan, mereka
berkeyakinan bahwa jin mempunyai kekuatan untuk menangkal penyakit, bahaya, dan
hal-hal lain yang ingin dihindari atau disembuhkan.
Terkadang orang-orang jahiliyyah berlindung kepada
sesuatu yang sebenarnya tidak ada, tetapi dengan tahayul mereka seolah sesuatu
itu merupakan makhluk gaib yang ada dan dapat memberikan perlindungan. Seiring
dengan munculnya khurafat-khurafat atau cerita-cerita gaib dari orang yang
tidak bertanggng jawab, yang pada waktunya menyebar di kalangan masyarakat.
Jelas ruqyah seperti ini penuh dengan syirik dan dalam prakteknya senantiasa
diikuti adanya tamimah. Keyakinan dan cara ini jelas merupakan
pilihan kaum atau masyarakat jahiliyah. Oleh karena itu Rasulullah saw.
melarangnya, beliau bersabda :
إِنَّ الرُّقَى
وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَالَةَ شِرْكٌ
Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna
adalah syirik H.r, Abu
Daud, Sunan Abu Daud, juz 3, hal. 224, No. 2883 dan Ibnu majah, Sunan
Ibnu Majah, IV:128, No. 3530
Bahkan beliau mengancam orang yang melakukannya dengan
sabdanya:
مَنِ اكْتَوَى أَوِ
اسْتَرْقَى فَقَدْ بَرِئَ مِنَ التَوَكُّلِ رواه الترمذي
Barang siapa mencos (menandai badannya dengan
besi panas) atau meruqyah, maka ia telah melepas diri dari tawakal. H.r. At-Tirmizi, Sunan at-Tirmidzi, IV:344, No. 2055
Diceritakan bahwa Ibnu Masud mendapatkan istrinya
berkalungkan sesuatu yang telah diberi jampi-jampi oleh seorang nenek-nenek
Yahudi. Sebagaimana yang dialami olehnya, rasa sakit pada matanya hilang. Yang
dilakukan oleh istri Ibnu mas'ud ini selain ruqyah juga tamimah. Ibnu Masud
mengatakan bahwa yang demikian itu perbuatan dan dorongan setan.
Masih terjadi seorang pedagang yang ingin beruntung,
menyimpan sesuatu di tempat penjualannya sebagai jimat. Petani yang ingin
tanamannya subur dan tidak diganggu oleh hama, ia menanam jimat disudut-sudut
pematang sawahnya. Orang-orang yang dianggap intelek menanamkan kepala kerbau
lalu memecahkan kendi yang telah diberi air dan bunga-bungan yang telah dijampi
oleh orang pintar agar bangunan yang diresmikan itu kuat dan tidak mudah roboh.
Menggantungkan ayat-ayat di pintu-pintu atau tempat-tempat khusus lainnya agar
pengisi rumah tidak digoda syetan atau diganggu jin. dan lain sebagainya yang
seperti itu. Maka jelaslah perbuatan itu justru mengundang setan dan meminta
bantuannya.
Maka bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, tentulah mendahulukan kesehatan dan keselamatan aqidah. Masalah apapun
yang dihadapi tentu tidak akan mengorbankan aqidah demi kesehatan jasmaninya
atau keuntungan duniawi lainnya.
Jenis penyakit Yang Diruqyah
Di dalam beberapa riwayat dikatakan bahwa Ruqyah hanya
dapat dilakukan pada jenis-jenis penyakit tertentu saja.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ :
رَخَّصَ رُسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرُّقْـيَـةِ مِنَ
العَيْنِ وَالـحُمَةِ وَالنَّمْلَةِ رواه أحمد و مسلم والترمذي
Dari Anas, ia mengatakan,”Rasulullah saw memberikan
rukhshah tentang ruqyah pada penyakit ain (tilik mata), alhumah (disebabkan
binatang berbisa, dan annamlah (cacar). H.R. Ahmad, Musnad al-Imam Ahmad, 19, hal 212 No 12173, Muslim,
Shahih Muslim II:357, No. 2196 dan At-Tirmidzi, Sunan
at-Tirmidzi, IV:344, No. 2056
Keterangan :
Penyakit Al’ain adalah penyakit yang
ditimbulkan oleh pandangan manusia yang jahat. Alhuma adalah penyakit yang
ditimbulkan oleh racun atau bisa binatang. Sedangkan An-Namlah adalah cacar.
Demikian pula ketika Aisyah Umul mu’minin ditanya
mengenai ruqyah beliau menjawab:
رَخَّصَ رُسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ِلأأَهْلِ بَيْتٍ مِنَ الأَنْصَارِ فِي الرُّقْـيَـةِ مِنْ كُلِّ ذِي حُمَةِ
– رواه مسلم
Rasulullah saw. memberikan rukhshah untuk ahli bait
dari kaum Anshar tentang ruqyah karena setiap sengatan atau patukan binatang
berbisa” - H.R.Muslim, Shahih Muslim, II:356,
No. 2193
Sedangkan di dalam riwayat lain oleh An Nasai masih
dari Aisyah, beliau hanya menerangkan satu macam penyakit saja:
أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ
أَنْ أَسْتَرْقِيَ فِي العَيْنِ رواه النسائي
Rasulullah saw memerintah aku untuk meruqyah
disebabkan penyakit ‘ain, H.r.
An-Nasai, Sunan an-Nasai, IV:365, No. 7536
Hadi-hadis rukhshah tentang ruqyah untuk
penyakit-penyakit yang tersebut di atas juga diriwayatkan oleh
mukharrij-mukharij lainnya. Jika diperhatikan secara selintas, kata-kata
Rusulullah saw memberikan rukhshah pada jenis-jenis penyakit yang tersebut di atas
seolah-olah membatasinya dengan itu, sehingga ada yang beranggapan tidak boleh
dilakukan ruqyah apabila disebabkan penyakit lainnya, apalagi jika diperhatikan
keterangan-keterengan di bawah ini.
عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللهِ لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ الترمذي
Dari Buraidah, ia mengatakan,”Telah bersabda
Rasulullah saw,’Tidak ada ruqyah kecuali disebabkan ain atau humah” H.R At Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, IV:245 No. 2057
Sedangkan Albukhari meriwayatkannya secara mauquf
(keterangan dari Imran bin Hushain sendiri)
Oleh karena itu perlu diterangkan secara lebih
terperinci dan ditemukan jalan keluar dari hadis-hadis yang tampak bertentangan
ini.
Secara selintas hadis-hadis ini bertentangan. Di satu
sisi Rasulullah membatasi hanya dua yaitu A’in dan huma,
di sisi lain beliau memberi keringanan pada tiga yaitu ‘ain, huma dan namlah,
apalagi riwayat-riwayat lain menerangkan bahwa Rasulullah saw meruqyah dan
memerintahkan ruqyah pada penyakit yang disebabkan oleh selain yang tersebut di
atas. Seperti meruqyah orang yang gila yang dilakukan oleh pamannya Kharijah
bin Ash-Shalt, ia telah meruqyahnya dengan Al Fatihah, lalu ruqyah untuk sakit
kepala dan penyakit-penyakit lainnya.
Oleh karena itu mesti didapatkan thariqatul
jam’i antara hadis-hadis yang bertentangan tersebut. Sehubungan dengan
itu Imam an-Nawawi mengatakan, ”kata-kata rokkhasho dan laa
ruqyata bukan mengkhususan kebolehan pada tiga penyakit ini saja, tetapi
maknanya adalah (Nabi ditanya tentang ketiga perkara ini, maka beliau
mengijinkannya, dan jika beliau ditanya tentang meruqyah disebabkan penyakit
lainnya tentulah akan mengijinkannya pula, buktinya beliau telah mengijinkan
untuk yang lainnya dan beliau sendiri melakukan ruqyah pada selain dari tiga
ini” Syarah Muslim an Nawawi, XIV : 148
Ibnu Qoyim Al-Jauziyah mengatakan: ”Jika dikatakan
apa jawabnya tentang hadis yang diriwayatkan Abu Daud - Tidak ada ruqyah
kecuali disebabkan ‘ain dan humah- maka jawabnya adalah ‘nukan dimaksudkan
meniadakan bolehnya ruqyah pada yang lainnya, tetapi maksudnya tidak ada ruqyah
yang lebih utama dan bermanfaat dari pada disebabkan ‘ain dan humah” Zadul
Ma’ad,IV: 175
Demikian pula komentar-komentar imam-mam yang lain. Seperti
Muhamad Syamsul Haq pada ‘Aunul ma’bud, X:369.
Dengan demikian Tidak ada batasan tentang bolehnya
meruqyah pada penyakit-penyakit selama maksudnya al ‘audzah (memohon)
perlindungan kepada Allah alias berdoa.
Kesimpulan :
1. Ruqyah dalam arti doa atau permohonan dan
melindungkan diri dengan kalimat yang mansus atau susunan sendiri hukumnya
boleh
2. Ruqyah dalam arti jimat dan jampi-jampi
dengan menggunakan ayat Alquran atau lainnya adalah syirik.
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Tidak ada komentar