Komitmen Pemuda Persis
Di tengah situasi Pemuda Persis Cabang Margaasih yang sepertinya sedang mengalami kelesuan dalam berjam’iyah, kiranya ada baiknya kalau kita coba tengok kembali sejarah berdirinya Persis selaku orangtua Pemuda Persis. Diambil dari makalah salah seorang muballigh cabang yang disampaikan pada acara kuliah shubuh ramadhan dengan judul “Komitmen Pemuda Persis”, sepertinya, bahkan mudah-mudahan sedikit banyak bisa jadi suplemen yang akan meningkatkan kembali ghiroh berjam’iyah sekaligus membangkitkan ruh jihad Pemua Persis, khususnya Cabang Margaasih.
Pemuda Persis merupakan bagian dari Persis, sehingga yang perlu difahami sebagai anggota adalah
1. Kenapa harus ada Persis?
2. Apa garapan Persis?
3. Apa tujuan Persis?
Untuk itu, terlebih dahulu kita simak garis sejarah Persis.
Persis resmi berdiri pada tanggal 12 September 1923, dan jauh sebelumnya, telah berdiri kelompok penelaah terhadap ajaran Islam yang ideal dan ajaran yang berlaku secara faktual.
Persatuan Islam terbentuk dengan dimulai oleh suatu kelompok penelaahan (Study club) di Bandung, yang anggotanya dengan penuh kecintaan menelaah, mengaji, menguji ajaran yang diterimannya. Sedangkan pada saat itu keadaan kaum muslimin di Indonesia tenggelam dalam taqlid, jumud, tarekat, khurofat, bid’ah dan syirik sebagaimana terdapat di dunia Islam lainnya yang diperkuat oleh cengkraman kuku penjajahan kaum Nasrani Belanda melalui penasehatnya orentalis yang ulung dalam menggariskan politik keagamaan di tanah air. Para anggota kelompok itu semakin lama mengaji semakin tahulah hakikat Islam yang sesungguhnya dan sadar pula akan kewajiban untuk mengadakan TAJDID dan pemurnian agama Islam yang dilaksanakan dalam masyarakat sehingga dengan demikian secara tidak resmi maupun secara resmi terbentuk pula kelompok-kelompok penelaah, mereka menamakan kelompok penelaah itu dengan PERSATUAN ISLAM walaupun pada sat itu ada juga yang memberi nama “Pemufakatan Islam” dalam keadaan demikian Persatuan Islam telah terbentuk dengan hubungan horizontal (Mendatar) tanpa hubungan organisatoris yang resmi atau berdasarkan suatu nizham Jam’iyah yang pasti. Ternyata gerak, tindak dan pengaruhnya cukup berkesan pada masyarakat. Oleh karena itu, agar perjuangan serta jihad yang telah dilakukan oleh tiap-tiap kelompok itu lebih berkemampuan lagi, maka didirikan dengan resmi sebuah organisasi yang mempunyai hubungan vertical (atas bawah) dengan suatu nizham yang pasti dan disusun bersama-sama. Sesungguhnya Persatuan Islam terbentuk dan berdiri pada masa itu, tidakalah berdasarkan atas suatu kepentingan para pendirinya atu kebutuhan masyarakat pada masa itu. Para pendirinya tidaklah mendapatkan kepentingan diri mereka di dalamnya dan tidak pula ada udang di balik batu. Tetapi mereka mendirikannya karena merasa terpanggil oleh kewajibannya dan tugas risalah Allah SWT. Sebagaimana halnya Rasulullah SAW berdiri di atas bukit shofa menyatakan kerasulannya, tidaklah berdasarkan kepentingan diri, beliau sendiri menjadi tertutup dan terhambat karenanya, bahkan jiwa raga beliaupun ikut terancam kebencian masyarakat. Para pendiri Persatuan Islam mendirikannya bukan disebabkan masyarakt mebutuhkannya, sesungguhnya masyarakat Islam pada waktu itu tidak membutuhkannya, sebab mereka telah tenggelam dalam biusan tqlid, jumud, khurofat, bid’ah, takhayul dan syirik. Oleh karena itu “Persatuan Islam” tidak berdiri atas kebutuhan masyakarat pada waktu itu, sebagaimana masyakarat jahiliyah tidaklah membutuhkan kedatangan Nabi Muhammad SAW yang hendak mengubah keadaan mereka, sehingga mereka memusuhi, menghina dan mengancamnya. Sebagai pengambil inisitif berdirinya jam’iyah Persatuan Islam tercatat tokoh yang bernama Kiyai Haji Zamzam dan Mohammad Yunus.
Persatuan Islam didirikan karena ia diperlukan adanya, sebagaimana kedatangan Rasulullah SAW diperlukan sebagai pembaharu dan perombak bagi masyarakat jahiliyah. Persatuan Islam berdiri di atas dasar dan landasan kewajiban dan tugas ilahi, untuk mengangkat derajat umat dari jurang kebinasaan dan kehinaan. Tidak ada seorang anakpun yang membutuhkan lembaga pendidikan. Tetapi orang yang telah dewasa dan sadar itulah yang menganggap perlu adanya lemaga pendidikan itu. Setiap anak enggan masuk sekolah. Tetapi jika sekolah tidak ada, maka anak itu akan jatuh ke jurang kebodohan. Sekolah diperlukan adanya, demikian pula dengan Persatuan Islam, bukan atas dasar kepentingan si pendiri atau kebutuhan anak, tetapi dibutuhkan untuk menciptakan masyarakat beradab. Oleh karena itu Persatuan Islam lebih merupakan lembaga pendidikan dari pada jam’iyah dalam arti syiyasah (Politik Praktis). Persatuan Islam adalah Pesantren sebelum menjadi jam’iyah. Karena itu sifat pesantren tidak akan lepas dari “Persatuan Islam” sejak dulu, sekarang dan insya Allah pada masa-masa yang akan datang. Tetapi bukan pesantren yang memberi citra kejumudan, keterbelakangan, sekularisme, fatalisme. Pesantren yang tidak statis tetapi dinamis dan modernis (Mujaddid), bahkan pesantren yang merombak citra negatif itu. Bila sifat pesantren telah tiada maka berarti khittah perjuangan Persatuan Islam yang semula dan asli telah hilang. Demikian dengan sendirinya Persatuan Islam itu sendiri akan lenyap dan tidak perlu ada lagi. Sebab garapan-garapan yang semestinya digarap oleh Persatuan Islam tidak digarap lagi dan telah atau sedang digarap oleh jam’iyah Islam lainnya. Dengan mengetahui dan menyadari bidang garapan Persatuan Islam itu, maka akan diketahuilah apa sebabnya Persatuan Islam berdiri, sekalipun pada saat berdirinya telah ada organisasi Islam lain yang mendakwakan dirinya “kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah”. Mengukur kemajuan Islam dari masa ke masa bukanlah dengan jalan menghitung jumlah anggota atau melihat jumlah harta kekayaannya semata-mata, sebagimana halnya lemaga pendidikan, maju mundurnya bukan dihitung atau dilihat dari jumlah murid dan kelasnya, melainkan harus diukur dengan nilai ilmu murid-muridnya, angkatan demi angkatan. Lihatlah pengaruh ilmu itu, betapakah dimanfaatkannya, meskipun dikembangkan oleh mereka bukan pada lingkungnnya. Demikian pula kita melihat kemajian Persatuan Islam dengan meneliti masyarakat Islam di Indonesia. Berapa banyak lagi kejumudan masih tersisa, masihkah bid’ah tegak, masihkah takhayul berlaku, masihkah syirik berjangkit, masihkah maksiat dan kemunkaran tampak? Dan oleh karena itulah Persatuan Islam, sebagai guru yang berdiri di depan kelas, tidak akan bosan menerangkan agama Islam secara “alphabetis” dari tahun ke tahun. Apabila sang guru bosan mengajarkan yang diulang-ulang dan diterangkannya setiap hari, kehidupan ini akan menjadi gelap. Dan akibatnya manusia akan kembali terperosok dan jatuh ke dalam jurang kehancuran.
Tidak ada komentar