Asuransi
A.
Pengertian Asuransi
Asuransi adalah suatu persetujuan di mana pihak yang
menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi
sebaai pengganti kerugian yang munkin akan diderita oleh yang dijamin karena
akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas. (Bukan Hukum Asuransi di
Indonesia, Wirdjono Prodjodikoro)
Di dalam pasal 246 kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) disebut bahwa asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu
premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan diderita karena
peristiwa yang tidak tentu.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan ada
3 unsur dalam Asuransi yaitu:
1.
Pihak tertanggung yakni yang mempunyai kewajiban membayar uang premi
kepada pihak penanggung baik sekaligus atau berangsur-angsur.
2.
Pihak penanggung mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang
kepada pihak tertanggung.
3.
Suatu kejadian yang semula belum jelas.
B.
Tujuan Asuransi
Tujuan asuransi adalah mengalihkan segala resiko yang
ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadi (Prof. Ny.
Emmy P. Simanjuntak, S.H.) pada (KUHD Pasal 255). Perjanjian asuransi harus
dibuat secara tetulis dalam bentuk akta yang disebut polis dan bertujuan untuk
mengatasi kesulitan jika terjadi sesuatu.
C.
Jenis-Jenis Asuransi
Berdasarkan pasal 247 KUHD menyebutkan tentang 5 macam
asuransi:
1.
Asuransi terhadap kebakaran.
2.
Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian.
3.
Asuransi jiwa (Kematian).
4.
Asuransi terhadap bahaya laut dan perbudakan.
5.
Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat dan di
sungai-sungai.
D.
Berakhirnya Asuransi
Ada 4 hal yang menyebabkan perjanjian asuransi
berkahir antara lain sebagai berikut:
1.
Karena terjadai evenemen (meninggalnya tertanggung) terhadap inilah
diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung apabila dalam jangka
waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka
penanggung berkewajiban membayar uang santunan kepada ahli warisnya/ penikmat
yang ditunjuk oleh tertanggung.
2.
Karena jangka waktu berkahir.
3.
Karena asuransi gugur.
4.
Karena asuransi dibatalkan.
E.
Takaful
Kita
pernah mendengar kata takaful, kata ini berasal dari bahasa arab; takafala
yatakaafalu secara bahasa berarti saling menjamin atau saling menanggung.
Dengan istilah ini ternyata banyak digunakan oleh negara-negara yang
mengoperasikan perusahaan takaful (Asuransi berdasarkan syari’at Islam)
diantaranya:
1.
Asuransi Sudan 1979
2.
Asuransi Islam Arab
3.
Dar-Al Maal al-Islam Genewa 1983
4.
Takaful Islam Luxemburg 1983
5.
Takaful Islam Bahamas 1983
6.
Takaful Al-Islamiyah Bahraen 1983
7.
Syarekat Takaful Malaysia
8.
Syarekat Takaful Darusalam
9.
Syarekat Takaful Indonesia
F.
Takaful Asuransi Syari’ah
Dalam kehidupan manusia senantiasa dihadapkan pada
kemungkinan terjadinya musibah seperti kematian, kebakaran, kecelakaan
kendaraan dan sebagainya walaupun itu merupakan Qodo dan Qodar Allah SWT.
tetapi perlu berikhtiar untuk berjaga-jaga memperkecil resiko yang timbul dari
bencana dan musibah tersebut. Salah satu cara menghadapi kemungkinan terjadinya
musibah itu ialah dengan cara menyimpan atau menabung uang. Tapi upaya seperti
ini kadang-kadang tidak mencukupi, karena yang harus ditanggung jauh lebih
besar dari yang diperkirakan semula maka untuk lebih selamat diadakan
peminjaman tanpa berbunga.
Perusahaan asuransi konvensional menawarkan jasa
perlindungan atau jaminan untuk musibah yang menimpa diri manusia dan harta
benda. Tetapi dalam pelaksanaanya ada beberapa hal yang melanggar syari’ah,
seperti adanya unsur gharar, maisir dan riba.
-
Unsur Gharar
Gharar adalah ketidakpastian. Dalam istilah fikih
terdapat bai’ul gharar (Jual beli secara bohong/ menipu)
قال السرخسى: أصل الغرر مايكون مستور
العاقبة
Gharar
adalah sesuatu yang tersembunyi akibatnya.
قال القرافى: أصل الغرر هو الذي لايدرى
هل يحصل أم لاكالطير فى الهواء والسمك فى الماء
Asal gharar ialah yang tidak diketahui apakah
akan diperoleh atau tidak, seperti burung di udara dan ikan di laut.
قال ابن
القيم: الغرر هو مالايقدّر على تسليمه سواء أكان موجودا أو معدوما كبيع العبد
الابق والبعير الشارة وان كان موجودا
Gharar
adalah tidak bisa diukur penerimaannya baik barang itu ada maupun tidak ada
seperti menjual hamba sahaya yang melarikan diri dan unta yang liar meskipun
ada.
قال ابن حزم: مالايدرى المشترى مااشترى
أو البائع ماباع
Pembeli tidak tahu apa yang dibeli atau penjual tidak
tahu apa yang dijual.
Dengan keterangan di atas bahwa jual beli gharar
adalah jual beli yang tidak jelas tidak yakin adanya dan batasnya di situ ada
penipuan sehingga menjadi semacam penjudian.
-
Unsur Maesir
Adalah salah satu pihak yang untung tetapi ada juga
pihak lain yang rugi.
Contoh: A
mengambil paket asuransi 10 tahun dengan besar tanggungan 10 juta, misal pada
tahun ke-4 wafat dan baru membayar premi 4 juta tetapi ahli warisnya menerima
tanggungan penuh 10 juta. Pertanyaannya dari mana, dari siapa, apa nama dan
bagaimana prosesnya tambahan itu.
Unsur maisir adalah perjudian yang mengandung
untung-untungan yang oleh Al-Quran dinilai keji dan harus dijauhi.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ
الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. Al-Maidah, 05 : 90)
-
Unsur Riba
Perusahaan asuransi konvensional melakukan usaha dan
investasi uangnya di bank-bank yang berdasarkan atas bunga (riba) investasi
semacam ini tidak dibenarkan dalam islam karena hukum riba sudah disepakati
hukumnya haram.
G.
Kesimpulan
Asuransi (takaful) adalah konsep perlindungan,
memberi jaminan, atau menolong. Selama sistemnya yang dilakukan tidak melanggar
aturan-aturan islam atau tidak ada unsur gharar, maesir dan riba.
Itu dibolehkan bahkan diharuskan.
Dan kita juga diingatkan oleh sebuah hadits riwayat
Al-Bukhari bahwa perpindahan harta benda itu harus jelas, apakah menabung,
meminjam, memberi hadiah, infaq shadakah, zakat, waris atau jual beli, atau
jual beli secara mudharabah (bagi hasil) karena pokok asal harta benda
itu haram.
ذَكَرَ أَبو بَكْرَةَ أن النَّبِيَّ
صلّى الله عليه وسلّم ...قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالكُمْ
وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ... (البخاري)
Diceritakan
oleh Abu Bakroh bahwa Nabi saw. bersadba: ...sesungguhnya darahmu, hartamu,
serta kehormatanmu di antara kalin haram... (H.R. Bukhari: 105, 1741,
3197, 4662)
Demikianlah
yang bisa disampaikan dan tentunya jauh dari kesempurnaan tapi mudah-mudahan
menjadi bahan kajian dan bahan untuk lebih hati-hati dalam persoalan materi,
karena materi adalah senjata syaitan untuk menjerumuskan bani Adam. Wallahu
A’lam Bis-sawab.
Penulis: Ust. H.M. Nurdin
(Mudirul Am Pesantren Persis 45 Rahayu)
Tidak ada komentar