Header Ads

  • NEWS UPDATE

    Membentuk Akhlaq


    Rasulullah saw. diutus untuk menyempurnakan budi pekerti dan membina akhlaq, seperti dinyatakan dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
    إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ.
    “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”. (H.R. Al-Bukhari dalam Adab Al-Mufrad dan Al-Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra X:192)
    Perilaku Rasulullah saw. sendiri berpola kepada wahyu Allah, yakni Al-Quran. Ketika Aisyah ditanya mengenai diri (akhlaq) Nabi saw. Aisyah pun mengatakan:
    فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللهِ كَانَ الْقُرْآنَ
    “Sesungguhnya akhlaq Nabi saw. itu adalah Al-Quran”. (H.R. Muslim no. 1233)
    Hadis tersebut menunjukkan bahwa Al-Quran merupakan sumber yang utama dan pertama bagi akhlaq. Hal itu dijelaskan pula dalam Al-Quran:
    وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
    “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur”. (Q.S. Al-Qalam: 4)
    Mempelajari ilmu akhlaq tidaklah hanya sekedar mengetahui mana akhlaq yang baik dan mana akhlaq yang buruk. Akan tetapi, yang terpenting ialah mengamalkan dan mempraktikan akhlaq yang luhur, sesuai dengan tuntunan Islam yang sebenar-benarnya. Akhlaq yang jelek akan sangat merugikan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.
    Mempelajari akhlaq tidak cukup dengan ilmu, sebab akhlaq hakikatnya bukan ilmu, melainkan hasil pendidikan dan latihan. Membentuk akhlaq yang baik tidak cukup karena bisa atau mampu, tapi mesti karena sudah biasa. Akhlaq yang baik tidak hanya dapat berkata-kata indah, menarik dan menyenangkan orang, melainkan harus disertai keikhlasan. Jika tidak demikian, akhlaq tersebut akan menjadi tipuan dan rayuan yang berbahaya.
    Abdul Hamid Hakim mengatakan:
    الأَخْلاَقُ: كَيْفِيَّةٌ رَاسِخَةٌ تَصْدُرُ عَنْهَا اْلأَفْعَالُ النَّفْسَانِيَّةُ بِسُهُولَةٍ مِنْ غَيْرِ رَوِيَّةٍ
    “(Akhlaq) adalah suatu bentuk atau naluri asli yang ada dalam jiwa seorang manusia yang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan spontanitas tanpa reka fikiran”. (Tahdzib Al-Akhlaq)
    Orang yang bersadaqah, menolong dan membantu sesama temannya tapi dengan hati yang berat, banyak pertimbangan, tidak dapat merasakan kenikmatannya dan jika tidak dilakukan secara spontan, maka hal itu belum menjadi khuluq bagi dirinya.
    Adapun orang yang tidak taat atau tidak setia kepada kebenaran, mengkhianati keyakinan, durhaka terhadap iman dan kepercayaannya, maka jika hal itu dilakukan dengan sangat mudah –tanpa bimbang dan ragu— dan dilakukan secara spontan, maka perbuatan itu telah menjadi akhlaq yang buruk pada dirinya.
    Suatu tindakan berkembang menjadi akhlaq bukanlah karena ilmu dan keahlian yang dimiliki, tapi karena kebiasaan, terdidik oleh lingkungan, persahabatan, bacaan, tontonan dan sebagainya. Dengan demikian jelaslah sudah, akhlaq itu bukanlah keahlian atau ilmu yang mesti dihafal di luar kepala, tapi mesti dibiasakan dan disertai keikhlasan.

    Oleh:
    Ust. Nurdin Sa'bana

    Staf Pengajar Pesantren Tahdzibul Washiyyah Bandung

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    trikblog.co.cc