Header Ads

  • NEWS UPDATE

    Asyura: Antara Sunnah & Syiah (Bagian I)


    Pada bulam Muharram terdapat satu hari yang dianggap istimewa oleh berbagai kalangan, baik umat Islam maupun di luar umat Islam. Hari yang dimaksud adalah hari Asyura, sebutan untuk tanggal 10 bulan Muharram.

    Pengertian Asyura & Sejarahnya
     Al-Qurthubi berkata:
    عَاشُوْرَاءُ مَعْدُوْلٌ عَنْ عَاشِرَةٍ لِلْمُبَالَغَةِ وَالتَّعْظِيْمِ وَهُوَ فِي الأَصْلِ صِفَةٌ لِلَّيْلَةِ الْعَاشِرَةِ لأَنَّهُ مَأْخُوْذٌ مِنَ الْعَشْرِ الَّذِي هُوَ إِسْمُ الْعَقْدِ وَالْيَوْمُ مُضَافٌ إِلَيْهَا فَإِذَا قِيْلَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ فَكَأَنَّهُ قِيْلَ يَوْمُ اللَّيْلَةِ الْعَاشِرَةِ اَلاَ إِنَّهُمْ لَمَّا عَدَلُوْا بِهِ عَنِ الصِّفَةِ غَلَبَتْ عَلَيْهِ الإِسْمِيَّةُ فَاسْتَغْنَوْا عَنِ الْمَوْصُوْفِ فَحَذَفُوْا اللَّيْلَةَ فَصَارَ هذَا اللَّفْظُ عَلَمًا عَلَى الْيَوْمِ الْعَاشِرِ
    “Kata Asyura adalah shigah mubalagah, yaitu dirubah dari kata ‘asyirah yang berfungsi untuk menyangatkan arti (mengandung makna sangat) dan mengagungkan. Pada asalnya digunakan sebagai sifat malam ke-10, karena diambil dari kata al-asyr sebagai nama bilangan puluhan, dan kata yaum disandarkan kepadanya. Bila dikatakan Yaum Asyura seolah-olah perkataan itu bermakna: Hari malam Asyirah. Ketahuilah, ketika mereka merubah kata itu dari sifat, dan didominasi oleh isim (nama), mereka mengangap cukup dengan mausuf (kata yang disifatinya), lalu membuang kata “al-lail”, sehingga kata itu menjadi nama bagi hari ke-10” (Lihat, Fath al-Bari, IV:245; Tanwir al-Hawalik, IV:326)

    Sebagian ulama berpendapat bahwa hari ke-10 bulan Muharram dinamakan Asyura karena pada hari itu Allah memuliakan 10 Nabi dengan 10 kemuliaan. Para nabi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
    Pertama, Adam (diperkirakan hidup pada 5872-4942 SM). Pada hari itu ia dimuliakan oleh Allah dengan diterima taubatnya.
    Kedua, Nuh (diperkirakan hidup pada 3993-3043 SM). Pada hari itu ia dimuliakan oleh Allah dengan diselamatkannya dari banjir besar dan bahteranya berlabuh di atas bukit Judi.
    Ketiga, Ibrahim (diperkirakan hidup pada 1997 -1822 SM). Pada hari itu ia dilahirkan.
    Keempat, Ya'qub (diperkirakan hidup pada 1837 - 1690 SM). Pada hari itu ia dimuliakan oleh Allah dengan disembuhkannya dari kebutaan.
    Kelima, Yusuf (diperkirakan hidup pada 1754 - 1635 SM). Pada hari itu ia dimuliakan oleh Allah dengan diselamatkannya dari sumur.
    Keenam, Musa (diperkirakan hidup pada 1527 - 1407 SM). Pada hari itu ia dimuliakan oleh Allah dengan diselamatkannya dari kejaran Fir’aun.
    Ketujuh, Dawud (diperkirakan hidup pada 1041 - 971 SM). Pada hari itu ia dimuliakan oleh Allah dengan diterima taubatnya.
    Kedelapan, Yunus (diperkirakan hidup pada 820 - 750 SM). Pada hari itu ia dimuliakan oleh Allah dengan diselamatkannya dari perut ikan.
    Kesembilan, Isa (diperkirakan hidup di bumi pada 1 SM – 32 M). Pada hari itu ia dilahirkan dan diangkat ke langit dalam keadaan hidup.
    Kesepuluh, Muhammad (diperkirakan hidup pada 571 – 632 M). Pada hari itu ia dimuliakan oleh Allah dengan diampuni dosa-dosanya, baik di masa lalu maupun masa mendatang.

    Sementara menurut ulama yang lain, kategori 10 Nabi itu meliputi Idris, Ayub, dan Sulaiman. Adapun bentuk pengistimewaannya sebagai berikut:
    Idris (diperkirakan hidup pada 4533 - 4188 SM). Pada hari itu ia diangkat ke langit.
    Ayyub (diperkirakan hidup pada 1540 - 1420 SM). Pada hari itu ia disembuhkan dari penyakitnya.
    Sulaiman (diperkirakan hidup pada 989 - 931 SM). Pada hari itu ia dianugerahi kekuasaan sebagai raja. (Lihat, Umdah al-Qari, XI:117-118)
    Keterangan di atas menunjukkan bahwa dilihat dari aspek kronologi Asyura memiliki rentang waktu yang cukup panjang. Meski demikian, yang akan diuraikan di sini hanya beberapa periode nabi yang diterangkan di dalam al-Quran dan Sunnah, di mulai pada masa Nabi Nuh (diperkirakan hidup pada 3993-3043 SM).

    Asyura Zaman Nabi Nuh
    Pada zaman ini, Asyura berhubungan erat dengan suatu peristiwa yang dialami oleh Nabi Nuh As., sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt. sebagai berikut:
    وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
    Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim." Q.S. Hud:44

    Peristiwa berlabuhnya kapal Nabi Nuh di atas bukit Judi terjadi pada hari Asyura sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut ini:
    عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ، قَالَ: مَرَّ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم بِأُنَاسٍ مِنَ الْيَهُودِ قَدْ صَامُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: ...وَهَذَا يَوْمُ اسْتَوَتْ فِيهِ السَّفِينَةُ عَلَى الْجُودِىِّ، فَصَامَهُ نُوحٌ وَمُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى...
    Dari Abu Huraerah, ia berkata, “Nabi saw. melewati beberapa orang Yahudi, sungguh mereka shaum hari Asyura, mereka berkata, “…Ini adalah hari di mana perahu itu (Nuh) berlabuh di atas bukit Judi, lalu Nuh dan Musa melaksanakan shaum hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah… (H.R. Ahmad, al-Musnad, II:359, No. hadis 8702)

    Kata Imam al-Qurtubi:
    إِسْتَوَتْ عَلَيْهِ فِي الْعَاشِرِ مِنَ الْمُحَرَّمِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَصَامَهُ نُوْحٌ وَأَمَرَ جَمِيْعَ مَنْ مَعَهُ مِنَ النَّاسِ وَالْوَحْشِ وَالطَّيْرِ وَالدَّوَابِ وَغَيْرِهَا فَصَامُوْهُ شُكْرًا للهِ تعالى
    “Perahu itu (Nuh) berlabuh di atasnya pada 10 Muharram, hari Asyura. Maka Nabi Nuh melaksanakan shaum (hari itu) dan ia memerintah kepada semua makhluk yang menyertainya: manusia, binatang liar, burung, dan binatang ternak, dan lain-lain, lalu mereka melaksanakan saum itu sebagai rasa syukur kepada Allah” (Lihat, Tafsir al-Qurtubi, IX:41)

    Kata Ibnu Hajar:
    وَحَاصِلُهَا أَنَّ السَّفِيْنَةَ اسْتَوَتْ عَلَى الْجُوْدِيِّ فِيْهِ فَصَامَهُ نُوْحٌ وَمُوْسَى شُكْرًا
    “Dan kesimpulannya bahwa perahu itu (Nuh) berlabuh di atas bukit Judi pada hari itu (10 Muharram), lalu Nuh dan Musa melaksanakan shaum hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah” (Lihat, Fath al-Bari, IV:248)

    Berbagai keterangan di atas menunjukkan bahwa bagi Nabi Nuh hari Asyura dianggap istimewa karena pada hari itu Allah menyelamatkan beliau dan kaumnya yang beriman dari banjir besar. Lalu Nabi Nuh melaksanakan shaum pada hari itu sebagai sebagai rasa syukur kepada Allah.
    Adapun posisi bukit judi berhadapan dengan semenanjung Ibnu Umar, yang sekarang menjadi perbatasan Suriah-Turki, di tepian sebelah timur sungai Tigris. Bukit Judi ini terlihat jelas dari daerah Ainu Diwar, Suriah. (Lihat, Athlas al-Qur’an, hal. 25)

    Asyura Zaman Nabi Musa
    Pada zaman ini, Asyura berhubungan erat dengan suatu peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa As., sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt. sebagai berikut:
    وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ
    Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. (Q.S. Al-Baqarah:49)

    Peristiwa di atas terjadi pada hari Asyura sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut ini:
    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهمَا قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هذَا قَالُوا هذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.
    Dari Ibnu Abbas berkata, Ketika Nabi Saw. tiba di Madinah, beliau medapati orang-orang Yahudi sedang melaksanakan shaum pada hari Asyura. Maka beliau bertanya mengenai hal itu, maka mereka berkata, “Pada hari ini Allah Swt. pernah menyelamatkan Nabi Musa dan bani Israil atas (kejaran) Fir’aun, maka Musa menshauminya.” Rasulullah Saw. menjawab, “Kamilah yang paling berhak dengan Musa.” Kemudian beliau shaum dan memerintah para shahabat agar menshauminya. (H.R. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, II:704, No. 1900).
    Imam al-Bukhari meriwayatkan pula dengan redaksi:
    فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْن فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ
    “Maka mereka berkata, ‘Ini adalah hari agung, yaitu hari ini di mana Allah Swt. pernah menyelamatkan Nabi Musa dan menenggelamkan Fir’aun beserta tentaranya, maka Musa menshauminya sebagai rasa syukur kepada Allah.” (Shahih al-Bukhari, III:1245, No. 3216)

    فَقَالُوا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي أَظْفَرَ اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَبَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى فِرْعَوْنَ وَنَحْنُ نَصُومُهُ تَعْظِيمًا لَهُ
    “Maka mereka berkata, ‘Ini adalah hari di mana Allah Swt. pernah memenangkan Nabi Musa dan bani Israil atas Fir’aun, dan kami menshauminya karena mengagungkannya’.” (Shahih al-Bukhari, III:1434, No. 3727)

    Hadis di atas menunjukkan bahwa bagi orang Yahudi hari Asyura dianggap istimewa karena pada hari itu Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari kejaran Fir’aun dan tentaranya. Di mana waktu itu Fir’aun dan tentaranya mati tenggelam. Lalu Musa melaksanakan shaum pada hari itu. Dan peristiwa selamatnya Nabi Musa diperingati oleh Yahudi dengan cara melaksanakan shaum Asyura.

    Asyura Zaman Nabi Isa
    حِينَ صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَنَا بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى ...
    Di saat Rasulullah Saw. shaum pada hari Asyura dan beliau memerintah shaum (kepada para sahabat) mereka berkata, “Ya Rasulullah! Sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani.” … (H.R. Muslim, Shahih Muslim, II:797, No. 1134; Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II:327, No. 2445; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IV:287, No. 8184)

    Keterangan:
    Bagi orang Nashrani hari Asyura dianggap istimewa karena pada hari itu Nabi Isa melaksanakan shaum, dan Shaum Nabi Isa merupakan kelanjutan syariat shaum Nabi Musa yang tidak dimansukh oleh syariat Nabi Isa. Karena itu orang Nashrani pun melaksanakan shaum Asyura. (Lihat, Fath al-Bari, IV:248)

    Asyura Zaman Jahiliyyah
    Jahiliyah adalah konsep dalam agama Islam yang menunjukkan masa dimana penduduk Mekah berada dalam ketidaktahuan (kebodohan). Akar istilah jahiliyyah adalah bentuk kata kerja jahala, yang memiliki arti menjadi bodoh, bodoh, bersikap dengan bodoh atau tidak peduli.
    Kemudian dalam syariat Islam memiliki arti "ketidaktahuan akan petunjuk Ilahi". Keadaan tersebut merujuk pada situasi bangsa Arab kuno, yaitu pada masa masyarakat Arab pra-Islam sebelum diutusnya seorang rasul yang bernama Muhammad. (Lihat penjelasan selengkapnya dalam I’anah al-Mustafid bi Syarah Kitab at-Tawhid, II:219)
    Oleh Ibnu Abas, masa ini disebut pula masa fatrah yang memakan waktu selama 434 tahun, dihitung sejak Nabi Isa diangkat ke langit (sekitar 32 M) hingga masa diangkatnya Muhammad saw. menjadi Nabi dan Rasul. (Lihat, Tarikh Madinah Dimasyqa, I:2)
    Bagi orang Arab Jahiliyyah, Asyura dianggap istimewa karena pada hari itu diperbarui penutup (kiswah) Ka’bah. Dan untuk melengkapi pengagungannya mereka melaksanakan shaum pada hari itu. Penjelasan tentang itu kita peroleh dari hadis berikut ini
    عَن عَائِشَةَ رَضِي الله عَنْهَا قَالَتْ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ
    Dari Aisyah, ia berkata, “Hari Asyura adalah waktunya shaum orang-orang Quraisy di zaman jahiliyah” (H.R. al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, III:1393, No. 3619)

    Pada masa ini, Nabi Muhamad saw. turut serta menshauminya karena masih mengikuti tradisi jahiliyyah. Aisyah menjelaskan:
    وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُهُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ
    “Dan Rasulullah saw. menshauminya pada masa jahiliyyah” (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II:326, No. 2442; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IV:288, No. 8192; Malik, al-Muwatha, I:299, No. 662; asy-Syafi’I, Musnad asy-Syafi’I, I:161).

    Adapun latar belakang orang jahiliyyah menghormati Asyura, dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut:
    Imam Al-‘Ainiy berkata:
    كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ يَوْمًا تُسْتَرُ فِيْهِ الْكَعْبَةُ وَكَانَتْ تُكْسَى فِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ
    Hari Asyura adalah hari ditutupnya Ka’bah. Dan ia ditutup pada setiap tahun satu kali pada hari Asyura. (Lihat, Umdah al- Qari, juz XIV:455)

    Syekh Athiyyah Muhamad bin Salim berkata:
    وَقُرَيْشٌ كَانَتْ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَتُجَدِّدُ فِيْهِ كِسْوَةَ الْكَعْبَةِ
    Orang-orang Quraisy saum pada hari Asyura dan pada hari itu (pula) mereka memperbarui kiswah Ka’bah. (Lihat, Syarh Bulughul Maram, VII:153)

    Dr. Jawwad Ali berkata:
    أَنَّ قُرَيْشًا كَانَتْ تُعَظِّمُ هذَا الْيَوْمَ، وَكَانُوْا يَكْسُوْنَ الْكَعْبَةَ فِيْهِ، وَصَوْمُهُ مِنْ تَمَامِ تَعْظِيْمِهِ
    Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengagungkan hari ini, dan pada hari itu mereka menutup ka’bah, dan melaksanakan saum karena melengkapi pengagungannya. (Lihat, Al-Mufashal fi Tarikh al-‘Arab Qabl al-Islam, XVI:114)


    Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    trikblog.co.cc