Manajemen Syukur
Ada dua istilah di
dalam ajaran Islam yang digunakan untuk menunjukan wujud dari sifat ar-rahman
dan ar-rahim-Nya Allah (Maha Pengasih & Penyayang Alla). Yang pertama
disebut nikmat, yang kedua disebut musibat. Namun dalam pandangan manusia kedua
istilah ini dipersepsikan berbeda. Istilah pertama menggambarkan kebahagiaan,
kemudahan, suka cita, dan kesuksesan. Sedangkan istilah kedua menggambarkan
kesedihan, kesusahan, duka cita, dan kegagalan.
Karena itu, menurut tabi’atnya manusia selalu menginginkan
kenikmatan dan tidak menghendaki kesusahan. Sifat dan tabi’at ini telah
digambarkan oleh Allah di dalam surat al-Ma’arij:19-21
{ إِنَّ
الإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا }. { إِذَا مَسَّهُ الشَّرُ جَزُوْعًا }. { وَإِذَا
مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا }
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir
(19); Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah (20); dan apabila ia
mendapat kebaikan ia amat kikir (21).
Ayat ini dengan jelas menggambarkan sifat dan tabi’at manusia,
yaitu apabila ditimpa kesusahan dan kekurangan, mereka takut, gelisah dan tidak
menerima. Tetapi ketika diberi kenikmatan, baik berupa harta maupun kesuksesan
karir, mereka sama-sekali tidak ingat siapa sebenarnya yang memberikan
semua itu.
Karena itu bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang yang
beriman kepada Allah ketika menghadapi dua keadaan tersebut?
Bagi orang beriman, kedua keadaan ini merupakan uji kualifikasi
keimanan kita. Apakah ketika diberikan kenikmatan akan syukur ataukah kufur?
Sedangkan ketika terkena musibat, apakah akan sabar atau putus asa? Di dalam
surat al-Anbiya:35 dijelaskan bahwa ujian Allah yang diberikan kepada manusia
itu tidak hanya berupa kegagalan tetapi juga berupa kesuksesan
كلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan
hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Al-Anbiya:35
Namun sebenarnya ujian dalam bentuk kenikmatan, kebahagiaan, dan
kesuksesaan jauh lebih berat dibandingkan ujian dalam bentuk kesusahan dan
kegagalan. Karena itu tidak sedikit manusia yang mampu istiqamah ketika diuji
oleh kesusahan, namun lupa diri ketika diuji oleh kesenangan, bahkan dia tidak
menyadari bahwa kesenangan itu juga merupakan ujian dari Allah. Sehubungan
dengan itu Umar bin Khatab pernah menytakan: “Apabila kita diuji dengan
kesusahan, kami mampu sabar. Tapi ketika diuji dengan kesenangan kita tidak
sadar”
Yang paling berat adalah menghilangkan rasa ujub, sombong dalam
diri kita, karena seolah-olah kebahagian dan kesuksesan itu diciptakan oleh dia
sendiri, semata-mata hasil prestasi manusia. Agar kita tidak termasuk
orang-orang yang ujub, sombong di hadapan Allah, maka ada beberapa hal yang
diajarkan oleh Islam kepada kita ketika mendapatkan kenikmatan
Pertama, ketika mendapatkan kenikmatan, kebahagian, dan kesuksesan kita
diwajibkan untuk bersyukur. Apa sih yang namanya syukur itu? Syukur
adalah “Tashawwurun ni’mati wa izhharuha” artinya “Gambaran dalam
benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan” Menampakkan nikmat antara
lain mempergunakan kenikmatan itu pada tempat dan sesuai dengan yang
dikehendaki oleh Allah sebagai pemberi nikmat itu.
Dengan demikian syukur menurut Islam mencakup tiga aspek:
1. Bersyukur dengan hati
Yaitu mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat yang
diperoleh bersumber dari Allah. Dan tidak ada seorang pun yang dapat memberikan
kenikmatan itu selain Allah. Sebagai contoh: Ketika lahir ke dunia manusia
tidak tahu apa-apa. Lalu oleh Allah diberi pendengaran, penglihatan dan hati.
Coba perhatikan Udara segar yang kita hirup setiap waktu, cahaya matahari yang
menjadi sumber energi, terangnya bulan pada malam hari, gunung-gunung yang
menjulang tinggi dengan kekayaan alamnya, air yang selalu mengalir untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia; itu semua adalah sebagian kecil dari
nikmat-Nya. Demikian pula denyut jantung yang mengalirkan darah keseluruh
tubuh, paru-paru yang selalu mengisap udara segar dan mengeluarkan udara kotor,
ginjal yang senantiasa bekerja tanpa mengenal lelah; itu semua adalah anugerah
ilahi, yang kesemuanya bekerja di luar pengawasaan kita, termasuk proses
pencernaan makanan yang masuk perut kita.
2. Bersyukur dengan lidah
Yaitu mengucapkan al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin, artinya
segala puji bagi Allah tuhan pengurus alam semesta ini. Ucapan ini menunjukkan
bahwa kekuasaan kita terhadap alam semesta itu tidak absolut. Kepintaran kita
belum ada apa-apa dibanding ilmu Allah. Kekuatan kita belum sebarapa
dibandingan dengan kekuasaan Allah. Contoh berkedip, siapa yang sanggup menahan
kedipan agar tidak berkedip. Siapa yang mampu melawan rasa ngantuk ketika sudah
waktunya untuk tidur.
3. Bersyukur dengan amal
perbuatan, Di antara bentuknya
a. mempergunakan anggota tubuh dalam melakukan
hal-hal yang positif yang diridhai Allah. Ketika anggota tubuh dipakai maksiat,
maka dia sebenarnya tidak mau. Karena dia diciptakan oleh Allah guna kebaikan
diri dan manusia pada umumnya, bukan untuk kemaksiatan.
b. Menggunakan harta sesuai ajaran Islam dan
menafkahkannya di jalan Allah
c. Jika nikmat itu berupa ilmu, ia akan
memanfaatkan ilmu itu untuk keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan
manusia, bukan membinasakan dan menghancurkan kehidupan manusia.
d. Ringkasnya, syukur dengan amal perbuatan
itu berarti melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan Allah, di
antaranya yang sering terlupakan oleh kita adalah sujud syukur, tidak perlu
wudhu, tidak perlu menghadap kiblat, tanpa pelu membaca apapun.
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Tidak ada komentar