KAJIAN ANALISIS HADITS POSISI SEDEKAP DALAM SHALAT (Tela’ah Kritis Derajat Hadits Terkait Posisi Sedekap dalam Shalat)-Bagian ke-2
2. POSISI BERSEDEKAP KETIKA SHALAT
A. Bersedekap meletakkan tangan di dada
dalil yang digunakannya adalah hadits dari Wa’il bin Hujr radliyallaahu ‘anhu. Hadits Wa’il memiliki 2 jalur periwayatan:
صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ووضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
“Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri di dadanya” [15]
Lengkap sanadnya:
1. Shahih Ibn Khuzaimah no. 468
(468)- نا أَبُو مُوسَى، نا مُؤَمَّلٌ، نا سُفْيَانُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، قَالَ: " صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ "
Jarh Ta’dil:
Sanad hadits ini dha’if karena adanya perawi Muammal bin Ismail
Jarh Ta’dil
- Ibnu Ma’in berkata : “Tsiqah”. Abu Haatim berkata : “Shaduuq (jujur), kuat berpegang pada sunnah, namun banyak salahnya”. [16]
- Ibn Hibban memasukannya dalam Ats-Tsiqot, kemudian ia menyebutkan: Terkadang dalam ia banyak kesalahan. [17]
- Al-Bukhariy berkata: “Munkarul-hadiits”. [18]
- Al-Haafizh Ibn Hajar berkata: Shaduq jelek hafalan. [19]
- Adz-Dzahabi berkata: Haafizh, namun banyak kelirunya. [20]
- Abu Dawud mengagungkan dan meninggikannya, namun ia (Mu’ammal) telah keliru pada suatu hal. [21]
- Ahmad bin Syu’aib An-Nasai berkata: Tsiqah namun banyak salahnya. [22]
- Ibnu Hibban menyebutkanya dalam Ats-Tsiqaat, namun kemudian memberikan komentar. “Terkadang salah”. [23]
- Abu Zur’ah berkata : “Dalam haditsnya banyak kesalahan”. [24]
- Muhammad bin Nashr Al-Marwaziy berkata : “Muammal itu, apabila bersendiri (dalam meriwayatkan) satu hadits, maka wajib untuk dihentikan dan tetap di situ, karena ia seorang yang lemah hafalannya dan banyak keliru”.[25]
- Zakariya bin Yahya As-Saaji berkata: Shaduq, banyak salahnya dan banyak kelirunya (Lahu Auham)[26]
2. Sunan Kubra Al-Baihaqi no. 2.131
(2131)- أَخْبَرَنَا أَبُو سَعْدٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الصُّوفِيُّ، أنبأ أَبُو أَحْمَدَ بْنُ عَدِيٍّ الْحَافِظُ، ثنا ابْنُ صَاعِدٍ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ حُجْرٍ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَائِلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أُمِّهِ، عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، قَالَ: " حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ إِذَا أَوْحِينَ نَهَضَ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَدَخَلَ الْمِحْرَابَ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ بِالتَّكْبِيرِ، ثُمَّ وَضَعَ يَمِينَهُ عَلَى يُسْرَاهُ عَلَى صَدْرِهِ
Jarh Ta’dil
Sanad hadits ini dha’if karena adanya perawi lemah:
1. Ummihi (Ibunya)
Sa’id menerima dari bapaknya, ia menerima dari Ibunya.
Ibunya tidak diketahui siapa nama atau tarjamahnya (mubham)
2. Abdil Jabbaar bin Wa’il
Dia rawi tsiqah, periwayatannya sedikit namun beliau memursalkan hadits pada bapaknya karena tidak liqo. Dengan itulah Ibn Hibban memberikan komentar : siapasaja yang mengira ia mendengar dari bapaknya, maka sungguh ia telah keliru.
Lebih heran, disini ia menerima dari Ibunya. Dan ibunya tidak diketahui baik namanya, muridnya, gurunya, dan seluruh tentang beliau tertutup (mubham). Lengkapnya bisa dilihat kembali pembahasan yang sudah kami bahas di atas.
3. Sa’id bin Abdil Jabbaar biin Wa’il
- Al-Bukhari berkata : Fiihi Nazhar. Ketika imam Bukhari berkata demikian, itu artinya rawi tersebut tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak bisa dijadikan penguat. [27]
- Al-Haafizh Ibn Hajar berkata dalam Taqriibnya: Dhaiif, Muslim bin Hajjaj berkata : Matruukul Hadiits dan Yahya bin Ma’in berkata: Tidak terdapat padanya ketsiqahan. [28]
Kedua hadits ini tidak bisa saling menguatkan karena Muammal dan Sa’id menduduki jarh yang berat.
KESIMPULAN
Hadits yang menerangkan tentang posisi sedekap di shadr ini tidak ada yang shahih. Kedhaifannya ada pada rawi Mu’ammal, dalam riwayat lain terdapat rawi Sa’id dari ayahnya (Abdul Jabbar), ia menerima dari Ibunya.
1. Terdapat tautsiq baginya diantaranya Ishaq bin Rahawaih dan Yahya bin Ma’in. Namun Adz Dzahabi menjelaskan: “Abu Hatim berkata: ‘Ia shaduq, tegar dalam sunnah, namun sering salah’. Sebagian ulama mengatakan bahwa kitab-kitabnya dikubur, lalu ia menyampaikan hadits dengan hafalannya sehingga sering salah”. Ibnu Hajar juga mengatakan: “Shaduq, buruk hafalannya”. Lebih keras lagi Jarh imam Al-Bukhari dengan ungkapan Munkarul Hadits.
2. Dengan statusnya yang shaduq, banyak keliru, jelek hafalan dan munkarul hadits ditambah ia tafarrud dalam meriwayatkan hadits ini.
3. Periwayatan Mu’ammal dari Sufyan Ats Tsauri bermasalah.
4. Periwayatan Mu’ammal menyelisihi para perawi lain yang tsiqah yang meriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri dengan tanpa tambahan lafadz عَلَى صَدْرِهِ (pada dadanya/ ulu hatinya). Menunjukkan riwayat ini syadz dan Munkar.
5. Kemudian dalam Sunan Kubro Al-baihaqi terdapat rawi said yang menerima dari ayahnya (Abdul Jabbar), ia menerima dari Ibunya. Ketiga rawi ini diperselisihkan.
[15] Shahih Ibn Khuzaimah no. 468
Robi’ Permana (Abu Quthbie)
Anggota Pusat Kajian Hadits PP Pemuda Persatuan Islam
[15] Shahih Ibn Khuzaimah no. 468
[16] Mizanul I’tidal 6/571
[17] Ats-Tsiqot 9/187
[18] Mizanul I’tidal 6/571
[19] Tahdzibu At-Tahdzib 10/380
[20] Mizanul I’tdal 4/228
[21] lihat selengkapnya dalam Tahdziibut-Tahdziib 10:380-381 no. 682 dan Miizaanul-I’tidaal 4/228-229 no. 8949 dan At-Taqriib hal. 987 no. 7078
[22] idem
[23] idem
[24] idem
[25] idem
[26] idem
[27] Tarikh Al-Kabir 3/1651
[28] Lihat lengkapnya di sualat ibn mahraz tarjamah no. 71, dhu’afa an-nasai pada tarjamah nomor 260, al-jarhu wa ta’dil tarjamah nomor 185, ats-tsiqat Ibn Hibban 1/159, Al-Kamil Ibn ‘Addi 3/45, Dhu’afa Ibn Jauzi hal. 64, Mizanul I’tidal 2/3225, Al-Mughni 1/2431, Diiwanu Adh-Dhu’afa tarjamah nomor 1629, At-Tahdzib Ibn Hajar 4/53 dan Al-Khulashah Al-Khajrazi 1/2489.
Tidak ada komentar