Mu'awiyah Mati Tidak dalam Keadaan Islam (Haditsnya Dhoif)
Hadits ke-1
أنساب
الأشراف - (ج 2 / ص 121)
وحدثني
عبد الله بن صالح حدثني يحيى بن آدم عن شريك عن ليث عن طاووس عن عبد الله بن عمرو
قال: كنت جالساً عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يطلع عليكم من هذا الفج رجل
يموت يوم يموت على غير ملتي، قال: وكنت تركت أبي يلبس ثيابه فخشيت أن يطلع، فطلع
معاوية
”akan datang dari
jalan besar ini seorang laki-laki yang mati pada hari kematiannya tidak berada
dalam agamaku”. Aku berkata “Ketika itu, aku telah meninggalkan ayahku
yang sedang mengenakan pakaian, aku khawatir kalau ia akan datang dari jalan
tersebut, kemudian datanglah Muawiyah dari jalan tersebut”.
SUSUNAN SANAD
1. Ibn 'Amr
2. Thoowus
3. Laits
4. Syariik
5. Yahya bin Adam
6. Abdullooh bin
Shoolih
7. Mukhorrij (Al
Baladzuri)
KETERANGAN
Hadits ini sangat
dhaif dan munkar. Kedhaifannya terletak
pada rawi Syarik, dan
Laits.
BERIKUT PENJELASAN
ULAMA JARH TA'DIL TERKAIT RAWI LAITS
Laits (w. 138/143
H): Ia adalah Ibnu Abi Sulaim bin Zunaim Al-Qurasyi Abu Bakr/Bukair Al-Kuufiy.
Telah dilemahkan oleh jumhur muhadditsiin.
Imam Ahmad berkata: “Laits
bin Abi Sulaim, mudhthoribul-hadits. Akan tetapi orang-orang meriwayatkan
hadits darinya” [Al-‘Ilal, no. 2691, tahqiq & takhrij: Dr.
Washiyulah ‘Abbaas, Daarul-Khaaniy, Cet. 2/1422; dan
Adl-Dlu’afaa’ lil-‘Uqailiy hal. 1187 no. 1572].
Jariir berkata
ketika ditanya tentang Laits, ‘Atho’ bin As-Saaib, dan Yaziid bin
Ziyad: “Yaziid adalah paling baik di antara mereka dalam kelurusan
haditsnya, kemudian ‘Atho’ bin As-Saaib. Adapun Laits, paling banyak
bercampurnya (kacau)”. Imm Ahmad pun menyetujui apa yang dikatakan Jariir
ini [Al-‘Ilal, no. 5684 dan Adl-Dlu’afaa’ lil-‘Uqailiy hal. 1187 no.
1572].
Ibnu Haani’ berkata:
Ahmad bin Hanbal “Laits tidak kuat (laisa bil-qowi), sedangkan
Handholah lebih kokoh daripada Laits” (Suaalaat Ibni Haani’, no.
1051 – melalui Mausuu’ah Aqwaal Al-Imam Ahmad fii Rijaalil-Hadiits
wa‘Ilalihi oleh As-Sayyid Abul-Ma’aathiy An-Nuuriy & Ahmad bin ‘Abdirrazzaaq ‘Ied
& Mahmuud bin Muhammad Khaliil, 3/208; Daaru ‘Aalamil-Kutub, 1/1417).
Al-Marruudziy
pernah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang Laits bin Abi Sulaim, lalu ia
menjawab: “Laisa huwa bi-dzaaka” (Suaalaat Al-Marruudziy, no.
137 – melalui Mausuu’ah Aqwaal Al-Imam Ahmad fii Rijaalil-Hadiits wa ‘Ilalihi,
3/208)
Ja’far bin Abaan
berkata: “Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang Laits bin Abi
Sulaim, lalu ia menjawab: Dho’iiful-hadiits jiddan (Banyak salahnya)” [Al-Majruuhiin,
2/238 no. 903, tahqiq: Hamdiy bin ‘Abdil-Majiid As-Salafiy;
Daarush-Shumai’iy, Cet. 1/1420].
Ad-Daaroquthni berkata: “Tidak
kuat (laisa bi-qawiy)” (As-Sunan, 2/191 – melalui
mausu’ah Aqwaal Ad-Daaruquthniy fii Rijaalil-Hadiits wa ‘Ilalihi, hal. 536
no. 2860; Daaru ‘Alaamil-Kutub, Cet. 1/1422)
Yahyaa bin Ma’iin
pernah ditanya tentang Al-Hajjaaj bin Arthoh dan Laits bin Abi Sulaim, apakah
keduanya ditulis haditsnya, lalu ia menjawab: “Ya” (Ma’rifatur-Rijaal,
1/84 no. 279, tahqiq: Muhammad bin Kaamil Al-Qashshaar). Di lain kesempatan ia berkata: “Mujaalid lebih aku senangi daripada Laits dan Hajjaaj bin
Arthaah” (Adl-Dlu’afaa’ lil-‘Uqailiy, hal. 1188).
Yahyaa bin Sa’iid
tidak meriwayatkan hadits dari Laits bin Abi Sulaim` (Al-Majruuhiin, hal.
238 & Adl-Dlu’afaa’ lil-‘Uqailiy, hal. 1188).
Ayyuub tidak
meriwayatkan hadits Thowus karena ia diriwayatkan salah satunya melalui
perantaraan Laits bin Abi Sulaim (Adh-Dhu’afaa’ lil-‘Uqailiy, hal.
1187).
An-Nasaa’iy berkata: “Dho’iif” (Adh-dhu’afaa’ wal-Matruukuun
no. 511).
Utsman bin Abi
Syaibah berkata: “Tsiqah shaduuq, namun tidak bisa dijadikan hujjah” (Taariikh
Asmaa’ Adl-Dlu’afaa’ wal-Kadzdzaabiin li-Ibni Syaahin)
Al-Bukhaariy
berkata: “Shaduuq” (‘Ilal At-Tirmidzi Al-Kabiir). Di
lain kesempatan Al Bukhori berkata: “Shuduuq, namun ia sering keliru
dalam sesuatu” [Jaami’ At-Tirmidziy no. 2801].
Al-‘Ijliy berkata: “Jaaizul-hadiits…..
laa ba’sa bih” [Ma’rifatuts-Tsiqaat, 2/231 no. 1567].
Al-Bazzaar berkata: “Laits idhthirob, dan mengalami ikhtilath” ([Kasyful-Astaar, 1/473)
Abu Ma’mar berkata
bahwa Ibnu ‘Uyainah tidak memuji hapalan Laits bin Abi Sulaim (Al-Jarh
wat-Ta’diil, 7/178). Abu Haatim dan Abu Zur’ah berkata: “Mudhthoribul-hadiits”.
Di lain kesempatan Abu Zur’ah berkata: “Layyinul-hadiits”. (Al-Jarh wat-Ta’diil, 7/178)
Ibnu Hajar berkata: “Shuduuq,
namun hapalannya banyak tercampur” [At-Taqriib, hal. 817818 no. 5721].
Adz-Dzahabiy
berkata: “Hasanul-hadiits. Orang yang mendho’ifkannya hanyalah karena
faktor ikhtilah (tercampur hapalan)-nya di akhir umurnya” (Diwaan
Adh-Dhu’afaa)
KESIMPULAN
Memperhatikan
pemaparan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa Laits adalah seorang yang lemah
dari sisi hapalannya, hingga kelemahannya itu banyak memunkarkan hadits dan
haditsnya Idhtirob, lebih dari itu hadits yang bersumber dari Laits
tidak bisa d jadikan hujjah.
Lebih jelas lagi
pada jalur ini Laits menerima dari Thowus, dan Imam Adz-dzahabi mengingkari
terhadap pererimaan ini dengan menukil ucapan 'Abdul Maalik Abul Hasan Al
Maimuunii:
قال عبد
الملك أبو الحسن الميموني : سمعت يحيى ذكر ليث بن أبي سليم فقال : ضعيف الحديث عن
طاوس ، فإذا جمع طاوسا وغيره ، فالزيادة هو ضعيف .
Abdul Maalik Abul
Hasan Al Maimuuni berkata: Aku mendengar Yahya menjelaskan tentang Laits bin
Abii Sulaim, ia berkata (Laits) haditsnya dhaif ketika menerima dari Thoowus,
dan jika menyebut Thowuus dan perawi lain (pada satu sanad), maka Laits adalah
yang lemah.
hal serupa di
ungkap oleh Al Barqoonii:
وقال
البرقاني: سألت الدارقطني عنه، فقال: صاحب سنة يخرج حديثه . ثم قال: إنما
أنكروا عليه الجمع بين عطاء وطاوس ومجاهد حسب(سير أعلام النبلاء » الطبقة الرابعة » ليث بن أبي سليم)
Al Barqoonii
berkata: Aku bertanya kepada Addaaroquthni mengenai Laits, ia menjawab shoohib
sunnah haditsnya dicatat (tanpa digunakan sebagai hujjah), kemudian ia berkata para
ulama mengingkari penggabungan (beliau) antara 'Atho, Thowus dan Mujahid. (Siyar A'lam
Annubala Imam Adz-Dzahabi).
BERIKUT PENJELASAN ULAMA JARH
TA'DIL TERKAIT RAWI SYARIIK
Syariik (w. 178 H):
Ia adalah Ibnu ‘Abdillah bin Al-Haarits bin Syariik An-Nakho’i Al-Kuufii.
Ahmad berkata: “Syariik
bin ‘Abdillah tsiqah lagi shaduuq. Namun jika ada perselisihan (dalam
periwayatan), maka orang yang menyelisihinya lebih aku senangi daripada
Syariik”. Perkataan semisal ini juga ter-nukil dari Ibnu Ma’iin (Al-Kaamil,
5/12, tahqiq & ta’liq: ‘Aadil Ahmad ‘Abdul-Maujuud
& ‘Aliy Muhammad Mu’awwidl; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah).
Yahya bin Ma’iin
berkata: “Syariik tsiqah, ia lebih aku senangi daripada Abul-Ahwash dan
Jariir” [Tariikh Baghdaad 10/387)
Ada beberapa
riwayat lain dari Ibnu Ma’iin yang men-tsiqah-kannya. Abu Haatim berkata: “Syariik,
tidak boleh berhujjah dengan haditsnya”. Ibraahiim bin Ya’quub
Al-Juuzajanii berkata: “Syariik bin ‘Abdillah jelek hapalannya,
mudhthoribul-hadiits”.
Ya’quub bin Syaibah
berkata: “Tsiqah, jujur, shohih dalam (periwayatan) kitabnya, namun
buruk hapalannya hingga mudltharib”.
Abu ‘Aliy
Shaalih bin Muhammad berkata: “Jujur. Namun ketika ia menjabat sebagai
Qodhi, goncang hapalannya”.
As-Saajii berkata: “Aku
tidak pernah mendengar Yahya bin Sa’iid Al-Qaththoon dan ‘Abdurrohman bin
Mahdii meriwayatkan hadits sedikitpun darinya”. Ibnul-Mubaarak berkata: “Haditsnya
Syariik tidak ada apa-apanya”.
Ibrohiim bin Sa’iid
Al-Jauharii berkata: “Syariik telah keliru dalam 400 hadits”. Hafsh
bin Ghiyats bekata: “Syariik adalah
orang yang paling mirip dengan Al-A’masy”. As-Sa’diy berkata: “Syariik bin ‘Abdillah jelek hapalannya, mudhthoribulhadiits” (lengkapnya dlm Al-Kaamil,
5/10-14 no. 888).
Yahya bin Sa’iid mengatakan bahwa Syariik adalah orang yang tercampur hapalannya. ‘Isa bin Yunus berkata: “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih
wara’ dalam ilmunya dibandingkan Syariik”. Abu Zur’ah berkata: “Syariik banyak
haditsnya, shoohibul-wahm, dan kadang-kadang keliru” (Al-Jarh
wat-Ta’diil 4/366 & 367).
Abu Haatim berkata: “Jelek
hapalannya” (Al-‘Ilal 3/29-30 no. 668)
Al-‘Ijliy berkata: “Orang Kuffah yang tsiqah, hasanul-hadiits” (Ma’rifatuts-Ats-Tsiqaat). Ibnu Sa’d berkata: “Tsiqah ma’muun,
banyak haditsnya, namun banyak salahnya” (Ath-Thabaqaat, 6/379)
Ibnu Hajar berkata: “Jujur,
banyak salahnya”. (At-Taqriib, hal.
436 no. 2802).
Imam Adz-Dzahabi
memasukkanya dalam jajaran perawi lemah pada bukunya Al-Mughni fidh-Dlu’afaa.
KESIMPULAN
Pada dasarnya,
Syariik adalah perawi yang jujur dan terpercaya (shuduq tsiqoh), namun
hafalannya buruk (su-ul khifzhi), terutama lebih buruk lagi
setelah ia memegang jabatan menjadi qodhi, hingga riwayatnya
dilemahkan jumhur muhadditsiin dan sesuai kesepakatan ulama jarh
ta'dil, kesendiriannya dalam periwayatannya adalah tertolak dan tidak bisa
dijadikan hujjah.
Ibnu Qudamah sudah
sangat tepat menilai jalur ini cacat. Sebagaimana diungkap dalam riwayat Al
Kholaal:
وقد وقع
اضطراب في سند هذا الحديث كما في "المنتخب من علل الخلال" لابن قدامة" وسألت أحمد، عن حديث شريك، عن ليث، عن طاوس، عن عبد الله بن عمرو، قال: قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: "يطلع عليكم رجل من أهل النار" فطلع
معاوية قال : إنما رواه ابن طاوس، عن أبيه، عن
عبد الله بن عمرو أو غيره، شك فيه
Aku pernah bertanya
kepada Ahmad tentang hadits Syariik, dari Laits, dari Thowuus, dari ‘Abdullah
bin ‘Amr, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah SAW: Akan
muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni neraka. Lalu
muncullah Mu’awiyyah”.
Imam Ahmad berkata:
“Hadits itu hanyalah diriwayatkan oleh Ibnu Thowuus, dari ayahnya,
dari ‘Abdulloh bin‘Amr atau selainnya”, ia ragu-ragu dalam penyebutannya”
(Al-Muntakhab minal-‘Ilal lil-Kholaal oleh Ibnu Qudaamah)
Hadits ke-2
أنساب
الأشراف - (ج 2 / ص 120)
وحدثني
إسحاق وبكر بن الهيثم قالا حدثنا عبد الرزاق بن همام انبأنا معمر عن ابن طاوس عن
أبيه عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال: كنت عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال:
يطلع عليكم من هذا الفج رجل يموت على غير ملتي، قال: وكنت تركت أبي قد وضع له
وضوء، فكنت كحابس البول مخافة أن يجيء، قال: فطلع معاوية فقال النبي صلى الله عليه
وسلم : هو هذا.
Dari Abdullah bin
Amr bin 'Ash ia berkata: Aku duduk bersama Nabi SAW kemudian Beliau bersabda
”akan datang dari jalan besar ini seorang lelaki yang mati pada hari
kematiannya tidak berada dalam agamaku”. Aku berkata “Ketika itu, aku telah
meninggalkan ayahku yang sedang mengenakan pakaian, aku khawatir kalau ia akan
datang dari jalan tersebut, kemudian datanglah Muawiyah dari jalan tersebut” (Ansab Al
Asyraf Al Baladzuri 2/120)
SUSUNAN SANAD
1. 'Abdullooh bin 'Amr bin 'Ash
2. Thowus
3. Abdulloh bin Thowus
4. Ma'mar
5. Abdurrozaq
6. Ishaq bin Ibroohim Addabri dan Bakr bin Haitsam
PENJELASAN
Susunan sanad ini
seperti baik, namun jika kita perhatikan, susunan sanad ini sangat rusak, ma'lul,
idhtirob, syadz sangat parah.
BERIKUT PENJELASAN
ULAMA JARH TA'DIL
1. ‘Abdurrozaaq
bin Hammaam Ash-Shon’ani (120-211 H).
Para nuqod
(kritikus hadits) telah banyak memberikan komentar pada Abdurrozaaq. berikut di antara komentar Al-Hafizh al-Mizzi:
و قال
أبو زرعة الدمشقى ، عن أبى الحسن بن سميع ، عن أحمد بن صالح المصرى : قلت لأحمد بن
حنبل: رأيت أحدا أحسن حديثا من عبد الرزاق ؟ قال: لا. قال أبو زرعة: عبد الرزاق
أحد من ثبت حديثه
Abu Zur’ah
ad-Dimsayqi berkata: Dari Abul Hasan bin Sami’, dari Ahmad bin Shalih al-Mishri
(berkata): Aku berkata kepada Ahmad bin Hanbal: ”Adakah kau pandang ada
orang yang lebih baik haditsnya daripada ’Abdurrazaq?” beliau menjawab: ”tidak”.
Abu Zur’ah berkata: ”Abdurrazaq adalah salah seorang yang tsabat (mantap/ kuat) haditsnya.”
و قال
الأثرم : سمعت أبا عبد الله يسأل عن حديث النار جبار ؟ فقال : هذا باطل ليس من هذا
شىء . ثم قال : و من يحدث به عن عبد الرزاق ؟ قلت : حدثنى أحمد ابن شبويه . قال :
هؤلاء سمعوا بعدما عمى ، كان يلقن فلقنه ، و ليس هو فى كتبه و قد أسندوا عنه
أحاديث ليس فى كتبه كان يلقنها بعدما عمى . و قال حنبل بن إسحاق ، عن أحمد بن حنبل
نحو ذلك ، و زاد : من سمع من الكتب فهو أصح .
Abu Bakr al-Atsram
berkata: Aku mendengar Abu ’Abdillah (Imam Ahmad) bertanya tentang hadits
neraka Jabbar. Lantas beliau (Imam Ahmad) berkata: ”Ini batil tidak ada
sesuatupun dari hal ini”. Kemudian beliau berkata: ”Siapa yang
menceritakan hal ini dari ’Abdurrazaq?” Aku berkata: Menceritakan padaku Ahmad bin Syibawaih.
Beliau berkata: ”Mereka ini mendengar setelah dia (’Abdurrazaq) buta. Dia
(’Abdurrazaq) mendiktekannya lalu mereka mendengarkannya padahal tidak ada hal
ini di dalam buku-bukunya. Mereka telah meyandarkan padanya hadits-hadits yang
tidak ada di dalam bukunya, ia mendiktekannya setelah ia mengalami
kebutaan.” Berkata Hanbal bin Ishaq dari Ahmad bin Hanbal yang serupa
dengan di atas, dan ditambakan (oleh Imam Ahmad): ”Barangsiapa yang
mendengarnya dari buku-bukunya maka ini lebih shahih.”
و قال
أبو زرعة الدمشقى: قلت لأحمد بن حنبل : كان عبد الرزاق يحفظ حديث معمر؟ قال:
نعم. قيل له: فمن أثبت فى ابن جريج عبد الرزاق أو محمد بن بكر البرسانى؟ قال :
عبد الرزاق .
Berkata Abu Zur’ah
ad-Dimasyqi: Aku berkata kepada Ahmad bin Hanbal: ”Apakah ’Abdurrazaq mengahafal
haditsnya Ma’mar?” beliau menjawab: “iya”. Ada yang bertanya pada beliau: ”Mana
yang lebih tsabat (mantap periwayatannya) dari Ibnu
Juraij, ’Abdurrazaq-kah ataukah Muhammad bin Bakr al-Barsaani?” beliau
menjawab: ”’Abdurrazaq”.
قال: و
أخبرنى أحمد بن حنبل، قال: أتينا عبد الرزاق قبل المئتين و هو صحيح البصر و من
سمع منه بعدما ذهب بصره، فهو ضعيف السماع
Abu Zur’ah berkata: Ahmad bin Hanbal memberitakan kepadaku: ”Kami mendatangi ’Abdurrazaq sebelum 200 H dan beliau
dalam keadaan sehat matanya. Barangsiapa yang mendengarkan darinya setelah
hilang pengelihatannya (buta) maka sima’ (pendengaran)-nya berstatus
lemah.
وقال
عباس الدورى، عن يحيى بن معين: كان عبد الرزاق فى حديث معمر أثبت من هشام بن
يوسف، وكان هشام بن يوسف فى حديث ابن جريج أثبت من عبد الرزاق، وكان أقرأ
للكتب، وكان أعلم بحديث سفيان الثورى من عبد الرزاق
’Abbas ad-Dauri
berkata dari Yahya bin Ma’in, (beliau berkata): “’Abdurrazaq di dalam
periwayatan hadits Ma’mar itu lebih mantap daripada Hisyam bin Yusuf, namun
Hisyam bin Yusuf itu di dalam periwayatan hadits Ibnu Juraij lebih mantap daripada
’Abdurrazaq. Aku pernah membaca buku-bukunya dan aku mengetahui
hadits Sufyan ats-Tsauri itu dari ’Abdurrazaq.”
وقال
يعقوب بن شيبة، عن على ابن المدينى، قال: لى هشام بن يوسف: كان عبد الرزاق
أعلمنا وأحفظنا. قال يعقوب: و كلاهما ثقة ثبت
Ya’qub bin Syaibah
berkata, dari ’Ali ibnul Madini (beliau berkata): Berkata Hisyam bin Yusuf
kepadaku: ”’Abdurrazaq itu orang yang lebih ’alim dan hafizh daripada kami.” Ya’qub
berkata: Keduanya (yaitu Hisyam bin Yusuf dan ’Abdurrazaq) adalah
sama-sama tsiqoh tsabt.
وقال
الحسن بن جرير الصورى، عن على بن هاشم: قال عبد الرزاق: كتب عنى ثلاثة لا أبالى
أن لا يكتب عنى غيرهم; كتب عنى ابن الشاذكونى، وهو من أحفظ الناس، وكتب عنى
يحيى بن معين وهو من أعرف الناس بالرجال، وكتب عنى أحمد بن حنبل وهو من أزهد
الناس
Al-Hasan bin Jarir ash-Shuri berkata, dari ’Ali bin Hisyam bahwa ’Abduurrazaq berkata: ”Menulis dariku tiga orang yang aku tidak peduli apabila tidak ada orang yang menulis
dariku selain mereka ini, yaitu: Telah menulis dariku Ibnu Syadzikun dan dia
adalah orang yang paling hafizh, telah menulis dariku Yahya bin Ma’in dan dia
adalah orang yang paling mengetahui tentang para perawi hadits dan telah
menulis dariku Ahmad bin Hanbal dan ia adalah manusia yang paling zuhud.”
Berikut Komentar Ke-tasyayu'an-nya
وقال
أبو بكر بن أبى خيثمة: سمعت يحيى بن معين وقيل له: إن أحمد بن حنبل قال: إن
عبيد الله بن موسى يرد حديثه للتشيع ، فقال: كان والله الذى لا إله إلا هو عبد
الرزاق أغلى فى ذلك منه مئة ضعف، و لقد سمعت من عبد الرزاق أضعاف أضعاف ما سمعت
من عبيد الله
Abu Bakr bin Abi
Khaitsamah berkata: Aku mendengar Yahya bin Main dan ada yang berkata padanya: ”Sesungguhnya
Ahmad bin Hanbal berkata, bahwa sesungguhnya ’Ubaidillah bin Musa membantah hadits’Abdurrazaq
dikarenakan tasyayu’-nya.” Lantas Ibnu Ma’in menukas: “Demi Alloh
yang tidak ada sesembahan yang haq untuk di sembah melainkan
Dia, ’Abdurrazaq itu jauh lebih bernilai (periwayatannya) darinya
berkali-kali lipat. Dan sungguh aku telah mendengar dari ’Abdurrazaq
berkali-kali lipat daripada aku mendengar dari ’Ubaidillah.”
وقال
عبد الله بن أحمد بن حنبل: سألت أبى، قلت: عبد الرزاق كان يتشيع و يفرط فى
التشيع؟ فقال: أما أنا فلم أسمع منه فى هذا شيئا، و لكن كان رجلا تعجبه أخبار
الناس، أو الأخبار
’Abdullah bin Ahmad
bin Hanbal berkata: Aku bertanya pada ayahku, ”’Abdurrazaq itu
tasyayu’ dan melampaui batas di dalam tasyayu’.” lalu beliau menjawab: ”Adapun
aku belum pernah mendengar hal ini sedikitpun, namun dia adalah orang yang
beritanya mengagumkan manusia.”
وقال
عبد الله أيضا: سمعت سلمة بن شبيب يقول: سمعت عبد الرزاق يقول: والله ما انشرح
صدرى قط أن أفضل عليا على أبى بكر وعمر، رحم الله أبا بكر ورحم الله عمر ورحم
الله عثمان ورحم الله عليا، من لم يحبهم فما هو مؤمن، و قال: أوثق عملى حبى
إياهم
’Abdullah juga
berkata: Aku mendengar Salamah bin Syabib (ada yang membaca Syubaib) berkata: Aku
mendengar’Abdurrazaq berkata: ”Demi Alloh, tidak akan lapang dadaku
sedikitpun apabila ’Ali itu dikatakan lebih utama daripada Abu Bakr
dan ’Umar. Semoga Alloh merahmati Abu Bakr, Umar, ’Utsman
dan ’Ali. Barangsiapa yang tidak mencintai mereka maka bukanlah seorang
mukmin.” beliau berkata lagi: ”Amalku yang terkuat adalah cintaku
pada mereka.”
و قال
أبو الأزهر أحمد بن الأزهر النيسابورى: سمعت عبد الرزاق يقول: أفضل الشيخين بتفضيل
على إياهما على نفسه، و لو لم يفضلهما لم أفضلهما، كفى بى آزرا أن أحب عليا ثم
أخالف قوله
Abul Azhar Ahmad bin
al-Azhar an-Naisaburi berkata: Aku mendengar ’Abdurrazaq berkata: “Aku lebih
mengutamakan syaikhain (Abu Bakar dan ’Umar) dengan pengutamaan ’Ali keduanya daripada
dirinya sendiri, seandainya ’Ali tidak mengutamakan mereka berdua maka aku pun tidak
pula mengutamakan mereka. Cukuplah bagiku dosa dikarenakan aku mencintai ’Ali namun
aku menyelisihi perkataannya.”
و قال
أبو أحمد بن عدى: و لعبد الرزاق أصناف و حديث كثير، و قد رحل إليه ثقات المسلمين و
أئمتهم و كتبوا عنه. و لم يروا بحديثه بأسا إلا إنهم نسبوه إلى التشيع. و قد روى
أحاديث فى الفضائل مما لا يوافقه عليه أحد من الثقات، فهذا أعظم ما ذموه من روايته
لهذه الأحاديث، و لما رواه فى مثالب غيرهم، و أما فى باب الصدق فإنى أرجو أنه لا
بأس به إلا أنه قد سبق منه أحاديث فى فضائل أهل البيت و مثالب آخرين مناكير
Abu Ahmad
bin ’Adi berkata : ”’Abdurrazaq memiliki Ashnaaf dan hadits yang
banyak. Banyak para tsiqot dan imam muslim mendatanginya dan menulis darinya
dan mereka tidak berpandangan ada masalah dengan haditsnya hanya saja mereka
menisbatkannya kepada tasyayu’. Dia meriwayatkan hadis tentang
keutamaan-keutamaan (Alul Bait) yang tidak disepakati oleh para tsiqot. Dan
inilah celaan mereka yang paling besar kepadanya oleh sebab riwayatnya tentang
hadits-hadits ini dimana ia meriwayatkan celaan-celaan kepada selain Alul Bait.
Adapun dalam masalah shidq (kejujuran) maka aku harap mudah-mudahan tidak ada
masalah dengannya, hanya saja ia bermasalah dalam hadits-hadits tentang
keutamaan ahlul bait dan celaan terhadap selainnya yang statusnya munkar.”
Berikut Jarh
terhadap Abdurrozaaq
Imam Ibnu Hajar
berkata : “Tsiqoh haafizh, penulis yang terkenal, mengalami kebutaan di
akhir umurnya, sehingga berubah hapalannya. Cenderung ber-tasyayyu’” (At-Taqriib,
hal. 607 no. 4092)
Imam Al-Bukhori
berkata: “Apa yang ia riwayatkan dari kitabnya, maka lebih shohih” (At-Taariikh
Al-Kabiir, 6/130) Di lain tempat ia berkata: “Dan ‘Abdurrozaaq telah
keliru dalam sebagian hadits yang ia riwayatkan” (‘Ilal At-Tirmidziy
Al-Kabiir, hal. 199 no. 352)
Imam Ahmad
berkata: “Kami menemui ‘Abdurrozaaq sebelum tahun 200 H yang waktu
itu penglihatannya masih baik/sehat. Barangsiapa yang mendengar darinya setelah
hilang penglihatannya (buta), maka penyimakan haditsnya itu lemah
(dho’iifus-samaa’)”. (Taarikh Abi Zur’ah, hal. 215)
Imam Ad-Daaroquthni
berkata : “Tsiqoh, akan tetapi ia telah keliru dalam hadits-hadits dari
Ma’mar” [Miizanul-I’tidaal, 2/610)
Imam An-Nasaa’i
berkata: “Padanya terdapat kritikan bagi siapa saja menulis hadits
darinya di akhir umurnya” (Adh-Dhu’afaa’ wal-Matruukuun, hal.
209)
Hadits-haditsnya
yang diingakri para muhadditsiin ketika penglihatannya hilang (buta) adalah ketika ‘Abdurrozzaaq
bermukin di Yamaan/Shon’aa di akhir hayatnya. Al-‘Abbaas
bin ‘Abdil-‘Adhiim sekembalinya dari Shan’aa mengkritiknya dengan keras: “…Sesungguhnya ‘Abdurrozaaq
adalah pendusta, dan Muhammad bin ‘Umar Al-Waaqidi lebih jujur
daripadanya” (Adh-Dhu’afaa’ lil-‘Uqailiy, hal. 859 no. 1084)
Imam Abu
Haatim berkata: “Ditulis haditsnya, namun tidak boleh berhujjah
dengannya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/39 no. 204, tahqiq:
Al-Mu’allimiy Al-Yamaaniy]. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat,
namun berkata: “...Ia termasuk
orang yang sering keliru jika meriwayatkan dari jurusan hapalannya…” [Ats-Tsiqaat,
8/412, tahqiq : Al-Mu’allimiy Al-Yamaaniy].
An-Nasaa’i berkata: “Padanya
terdapat kritikan, bagi siapa saja yang menulis darinya di akhir hayatnya” [Adh-Dhu’afaa’ wal-Matruukuun
no. 379]. Ia (An-Nasaa’i) juga membawakan satu contoh hadits munkar yang
diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dengan berkata : “Hadits ini
munkar”.
Yahya bin Sa’iid
Al-Qoththon mengingkari ‘Abdurrozzaaq atas hal tersebut. Hadits ini tidak
diriwayatkan dari Ma’mar kecuali oleh ‘Abdurrozzaaq. Hadits ini telah
diriwayatkan dari Ma’qil bin ‘Abdillah dan terdapat perselisihan padanya.
Telah diriwayatkan dari Ma’qil, dari Ibroohiim bin Sa’d dari Az-Zuhriy (secara
mursal). Hadits ini bukan termasuk hadits Az-Zuhri. (lihat
: ‘Amalul-Yaum wal-Lailah, hal. 276 no. 311, tahqiq : Dr. Faaruq Hamaadah;
Muasasah Ar-Risaalah, Cet. Thn. 1399).
KESIMPULAN
1. ’Abdurrozaaq ash-Shon’ani
adalah perawi yang tsiqoh namun memiliki kecenderungan kepada syi'ah. Sebagaimana
dikatakan oleh Al-Ijli: ثقة
يتشيع ” seorang yang tsiqoh dan memiliki kecenderungan syi'ah”.
2. Hadits
riwayatnya tidak langsung diterima namun diteliti dahulu, sebagaimana kata Imam
an-Nasa’i:
فيه نظر
، لمن كتب عنه بآخره كتب عنه أحاديث مناكير
“Perlu penelitian lagi tentang
(riwayat)-nya, bagi orang yang menulis darinya pada usia senjanya maka ia
menulis hadits-hadits yang mungkar.”
3. Ditolak periwayatannya yang apabila menyokong atas ketasyayu’annya, sebagaimana ucapan Imam Ibnu Hibban:
كان ممن
يخطىء إذا حدث من حفظه على تشيع فيه
“Dia termasuk orang yang salah apabila
menyampaikan (riwayat) dari hafalannya tentang tasyayu’-nya.”
4. Abdurrozaaq
terdapat beberapa hadits yang munkar, dan memunkarkan hadits. terutama banyak
hadits Munkar yang dikhususkan pada ahlul
bait. Periwayatan ini
telah disepakati untuk ditolak apalagi terindikasi syadz dan atau idhtirob.
Tashrih ini
pula diungkap oleh Ibnu Rojab dalam syarah 'ilal imam Attirmidzi:
وقال
ابن رجب: " وقد ذكر غير واحد أن عبد الرزاق حدث بأحاديث مناكير في فضل علي
وأهل البيت، فلعل تلك الأحاديث مما لقنها بعد أن عمي، كما قال الإمام أحمد ..
وقال النسائي: عبد الرزاق ما حُدِّث عنه بآخرة ففيه نظر " انتهى من "
شرح علل الترمذي " ( 2/580 ).
Imam Ibnu Rojab
berkata: Sungguh telah disebutkan bukan hanya satu hadits bahwanyasa
'Abdurrozaaq telah membawa beberapa periwayatan hadits yang munkar tentang
keutamaan ahlul bait. Maka hadits-hadits ini telah terdapati setelah kondisi
Abdurrozaaq telah buta, sebagaimana telah dikatakan oleh Imam Ahmad. dan Imam
An-Nasa'i berkata: periwayatan Abdurrozaaq pada akhir usianya maka mesti
diteliti. (Syarah 'ilal At-Tirmidzi).
2. Bakr bin
al-Haitsam dan Ishaq
a. Bakr bin Haitsam
Dia rawi majhuul, tidak ditemukan tarjamahnya.
b. Ishaq
- Jika yang
dimaksud adalah Ishaq bin Abi Isrooiil, maka dia adalah rawi tsiqoh.
- Jika yang
dimaksud adalah Ishaq bin Ibroohiim Ash-Shon'aani, maka terdapat beberapa jarh.
Jika kita telusuri
tasrihnya, maka yang dimaksud Ishaq di sini adalah Ishaaq
bin Ibroohiim Ash-Shon'ani Ad-dabri.
إسحاق
هو الدبري وليس إسحاق بن إسرائيل كما زعم حسن المالكي كذبا
لقد
أدخل حسن المالكي زيادة (بن إسرائيل) على إسم الراوي (إسحاق). وهذا تصرف منه بالنص
Dari penjelasan di atas, semakin jelas
bahwa Ishaq yang dimaksud di sini adalah
Ad-Dabari, bukan ishaq bin Isrooiil seperti yang ditetapkan oleh Hasan Al
Maalikii seorang pendusta.
Dan Hasan Al
Maalikii telah menambahkan kalimat Ibn Isrooiil kepada nama Rawi Ishaaq. Dan jelas ini merupakan tashorruf nash.
وإسحاق
بن إسرائيل وإن كان من شيوخ البلاذري إلا أنه لا يعرف بالرواية عن عبدالرزاق بخلاف
إسحاق بن إبراهيم الدبري
Dan jika Ishaq bin
Isrooiil itu adalah gurunya Al-Balaadzuri, tetap (tidak bisa dijadikan hujjah)
sebab tidak ditemukan periwayatan dari Abdurrozaaq, berbeda dengan Ishaq bin
Ibroohim Ad-Dabari.
Yang jelas meriwayatkan dari Abdurrozaaq, hanya periwayatannya Munkar. Sebagaiamana Ibnu shoolaah ungkapkan:
قال ابن
الصلاح: وجدت فيما روى الطبراني عن الدبري عنه أحاديث استنكرتها جدًا
Ibnu Sholaah
berkata: Aku menemukan pada riwayat Ath-Thobaroni hadits dari Ad-Dabari dengan
hadits-hadits yang munkar.
Berikut Bukti
periwayatannya:
At-thobaroni dalam
mu'jam al kabiir, berkata Imam At-thobroni:
حدثنا
إسحاق بن إبراهيم الدبري عن عبد الرزاق عن جعفر بن سليمان أنا عطاء بن السائب لا
أعلمه إلا عن أبي البختري قال بلغ عبد الله بن مسعود : أن قوما يقعدون من المغرب
إلى العشاء يسبحون يقولون: قولوا كذا، وقولوا: كذا قال عبد الله: إن قعدوا
فآذنوني، فلما جلسوا أتوه، فانطلق فدخل معهم فجلس وعليه برنس، فأخذوا في تسبيحهم
فحسر عبد الله عن رأسه البرنس وقال: أنا عبد الله بن مسعود. فسكت القوم فقال: لقد
جئتم ببدعة وظلماء، أو لقد فضلتم أصحاب محمد صلى الله عليه وآله وسلم علما، فقال
رجل من بني تميم: ما جئنا ببدعة ظلماء ولا فضلنا أصحاب محمد صلى الله عليه وآله
وسلم علما. فقال عمرو بن عتبة بن فرقد أستغفر الله يا بن مسعود وأتوب إليه فأمرهم
أن يتفرقوا.
Telah menceritakan
kepada kami Ishaq bin Ibrahim dari Abdur rozaq dari jafar bin sulaiman,
saya ‘Atha’ bin As saib "aku tdk tau kecuali dari Abu al
bakhtari, Beliau berkata: ada yang melapor kepada Ibnu Mas’ud "bahwa ada
sekelompok orang duduk2 dari maghrib sampai isya, mereka membawa tasbih, dan
mereka berkata "ucapkanlah anu, bacalah anu", maka berkata Ibnu
mas’ud: kalau mereka duduk berkumpul lagi, maka beritahu aku, ketika kelompok
itu mulai duduk berkumpul, maka Ibnu mas’ud pergi ke tempat perkumpulan mereka
lalu masuk dan duduk bersama mereka, dan ada barnas di tempat itu, lalu ibnu
mas'ud mengambil tasbih2 mereka, dan Ibnu masud menarik kepala barnas seraya
berkata : saya ibnu mas'ud, maka orang2 di tempat itu terdiam, lalu ibnu masud
berkata: kalian telah melakukan bid’ah dan kedzaliman atau kalian telah
melebihi atas ilmunya para shahabat Rasul saw, maka berkata seorang lelaki dari
bani tamim: kami tidak melakukan bid’ah dan kedzaliman atau pun melebihi ilmu
sahabat Rasul saw, lalu berkata Umar bin ‘atbah bin farqad: aku memohon
ampun kepada Allah wahai ibnu mas’ud dan aku bertaubat kepadaNya,Lalu Ibnu
mas’ud menyuruh mereka bubar....!!
BAYAN RAWINYA
Ishaq bin Ibroohim
Ad-dabrii seorang yg shoduq, tetapi beliau mendengar atsar tersebut dari
Abdurrozaq setelah ikhtilat (rusak pada hafalan) Abdur rozaq karena imam
abdirrozaq wafat dan umur addabari antara 6-7 thn, dan mendengarnya
Addabri dari Abdurrozaq pada 2 thn terakhir dari kehidupan
abdurrozaq. artinya, ishaq bin ibrohim ad-dabri mendengar atsar ini dari Imam
Abdirrazzaq ketika ia masih berumur 4 atau 5 tahun.
Berkata Al-'alaamah
Ibrahim bin musa al anbasi dalam as syada alfayah min ulumi Ibnu
sholah 2/747 :
قلت وقد
وجدت فيما روي عن الطبراني عن إسحاق بن إبراهيم الدبري عن عبد الرزاق أحاديث
استنكرتها جداً، فأحلت أمرها على ذلك، فإن سماع الدبري منه متأخر جداً، قال
إبراهيم الحربي مات عبد الرزاق وللدبري ست سنين أو سبع سنين.اهـ
Dan aku menemukan
dalam apa yang di riwayatkan dari ath-Thabrani dari ishaq bin ibrahim ad-dabari
dari Abdurrozaq banyak hadist yang sangat munkar bagiku, karena mendengarnya
Ad-dabari dari Abdurrozaq sangat akhir sekali. Telah berkata Ibrahim al-Harabi:
Abdur rozaq wafat
ketika umur ad-dabari masih 6-7 tahun".
Berkata al 'alamah
al muhaddis as sakhowi dalam fathul mugits 3/337:
وقال
شيخنا – ابن حجر
العسقلاني - المناكير الواقعة في حديث الدبري إنما سببها أنه سمع من عبد الرزاق
بعد اختلاطه
Telah berkata guru
kami syaikh ibnu hajar al asqalani: Kemunkaran yang terjadi dalam hadis ad-dabari
dikarenakan sesungguhnya beliau mendengar dari abdur rozaq setelah ikhtilat
(rusak pada hafalan) nya Abdurrozaaq pada akhir hayatnya, sehingga ingatannya
tidak lagi dianggap dhobt. Seperti yang kita ketahui bahwa, Agar Hadits
atau Atsar dianggap shahih maka perawi harus dhabit (memiliki
ingatan yang kuat) ketika menerima dan menyampaikan hadits ataupun atsar.
إبن
حبان البستي: ثقة
Ibn Hibban Berkata:
Ishaq bin Ibroohim Ad-Dabri tsiqoh
الإمام
الحاكم: ذكره في المستدرك، و قال: صدوق
Imam Al Haakim
berkata dalam al Mustadrok: Ia jujur
أحمد بن
حنبل: فيه نظر
Imam Ahmad berkata:
Periwayatannya harus diteliti
ابن حجر
العسقلاني: قال في التقريب: روى عن عبد الرزاق أحاديث منكرة
Imam Ibnu Hajar
berkata dalam Taqriib At-tahdziib: Ia (Ishaq bin Ibroohim Addabri) meriwayatkan
dari Abdurrozaaq hadits-hadits Munkar
الذهبي
: روى عن عبد الرزاق أحاديث منكرة
Imam Adz-dzahabi
berkata: Ia (Ishaq bin Ibroohim Addabri) meriwayatkan dari Abdurrozaaq
hadits-hadits Munkar
إبن عدي
: حدث بأحاديث منكرة
Imam Ibn 'Adii berkata
: Ia meriwayatkan hadits-hadits yang munkar
BUKTI KECACATAN
LAINNYA
1. Idhtirob
Sanad
Jika kita
perhatikan dalam susunan sanad, hadits Abdurrozaq memiliki 2 jalur, dan ini
bukti yang nampak akan ke Idhtirob-annya dalam sanad.
Di sisi Al Khollaah (dalam
Al-Muntakhob minal 'ilal lil-muntakhob) jalur Abdurrozaq ini memiliki 2 jalur.
1. Jalur
Abdullooh bin 'Amr bin 'Ash > Thoowus > Ibn Thoowus >
Ma'mar > Abdurrozaaq
وحدثني
إسحاق وبكر بن الهيثم قالا حدثنا عبد الرزاق بن همام انبأنا معمر عن ابن طاوس عن أبيه
عن عبد الله بن عمرو بن العاص
2. Jalur
Abdullooh bin 'Amr bin 'Ash > Thoowus > Furkhoosy > Ibn
Thowuus > Ma'mar > Abdurrozaaq
قال
الخلال: رواه عبد الرزاق ، عن معمر ، عن ابن طاوس قال : سمعت فُرخاش يحدث هذا
الحديث عن أبي عن عبد الله بن عمرو " انتهى.
Bayan:
1. Ishaq bin
Ibroohim Ad-Dabri adalah rawi shuduq, fiihi nazhor (jujur, namun
periwayatan haditsnya harus diteliti) dan menerima hadits munkar pula dari
Abadurrozaaq.
(sebagaimana yang telah di-jarh oleh imam Ahmad, imam Adz-Dzahabi dan Al Haafizh Ibn Hajar).
(sebagaimana yang telah di-jarh oleh imam Ahmad, imam Adz-Dzahabi dan Al Haafizh Ibn Hajar).
2. Bakr adalah
rawi majhul sehingga tidak ada satupun bukti akan periwayatannya pada
Abdurrozaaq.
3. Kegoncangan
sanad ini bertambah parah dengan adanya jalur lain dengan penyebutan perantara
antara Ibnu thoowus yang menerima dari Thoowus dan dalam kondisi lain Ibnu
Thoowus menerima dari Furkhoos, dan furkhoos menerima dari Thoowus.
4. Bukan hanya
di sana, parhnya jalur ini bahwa Furkhoos adalah rawi majhuul, tidak
diketahui tarjamahnya, secara otomatis tidak diketahui pula periwayatannya.
2. Idhtirob
Matan
Hadits ke-1
Pada riwayat
Al-Baladzuri disebut dengan sebutan: “akan datang seorang laki-laki dari
ahli neraka, maka muncullah Mu'awiyah rodhiyalloohu 'anhu”.
ومع هذا
الاضطراب في السند وقع اضطراب آخر في متنه ؛ ففي هذه الرواية عند البلاذري جاء
فيها أنه يطلع رجل من أهل النار وفيها أن الطالع هو معاوية رضي الله عنه
Hadits ke-2
Pada riwayat Ahmad
yang terdapat pada Musnad Ahmad dengan redaksi: “Akan datang terhadap kalian seorang laki-laki yang di
la'nat, maka datanglah Al-Hakam”.
وفي مسند أحمد " ليدخلن عليكم رجل لعين " ، وكان الداخل الحكم
Hadits ke-3
Dalam Majmu
Azzawaa-id dan Athobaroni dalam Al Kabiir menyebut dengan sebutan: Akan
datang seorang laki-laki yang diutus pada hari kiamat bukan termasuk sunnahku
atau agamaku, namun tidak dijelaskan siapa dia yang akan datang atau yang di
utus.
وفي
رواية أخرى ذكرها الهيثمي في " مجمع الزوائد " (1/147) ونسبها للطبراني
في الكبير وفيها " ليطلعن عليكم رجل يبعث يوم القيامة على غير سنتي ، أو على
غير ملتي " ولم يعين فيها الطالع
Ta’lil tersebut
dikuatkan lagi oleh riwayat berikut.
Al-Khallaal berkata:
وسألت
أحمد، عن حديث شريك، عن ليث، عن طاوس، عن عبدالله بن عمرو، قال: قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : "يطلع عليكم رجل من أهل النار"، فطلع معاوية قال: إنما ابن طاوس، عن أبيه،
عن عبد الله بن عمرو أو غيره، شك فيه
Dan aku pernah
bertanya kepada Ahmad tentang hadits Syariik, dari Laits, dari Thoowus, dari ‘Abdulloh
bin‘Amr, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah SAW: “Akan muncul kepada
kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni neraka”. Lalu muncullah
Mu’awiyah”.
Imam Ahmad berkata: “Hadits
itu hanyalah diriwayatkan oleh Ibnu Thoowus, dari ayahnya, dari ‘Abduloh
bin ‘Amr atau selainnya, ia (Thawuus) ragu-ragu dalam penyebutannya”
Bagaimana bisa
disebut hadits shahih, sedangkan pada
jalur sanad dan matannya penuh keraguan, kegoncangan, syadz, munkar dan
rawi-rawinya penuh Jarh.
Maka pantas dan sangat
tepat, Imam Al-Bukhari menetapkan cacat
pada hadits ini:
وأعله
البخاري في « التاريخ الأوسط
TARJIIH
Dan jika kita
menempuh jalan tarjih antara hadits yang menyebutkan Al Hakam bin Abi
Al-'Aash dan Mu'awiyah, maka jelas akan lebih shahih riwayat yang menyebutkan
Al-Hakam.
حَدَّثَنَا
ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ
بْنِ حُنَيْفٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ ذَهَبَ عَمْرُو بْنُ
الْعَاصِ يَلْبَسُ ثِيَابَهُ لِيَلْحَقَنِي فَقَالَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ
لَيَدْخُلَنَّ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ لَعِينٌ فَوَاللَّهِ مَا زِلْتُ وَجِلًا
أَتَشَوَّفُ دَاخِلًا وَخَارِجًا حَتَّى دَخَلَ فُلَانٌ يَعْنِي الْحَكَمَ
Telah menceritakan kepada
kami Ibnu Numair: Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin Hakiim, dari
Abu Umaamah bin Sahl bin Hunaif, dari ‘Abdulloh bin ‘Amr, ia berkata:
Kami pernah duduk-duduk di sisi Nabi saw dan ketika itu ‘Amr bin Al-'Aash
pergi berjalan dengan mengenakan baju untuk menemuiku. Beliau bersabda -sementara
kami berada di sisinya-: “Sungguh akan datang
kepada kalian seorang laki-laki yang dilaknat”. Maka demi Allah, semenjak beliau mengatakan itu, aku
selalu melihat-lihat ke dalam dan ke luar hingga datanglah si Fulan, yaitu
Al-Hakam. (Diriwayatkan oleh Ahmad 2/163. Melalui jalur
Ahmad, diriwayatkan juga oleh Al-Bazzaar dalam Al-Musnad 6/344 no. 2352 dan
dalam Kasyful-Astaar 2/247 no. 1625)
Herajat hadits ini
shahih tanpa diragukan lagi, jalur periwayatannya kokoh, para perawi tsiqoh,
tsabt haafizh ma'muun.
Maka jika ditempuh
jalan tarjih, maka sangat jelas, periwayatan Al Baladzuri itu Munkar,
syadz dan ma'luul karena bertentangan dengan hadits yang kokoh
yang menyebutkkan Al-Hakam bin Abi Al-‘Aash.
Jika ada sebagian
orang yang lemah pengetahuannya dalam ilmu hadits dan memaksa untuk meyakini
bahwa dua hadits ini tidak bertentangan karena bisa jadi dua peristiwa yang
berbeda, atau adanya dua orang yang disebut Rasul, ini sangat keliru.
Pemikiran seperti
ini biasanya pemikiran kaum syi'ah yang picik dan begitu membenci Mu'awiyah,
kebenciannya sehingga menutup akal sehatnya hingga tetap memaksakan untuk
meyakini shahihnya hadits ini. Inilah bukti kecacadan logika kaum syi'ah.
Dalam standar
qaidah ilmu hadits, dua jalan hadits (antara riwayat Al-Badzuri dan Ahmad) pada
hakekatnya adalah satu sumber, satu peristiwa, satu kejadian, hingga ditetapkan
riwayat Al-Baladzuri itu riwayat dengan sanad yang keliru dan matan yang
munkar, sebagaimana ta’lil yang diberikan Ahmad bin Hanbal.
Hal ini pula
dibuktikan, Al-Baladzuri meriwayatkan dengan menyendiri (tafarrud),
tidak ada hadits yang semakna dalam kitab-kitab sunan ataupun musnad, dan tidak
pula ada sahabat yang tahu tentang hadits dengan matan dari periwayatan
Al-Baladzuri.
Bukti kecacatan lainnya, bahwa Al-Baladzuri itu penulis yang majhuul haal (mastur), tidak ada ulama satupun yang memuji terkait kitabnya atau periwayatannya, adapun ungkapan pujian shuduq, tsabt dan 'aalamah, itu ditujukan pada keindahan syairnya, karena dia seorang sastrawan, bukan seorang Muhaddits.
Bukti kecacatan lainnya, bahwa Al-Baladzuri itu penulis yang majhuul haal (mastur), tidak ada ulama satupun yang memuji terkait kitabnya atau periwayatannya, adapun ungkapan pujian shuduq, tsabt dan 'aalamah, itu ditujukan pada keindahan syairnya, karena dia seorang sastrawan, bukan seorang Muhaddits.
Selain itu, telah
maklum bagi muhadditsiin, bahwa Musnad Al-Imam Ahmad dan Musnad
Al-Bazzaar lebih kuat daripada Ansaabul-Asyraf, karena Ansaabul-Asyraf
sebenarnya adalah kitab sejarah. Kitab-kitab riwayat itu mempunyai thobaqoh-thobaqoh
sebagaimana dijelaskan para ulama.
Saya katakan sekali lagi:
KITAB-KITAB RIWAYAT
ITU MEMPUNYAI THOBAQOH DAN ADANYA PENILAIAN TA'DIL DARI PARA
ULAMA HADITS.
Al-Baladzuri adalah
seorang sastrawan dan sejarawan, bukan termasuk
dari kalangan muhadditsiin. Ia adalah seorang yang dekat dengan
penguasa, memuji-muji mereka dengan bait-bait syi’ir-nya, dan tertimpa was-was
di akhir hayatnya (lihat biografinya dalam Taariikh Dimasyq 6/74-76, tahqiq:
‘Umar bin Gharaamah Al-‘Umariy, Daarul-Fikr, Cet. Thn. 1415; Liisaanul-Miizaan
1/322-323 no. 982, Muassasah Al-A’lamiy, Cet. 2/1390; dan Siyaru
A’laamin-Nubalaa’ 13/12-163 no. 96, Muassasah Ar-Risaalah, Cet. 9/1413).
Jauh berbeda dengan
Ahmad bin Hanbal dan Ahmad bin ‘Amr Al-Bazzaar yang memang keduanya dikenal
sebagai seorang muhaddits masyhuur.
Terakhir, kami
tampilkan salah satu hadits shahih yang
diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari. Hadits yang sangat bertentangan dengan hadits
Al-Baladzuri:
حَدَّثَنَا
صَدَقَةُ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى عَنْ الْحَسَنِ
سَمِعَ أَبَا بَكْرَةَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَى الْمِنْبَرِ وَالْحَسَنُ إِلَى جَنْبِهِ يَنْظُرُ إِلَى النَّاسِ مَرَّةً
وَإِلَيْهِ مَرَّةً وَيَقُولُ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ
يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
Telah menceritakan
kepada kami Shadaqah: Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah: Telah
menceritakan kepada kami Abu Muusaa, dari Al-Hasan bahwasannya ia mendengar Abu
Bakrah: Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar
bersabda -ketika itu Al-Hasan berada di samping beliau, sesekali beliau melihat
ke arah orang banyak dan sesekali melihat kepadanya: “Sesungguhnya anakku ini
adalah sayyid (pemimpin) dan semoga dengan perantaraannya Allah akan
mendamaikan dua kelompok besar dari kaum Muslimin” (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 3746)
Kecacatan Seorang Al-Baladzui
Jika kita terus
kaji dan telusuri, maka akan semakin banyak borok-borok atau
kecacatan-kecacatan pada riwayat Al Baladzuri, sehingga sudah tidak ada ruang
bagi mereka (kaum syi'ah) – apalagi kita (kaun sunni) – untuk menerima hadits
Al-Baladzuri.
Selain yang telah
kami sebutkan, bahwa Al-Baladzuri itu Mastuur (tidak terdapat jarh
maupun ta'dil), dan ini sangat bertentangan dengan kaidah ilmu takhriijul
hadiits.
البلاذري
[لم أجد فيه جرحاً ولا تعديلاً، تاريخ دمشق 6/74 معجم الأدباء 2/530، وهو من بابة
الإخباريين والشعراء]
Dan sekali lagi
saya katakan, tidak ada ulama hadits yang memuji periwayatan haditsnya, hanya
imam Adz-Dzahabi dan Al-Haafizh saja yang memuji, itupun bukan pada hadits
riwwayah-nya, namun pujian itu ditujukan pada syairnya.
Satu-satunya
seorang ulama yg menilainya tsiqoh adalah Asy-Syarif Al-Murtdho
قال الشريف
المرتضى) وقد روى البلاذريُّ في تاريخه
وهو معروف الثقة والضبط, ويرى من مماثلة الشيعة ومقاربتها.(
كتاب
الشافي في الإمامة للشيعي الشريف المرتضى ج4 ص147، ط مؤسسة الصادق
– طهران – إيران، ت: السيد عبد الزهراء.
Siapa Syarif itu?
Tenyata dia adalah seoranag Syi'ah tulen
قال
الإمام الذهبيُّ { الشريف
المرتضى المتكلم الرافضي المعتزلي صاحب التصانيف
وهو
المتهم بوضع كتاب نهج البلاغة وله مشاركة قوية في العلوم ومن طالع كتابه نهج البلاغة
جزم بأنه مكذوب على أمير المؤمنين علي رضي الله عنه ففيه السب الصراح والحط على
السيدين أبي بكر وعمر رضي الله عنهما وفيه مِن التناقض والأشياء
الركيكة والعبارات التي مَن له معرفة بنفس القرشيين الصحابة وبنفس غيرهم ممن بعدهم
مِن المتأخرين جزم بأنَّ الكتاب أكثره باطل} كتاب
ميزان الاعتدال في نقد الرجال للإمام شمس الدين الذهبي ج5 ص152، ط دار الكتب
العلمية – بيروت.
Atas sanjungan
Asy-Syarif Al-Murtadho terhadap Baladzuri nampak jelas sebuah isyarat bahwa
madzhab Al-Baladzuri itu condong kepada madzhab syi'ah (bahasa halus jika tidak
mau disebut dengan sebutan syi’ah tulen).
AKHIR KATA
Hanya orang-orang
yang mendapat hidayahlah yang bisa menerima kenyataan ini, semoga Allah
memberikan hidayah kepada kaum syi'ah karena telah
sesat dalam memahami hadits.
Ini mungkin yang
dapat saya tulis, walau kurang maksimal karena faktor keterbatasan. Semoga ada
manfaatnya. Wallahu A'lam Bish-Shawaab.
Oleh Ust. Robi' Permana
Tidak ada komentar