Header Ads

  • NEWS UPDATE

    K.H. Shiddiq Amien Terlahir Sebagai Pejuang Islam



    Ustadz Shiddiq, begitu beliau biasa dipanggil, lahir pada 13 Juni 1955 di Tasikmalaya. Ust. Shidiq adalah putra keempat dari sebelas bersaudara dari pasangan K.H. Utsman Amienullah yang merupakan seorang ulama pendiri Pesantren Persatuan Islam No. 67 Benda Tasikmalaya. Pesantren Benda -demikian publik sering menyebutnya- berdiri pada 4 Mei 1940. Awalnya pesantren ini hanyalah sebuah majlis ta'lim yang menggelar pengajian ba’da (sesudah) maghrib. Pesantren ini merekam banyak jejak dakwah Ustadz Shiddiq yang mengelolanya sejak tahun 1976 saat usia beliau masih terbilang muda, yakni 21 tahun.
    Sejak masa mudanya Ustadz Shiddiq sudah memperlihatkan potensi akhlak dan ilmunya. Beliau dikenal dekat dan banyak dipercayai oleh guru-gurunya. K.H. E. Abdurrahman (Allahu Yarham), gurunya yang juga merupakan mantan ketua umum Pimpinan Pusat Persis (1962-1983) sering mendelegasikan tugasnya menjawab permintaan fatwa kepada ustadz Shiddiq. Ia memang pengagum Ustadz Abdurrahman dan sejak remaja tak pernah melewatkan pengajian Ustadz Abdurrahman di Tasikmalaya. Saat bersekolah di Bandung pun ia kerap menghadiri ceramah Ustadz Abdurrahman. Asal  mendengarkan Ustadz Abdurrahman pengajian di suatu tempat, ia pasti mengejarnya, termasuk pengajian rutin di mesjid Pajagalan, selepas shalat shubuh.
    Semangat untuk mengikuti pengajian Ustadz Abdurrahman menunjukan bahwa sejak masih muda, kapasitas dan kapabelitas intelektual Ustadz Shiddiq telah terasah. Berbagai forum keilmuan dan guru mengalirkan ragam pengetahuan yang mendalam kepada beliau. Secara pribadi, Ustadz Shiddiq juga memilki tekad dan komitmen kuat untuk menambah pundi-pundi ilmu keislamannya. Ia tak pernah lelah belajar dan mengajar ilmu.
    Selain itu, Ustadz Shiddiq memiliki kelebihan yang lainnya, yaitu dalam aspek kepemimpinan. Bakat kepemimpinan tampaknya sudah ada dalam diri beliau, sehingga karisma dan aura kepemimpinannya tumbuh dengan sendirinya di mata masyarakat sekitar. Karakter dan kepribadiannya memudahkannya untuk membangun hubungan emosional dengan umat. Kekaguman umat pada diri beliau tumbuh dari berbagai kalangan yang berinteraksi atau yang mendengar ceramah-ceramah agamanya.
    Bukan itu saja, ustadz Siddiq juga memiliki bakat kepemimpinan dalam artian professional. Kepiawaian dalam memimpin organisasi tampak saat ia dipercayai memimpin organisasi kesiswaan, Rijalul Ghad, di Pesantren Persis Pajagalan, Bandung. Tak hanya itu, ia juga dikenal lihai dalam berpidato. Ia mampu menyampaikan dakwah dalam bahasa keumatan. Selain retorika ceramah, materi ilmu yang disampaikan juga berbobot sehingga mampu menyita perhatian umat Islam pada umumnya. Setiap kali Ustadz Shiddiq berceramah, audiensnya berjumlah ribuan seperti yang bisa dilihat di pengajian ahad (jihad), di masjid PP Persis, Viaduct, Bandung. Jamaahnya bahkan bisa datang dari Jakarta dan Jawa Tengah.
    Kapabilitas intelektual yang berpadu dengan jiwa kepemimpinan menjadi dua hal yang melengkapi sosok Ustadz Shiddiq. Keduanya berpadu, menjadi poin penting yang mengantarkannya menjadi sosok yang dikagumi secara intelektual dan sukses dalam hal organisasional. Beliau adalah pribadi yang memadai. Sebagai pemimpin umat, Ustadz Shiddiq memiliki kapasitas dan kapabilitas yang cukup padu.

    Pendidikan “ZIG ZAG”
    Menarik sekali jika kita menelusuri pendidikan Ustadz Shiddiq. Kesan pertama yang akan terbersit, bahwa pendidikan yang dijalaninya “berbeda” dengan jalur yang biasa dijalani para putra pemimpin pesantren dan santri dalam tradisi pesantren. Ustadz Shiddiq memiliki peta perjalanan pendidikan yang unik dan mengesankan. Jika ditinjau dalam perspektif yang lebih terang, sebenarnya ini menunjukan betapa visionernya Ustadz Shiddiq sejak masih muda.
    Beliau mampu untuk “terbang melampaui” paradigma pendidikan pesantren yang berlangsung selama berpuluh tahun. Beliau kemudian menuruti minat dan bakatnya dalam hal pendidikan, yang meskipun berbeda dengan tradisi pesantren. Namun terbukti akhirnya memberikan manfaat yang besar di kemudian hari. Jenjang pendidikan ini kemudian menjadikan Ustadz Shiddiq sebagai sosok dengan wawasan yang luas.
    Ustadz Shiddiq sendiri mengaku menjalani jenjang pendidikan yang tak rapi. Ia sekolah SD di pagi hari, dan sekolah Diniyyah di sore hari. Setamat SMU dia malahan mengambil kelas Mu’alimien di Pesantren Persatuan Islam Pajagalan yang jenjang pendidikannya setaraf SMU juga. Tapi itu ternyata cukup berarti memberi dasar yang kuat pada pengetahuan agamanya. Sementara itu, di tingkat mahasiswa ia mengabil jurusan bahasa Inggris di jenjang vokasi dan sarjana. Setelah lulus, ia kembali banting arah dengan mengambil kelas bisnis di tingkat magister. Arif Rahman Hakim, putra sulungnya, sempat memprotes hal ini karena menganggap ayahnya “tak jelas”.
    Ustadz Shiddiq memang sudah keranjingan bahasa Inggris sejak dulu. Ia sampai mengikuti kursus bahasa inggris secara khusus, di samping sekolah formalnnya. Itulah kemudian yang mendorongnya mengambil jurusan bahasa Inggris di Akademi Bahasa Asing (ABA) Yapari dan berhasil menggondong sarjana muda (BA) pada tahun 1977. Sepuluh tahun kemudian gelar diploma itu kemudian ia lengkapi menjadi gelar sarjana dengan kuliah kembali pada tahun 1986. ABA Yapari sejak itu sudah berubah menjadi STBA (Sekolah Tinggi Bahasa Asing) Yapari. Gelar MBA di bidang Sumber Daya Manusia ia raih dari JIMS. Walau tampak “zig zag”, namun semua ilmu yang ia miliki itu tampak sangat berguna dalam kiprahnya memimpin Persis dari tahun 1990 sampai wafatnya tahun 2009.
    Yang terang dalam perjalanan hidupnya adalah ia memang disiapkan menjadi seorang pemimpin oleh ayahnya Ustadz Amienullah. Ia bukanlah anak tertua, tapi ia diserahi tanggung jawab mengurus pesantren. Ketiga kakanya ternyata lebih memilih untuk berdagang. Mereka merantau keluar jawa untuk berdagang, sehingga amanat kepemimpinan pesantren diberikan kepada Ustadz Shiddiq. “itulah yang membuat ayah saya terus menarik saya untuk tidak meninggalkan pesantren”, ujarnya.
    Uniknya setelah beberapa tahun berdagang, tak ada satu pun dari kakanya yang sukses. Mereka pun mengadukan hal ini kepada ayah mereka. Saat itu, menurut pengakuan Ustadz Shiddiq, ayahnya berujar bahwa memang iya mendoakan anak-anaknya supaya tak berhasil berdagang. Niat ayahnya baik, agar putra-putrinya bisa mendedikasikan hidupnya untuk kemaslahatan umat. Akhirnya mereka berhenti berdagang dan turut serta menangani pesantren.
    Telah banyak kiprah emas yang ditorehkan Ustadz Shiddiq. Selain menjadi ketua umum Rijalul Ghad, pada tahun 1976, ia menjadi sekertari Pimpinan Cabang Persis Cipedes, Tasikmalaya, pada tahun 1977-1984. Pada tahun 1984-1990, Ustadz Shiddiq menjadi ketua Pimpinan Daerah Persis Priangan Timur (Tasik dan Ciamis) dan menjadi ketua bidang jam’iyyah PP Persis (1990-1995) pasca-Muktamar X di Garut. Waktu itu ketua umum PP Persis adalah Ustadz Latief Muchtar. Ketika Ustadz Latief wafat pada tahun 1997, Ustadz Shiddiq diangkat sebagai penggantinya. Usianya masih terhitung muda pada saat itu yakni 42 tahun. Dialah nakhoda Persis melewati masa pancaroba bangsa di era reformasi.
    Sejak tahun 1998, Ustadz Shiddiq diangkat menjadi anggota Dewan Penasihat MUI Pusat. Pada tahun 1999-2004 beliau menjabat anggota MPR RI Fraksi Utusan Golongan. Kemudian pada tahun 2004, atas restu jam’iyyah, beliau maju dalam pencalonan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Jawa Barat, walau kemudian tak lolos. Sejak tahun 1997, beliau juga menjabat sebagai komisaris utama PT Karya Imtaq, Bandung dan pemimpin umum majalah Risalah, Bandung. Pada tahun yang sama beliau menjadi Komisaris Utama BPRS Amanah Rabbaniah, Bandung sampai 2000 dan anggota Dewan Syari’ah BPRS Al-Wadiah Tasikmalaya tahun 1998-2000 dan anggota Dewan pengawas Syari’ah Bank BTPN.
    Meskipun aktifitasnya sebagai pengajar terfokus di pesantren Benda, akan tetapi beliau pernah tercatat pula sebagai Dosen STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) Persis, Bandung (1995-1997), Dosen Program Bidan Depkes, Tasikmalaya (1994-1997), dan Dosen APKER Depkes, Tasikmalaya (1995-1996). Aktifitas sebagai dosen lebih cenderung ia lepaskan ketia beliau terpilih menjadi ketua umum Persis, agar lebih terfokus dalam memimpin Persis.
    Catatan keorganisasian di atas meneguhkan kuatnya leadership dalam diri Ustadz Shiddiq. Beliau memiliki jejak karir yang kuat dalam kepemimpinan. Pengalamannya sangat luas dalam urusan manajemen struktur keorganisasian. Ini bekal yang sangat berharga, sehingga beliau memiliki naluri yang kuat dalam kepemimpinan umat. Beliau mampu mengoptimalkan potensi umat untuk diarahkan bagi kemajuan dakwah.
    Pengalaman organisasi juga dapat membuat Ustadz Shiddiq bisa menggulirkan konsep dakwah yang tidak konvensional. Beliau menjalankan konsep dakwah yang professional dan modern. Manajemen keorganisasian diterapkan dengan baik, sehingga berhasil mengedepankan peran Persis sebagai sebuah organisasi yang mapan.
    Satu hal yang tentu tidak disangsikan lagi, dan sekaligus menjadi trade mark Ustadz Shiddiq Amien, adalah aktifitas dakwahnya. Ia berdakwah di berbagai tempat desa dan kota. Setiap ia tampil memberikan ceramah, bisa dipastikan mustami akan memenuhi tempat pengajian dan berdesak-desakan mebuat tempat pengajian terasa sempit. Uraian ceramahnya begitu menyentuh, sederhana tapi berbobot. Ia senantiasa memaparkan data dan fakta lapangan yang mungkin belum banyak diketahui orang.
    Kiprah Ustadz Shiddiq di pendidikan “luar tradisi pesantren”, berbagai organisasi dan dakwah di lapangan, membuat beliau menjadi sosok yang padu. Tidak banyak sosok ulama yang memiliki perpaduan seperti itu. Sebagian ulama dibekali dengan pengetahuan keislaman yang kuat, tapi dalam hal wawasan umum acapkali lemah. Sementara sosok Ustadz Shiddiq justru dikenal sagat luas wawasannya, baik wawasan keindonesiaan maupun global.
    Selain itu, ulama-ulama keislaman juga cenderung tidak memiliki akses networking yang luas. Mereka terjebak pada suatu komunitas tertentu dan tak mampu menyebarkan cakrawala dakwahnya. Ustadz Siddiq memiliki kesadaran yang tinggi untuk memperluas jaringan dakwahnya. Karenanya, beliau adalah pribadi yang berpengalaman di berbagai organisasi dan komunitas. Jaringan interaksi dan komunikasi beliau sangat lebar. Hal inilah yang menjadi salah satu sentral kesuksesan dakwahnya, pengelolaan Pesantren dan kepemimpinan Persis.
    Terakhir, sulit juga menemukan ulama yang memiliki komitmen dan dedikasi untuk terjun langsung kelapangan dalam berdakwah. Sebagian hanya terbatas pada retorika di atas mimbar, sementara yang lain merasa lebih leluasa ketika berdakwah dengan tulisan saja. Ustadz Shiddiq adalah sosok yang sebaliknya. Dalam berdakwah, ia terjun langsung kelapangan. Hal ini membuatnya tahu betul kodisi riil umat dan permasalahan yang dihadapi, sehingga solusi yang ditawarkan Ustadz Shiddiq kepada umat sangat realistis dan aplikatif.
    Beliau tidak ingin berjarak dengan umatnya. Beliau ingin sedekat mungkin dengan umat dan mendengar langsung keluh kesahnya. Pada saat yang sama, Ustadz Shiddiq tetap sebagai ulama yang aktif menggoreskan pena dakwahnya. Bahkan, ia tergolong sangat produktif dalam karya keilmuannya.

    Berlimpah Karya
    Dakwahnya mengalir pula lewat tulisan. Tulisan Fikrah-nya di Majalah Risalah selalu dinantikan pembaca. Belum lagi makalah, buku, dan lain sebagainya. Kapasitasnya sebagai manajer tak perlu ditanyakan lagi. Semua stafnya memujinya sebagai manajer berhati lembut. Ia pernah suatu ketika membersihkan meja seorang stafnya seraya berujar, “meja yang rapi bukan berarti tidak ada pekerjaan.”
    Beliau pun sangat konsen dengan permasalahan umat yang berkaitan dengan ghazwul fikri (perang pemikiran). Keilmuannya meliputi segala bidang pengetahuan membuat kajian-kajiannya selalu menarik dan tidak membosakan. Sama sekali jauh dari sifat fanatisme golongan. Yang ia kedepankan adalah akidah ahlus sunnah dan prilaku salafus shaleh yang dapat dipercaya.
    Selain itu, beliau pun terkenal sangat santun, ramah dan tidak gentar dengan siapapun. Ia tak sungkan menyupir kendaraannya sendiri padahal ada supir yang siap mengantarkannya kemana saja. Fatwa-fatwanya selalu didasari atas keputusan Dewan Hisbah yang senantiasa melalui pengkajian yang sangat serius dalam membahas permasalahan hukum. Hampir seluruh Negara di Timur-Tengah dan sebagian Negara Asia, pernah beliau kunjungi dalam safari dakwah maupun tugas kenegaraan atas undangan presiden.
    Persis mengalami kemajuan pesat saat dipimpin Ustadz Shiddiq. Dari hanya memiliki 15 ribu anggota pada 1990 berangsur-angsur meningkat hingga 30 ribu anggota pada 2005 yang dipercaya menjadi Staf Ahli Mentri Sekertaris Negara, menyebutnya sebagai penerus tokoh-tokoh Persis yang mampu melanjutkan peralihan dari tradisi lama ke tradisi baru. Sentuhan tangannya membuat Persis yang awalnya terkesan ekslusif dan tertutup menjadi terbuka, toleran, dan adaftif terhadap segala permasalahan. Ia juga mampu menjadi jembatan pemahaman antara kalangan santri dan kaum akademis di lingkungan Persis.
    H. Andi Sugandi, Bendahara Umum Persis (2005-2010), yang terkenal dekat dengan Ustadz Shiddiq menyebutnya sebagai sosok langka. Ustadz Shiddiq menyatukan dengan baik tradisi keulamaan dan keintelektualan sekaligus. Ia juga sangat demokratis karena sekecil apapun permasalahan ia selesaikan lewat musyawarah.
    K.H. Syuhada Bahri, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII), menyebutnya sebagai tokoh muda berpengetahuan luas. Akhlaknya yang baik menjadi modal berharga yang membuat dia dipercaya memimpin Persis. Tokoh islam Jawa Barat, K.H. Miftah Farid, menyebut Ustadz Shiddiq tidak hanya milik Persis tapi juga milik umat islam. Persis berhutang lagi untuk menciptakan lagi sosok sepertinya.
    Aura kepribadiannya yang sangat bersahaja serta ilmu yang luas yang dimilikinya membuatnya banyak dikagumi jamaah. Ia senantiasa ingin jadi cermin akhlak Nabi Muhammad SAW, tak macam-macam, namun tetap tegas dan sederhana.
    Ustadz Shiddiq memang sosok yang istimewa. Secara personal, kepribadian beliau cukup padu, sehingga melahirkan charisma tersendiri. Sementara secara intelektual, bekal ilmu beliau cukup dalam. Hal ini membuat beliau bijak dalam mengambil keputusan. Adapun sebagai seorang pemimpin, Ustadz Shiddiq adalah manajer yang ulung. Beliau tahu pentingnya arti sebuah profesionalitas.
    Dengan perpaduan ketiga bekal di atas, tak heran jika dibawah kepemimpinannya, Persis mengalami kemajuan yang pesat, baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Beliau adalah tokoh yang sukses mengantarkan Persis melewati sebuah proses metamorphosis menjadi sebuah organisasi yang modern dan professional, dalam hal pengelolaan dan keorganisasian. Ini merupakan capaian yang gemilang. Sebuah langkah maju yang cemerlang.
    Nama Ustadz Shiddiq akan dicatat sebagai salah satu pemimpin Persis yang mencapai sukses besar. Beliau juga akan dicatat sebagai pemimpin umat islam yang sangat dikagumi. Namanya akan terus dikenang, bukan saja dilingkungan internal Persis, tapi juga Indonesia secara umum. Beliau adalah sosok yang jasa-jasa dan perannya melintas batas keorganisasian.
    Saat ribuan jamaah melayat dan mengantri dengan wajan sendu di hari wafatnya 31 Oktober 2009 lalu, tampak benar bahwa Ustadz Shiddiq merupakan tokoh yang berarti. Terbayang semua ucapan hikmah di mulutnya, serta semangat memajukan islam dan Persis. Membuat dada penuh sesak dan mata berkaca-kaca karena hati takut tak akan lagi bisa menemui sosok yang sepadan dengannya
    Kiyai muda yang energik ini menjadi pimpinan Persis paling muda usianya dibanding pimimpinan Persis sebelumnya, beliau mempunyai pemikiran tentang Persis bagaimana sebelumnya dituangkan dalam makalah “Persis Sebagai Jam’iyah Pendidikan dan Dakwah Menuju Indonesia Baru”, sebagai berikut.
    “Persis sejak didirikan tahun 1923 telah banyak atsar jihadnya terutama dalam memberikan shibghah dan format terhadap akidah, ibadah, dan akhlak ummat. Meski secara institusional atau kammiyah masih relative kecil dan sedikit. Hal ini mungkin tidak terlepas dari pola pendekatan dakwah yang terkesan repsesip, sebagai upaya melakukan shock teraphy terhadap kejumudan ummat. Disamping itu falsafah yang dikembangkan antara lain “Tidak perlu banyak, biar sedikit tapi berkualitas.
    Selain itu persoalan akidah dan ibadah yang menjadi fokus dakwah merupakan persoalan yang amat sensitif, sehingga sering mengundang reaksi yang cukup dahsyat.”
    Dari pemikiran beliau dapat disimpulkan bahwa Persis dan ummatnya itu harus:
    a.    Mensibghah (mencelup) segala gerak langkah kehidupannya dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
    b.    Dakwah merupakan kewajiban seluruh ummat manusia termasuk anggota Persis, tetapi harus mencari metoda yang tepat supaya ajaran islam dapat diterima secara kaffah.
    c.    Tidak boleh merasa gentar dan lemah tatkala meyampaikan kebenaran dari Allah SWT.


    Sumber: http://www.persis67benda.com

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    trikblog.co.cc