Header Ads

  • NEWS UPDATE

    AQIDAH (Bagian 2): Hadits Adanya ‘Adzab Kubur, Bertentangan dengan Nash Al-Quran



    Tidak diragukan lagi, bahwa hadits adzab kubur telah mencapai tingkat mutawatir (mutawatir maknawi). Namun ternyata hadits-hadits tersebut bertentangan dengan nash-nash Al-Quran seperti QS Ibrahiim: 42, QS Ar-Ruum: 55, atau QS Yaasiin: 51-52, sehingga derajat hadits adzab kubur turun derajatnya dari tingkat mutawatiran menjadi ahad.
    Dengan demikian, ada yang berpendapat bahwa kita tidak bisa menetapkan adanya adzab kubur. Kita tidak menolaknya (tidak membenarkannya), tapi kita tidak menetapkannya sebagai dasar membangun keimanan!!
    Pernyataan ini, kiranya harus ada nilai tuntasnya. Pertama, yang harus kita fahami adalah prinsip yang harus kita yakini bahwa hadits shahih selamanya tidak akan pernah bertentangan dengan Al-Quran. Sebab, pada hakikatnya dua-duanya adalah sama dan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedua, (Al-Quran dan Hadits shahih) datang dari Allah SWT.
    Rasulullah SAW:
    أَلا إِنِّيْ أُوْتِيْتُ اْلكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
    ”Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Kitab Al-Quran dan yang semisalnya (yaitu As-Sunnah) bersamanya” (Abu Dawud: 4604; shahih)

    Allah berfirman:
    أَفَلاَ يَتَدَبّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
    ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS An-Nisaa’: 82)

    Apabila ditemukan nash-nash yang terkesan bertentangan, maka langkah pertama kita adalah tidak ”menyalahkan” nash, baik nash dari hadits shahih maupun Al-Quran. Tapi kembalikanlah pada diri kita. Mungkin saja akibat dangkalnya ilmu dan pemahaman, atau kurangnya penelitian dan pembahasan. Kita harus husnuzhon (berbaik sangka) pada nash, dan ber-su’uzhon (berburuk sangka) pada diri sendiri.
    Dalam salah satu cabang ilmu Al-Quran dan ilmu hadits pun ditemukan cabang pembahasan tentang hal itu, yaitu dalam pembahasan Ta’arudh Al-Quran dan Mukhtalaful Hadits/Musykilul Hadits. Para ulama ketika membahas ilmu tersebut dibingkai semangat untuk menggabungkan makna ayat/hadits sehingga bisa dipahami tanpa mempertentangkan antara satu dengan yang lainnya. Adapun metode mempertentangkan antara satu nash dengan nash lainnya adalah metode yang umum dipakai para pengikut hawa nafsu. Oleh karena itu, adalah menjadi kewajiban kita untuk membawa nash yang mutasyaabih (samar) kepada nash yang muhkam (jelas).
    Adapun ayat-ayat yang terkesan bertentangan dengan hadits shahih adalah sebagai berikut.
    1. QS Ibrahim: 42
    وَلاَ تَحْسَبَنّ اللّهَ غَافِلاً عَمّا يَعْمَلُ الظّالِمُونَ إِنّمَا يُؤَخّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ
    ”Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak” (QS Ibrahiim: 42).

    Para ulama menjelaskan bahwa maksud dari kalimat {إِنّمَا يُؤَخّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ”Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak” adalah mengakhirkan balasan atas kezhaliman mereka (Ath-Thabari, Tafsir Al-Khaazin, Fathul-Qadiir, dan Zaadul-Masiir pada ayat tersebut)
    Perlu dicatat bahwa mereka (yaitu para ulama/mufassir – Ibnu Jarir Ath-Thabari, Abul-Hasan Al-Khazin, Asy-Syaukani, atau Ibnul-Jauzi) tidak menafikan dan atau mempertentangkan keberadaan adzab kubur.
    Kemudian Ibnu Katsir menjelaskannya sebagai berikut: ”Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak”. Ibnu Katsir berkata:
     أي من شدة الأهوال يوم القيامة, ثم ذكر تعالى كيفية قيامهم من قبورهم وعجلتهم إلى قيام المحشر
    ”Yaitu disebabkan oleh dahsyatnya bencana pada hari kiamat. Kemudian Allah ta’ala menyebutkan bagaimana manusia bangkit dari kuburnya dan bagaimana tergesa-gesanya mereka menuju Mahsyar”. (Tafsir Ibnu Katsir, QS 14: 42).

    Maka dapat dipahami bahwa ketika Allah mengakhirkan/menangguhkan balasan (siksa), adalah balasan yang dahsyat lagi pedih di neraka yang melebihi adzab yang barangkali telah mereka terima ketika di dunia atau di barzakh. Kita tentu sangat maklum bahwa sebagian umat terdahulu telah diadzab Allah karena kedurhakaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan sudah barang tentu bukanlah suatu hal yang mustahil jika mereka disiksa di alam barzakh/kubur. Hal ini karena telah tsubut riwayat-riwayat yang masyhur lagi shahih atas keberadaanya.

    2. QS Ar-Ruum: 55
    وَيَوْمَ تَقُومُ السّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُواْ غَيْرَ سَاعَةٍ كَذَلِكَ كَانُواْ يُؤْفَكُونَ
    ”Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)." Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran)” (QS Ar-Ruum: 55)

    Hemat kami, pendalilan atas ayat ini untuk menafikkan adzab kubur adalah pendalilan yang paling lemah dari dalil-dalil yang dikemukakan. Anggapan keberadaan mereka di alam yang hanya sesaat saja merupakan sikap peremehan dari orang kafir di mana mereka berkeyakinan bahwa tidak akan ditegakkan hujjah pada mereka serta tidak akan dipandang segala kesalahan-kesalahan mereka, sehingga mereka dimaafkan. (Ibnu Katsir).
    Sama sekali tidak ada sisi penafian adzab kubur di sini. Sebab, kelanjutan dari ayat tersebut adalah:
    وَقَالَ الّذِينَ أُوتُواْ الْعِلْمَ وَالإِيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللّهِ إِلَىَ يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَـَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَـَكِنّكُمْ كُنتمْ لاَ تَعْلَمُونَ
    ”Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya).” (QS Ar-Ruum: 56)

    Di ayat inilah yang menjelaskan apa yang dimaksudkan, yaitu manusia sebelum dibangkitkan adalah berada di alam barzakh sesuai dengan ketentuan Allah. Di sinilah fitnah kubur terjadi, saat orang-orang kafir tidak mengharapkan ditegakkannya kiamat:
    فَيَقُوْلُ مَنْ أَنْتَ فَوَجْهُكَ اْلوَجْهُ يَجِئُ بِالشَّرِّ فَيَقُوْلُ أَنَا عَمَلُكَ اْلخَبِيْثُ فَيَقُوْلُ رَبِّ لا تُقِمِ السَّاعَةَ
    ”Maka orang kafir itu bertanya (ketika melihat sosok buruk dan mengerikan di alam kubur/barzakh): Siapakah engkau ini? Nampaknya wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan. Maka orang tersebut berkata: Aku adalah amalmu yang buruk. Orang kafir itu kemudian mengiba: ”Wahai Rabb-ku, janganlah Kau tegakkan hari Kiamat” (Ahmad no. 18557)

    3. QS Yaasiin: 51-52           
    وَنُفِخَ فِي الصّورِ فَإِذَا هُم مّنَ الأجْدَاثِ إِلَىَ رَبّهِمْ يَنسِلُونَ * قَالُواْ يَوَيْلَنَا مَن بَعَثَنَا مِن مّرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرّحْمـَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ
    ”Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?. Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-Rasul(Nya).”

    Tentang ayat ini Ibnu Katsir membantah dengan pernyataan yang jelas:
    وهذا لا ينفي عذابهم في قبورهم, لأنه بالنسبة إلى مابعده في الشدة كالرقاد
    ”Dan hal ini tidak berarti menafikan adanya ’adzab kubur, karena hal itu dihubungkan dengan kedahsyatan sesudahnya seperti orang yang tidur”. (Ibnu Katsir, QS 36: 52)

    Kedahsyatan dan ketakutan makhluk pada hari Kiamat merupakan puncak ketakutan yang mereka alami dibandingkan sebelumnya. Ini tergambar dalam hadits syafa’at:
    ....يَجْمَعُ اللهُ النَّاسَ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ فِي صَعِيْد وَاحِد يَسْمعُهُمُ الدَّاعِي وَيَنفُذُهُم اْلبَصَرُ وَتَدْنُو الشَّمْسُ فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنَ اْلغَمِّ وَاْلكَرْبِ مَالا يَطِيْقُوْنَ وَلا يَحْتمِلُوْنَ فَيَقُوْلُ النَّاسُ أَلا تَرَوْنَ مَا قَدْ بَلَغَكُمْ أَلا تَنْظُرُوْنَ مَْن يَشْفَعُ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ فَيَقُوْلُ بَعْضُ النَّاسِ لِبَعْض عَلَيْكُمْ بِآدَمَ فَيَأتُوْنَ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلامَ فَيَقُوْلُوْنَ لَهُ أَنْتَ أَبُو اْلبَشَرِ خَلَقَكَ اللهُ بِيَدِهِ وَنَفَخَ فِيْكَ مِنْ رُوْحِهِ وَأَمَرَ اْلمَلائِكَةَ فَسَجَدُوْا لَكَ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ أَلا تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيْهِ أَلا تَرَى إِلَى مَا قَدْ بَلَغَنَا فَيَقُوْلُ آدَمَ إِنَّ رَبِّيْ قَدْ غَضِبَ اْليَوْمَ غَضْبا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ وَلَنْ يَغْضَبَ بَعْدَهُ مِثْلَهُ وَإِنَهُ نَهَانِيْ عَنْ الشَّجَرَةِ فَعَصَيْتُهُ نَفْسِيْ نَفْسِيْ نَفْسِيْ..…
    ”....ketika itu Allah mengumpulkan semua manusia dari orang-orang terdahulu hingga orang-orang terakhir di suatu tempat tinggi yang datar. Mereka bisa mendengar suara penyeru dan mereka pun terjangkau oleh penglihatan. Matahari amat dekat sehingga mereka mengalami kesengsaraan dan kesulitan yang mereka tidak kuasa dan tidak tahan menghadapinya. Sesama manusia akan mengatakan: ”Tidakkah kalian lihat betapa berat penderitaan yang kalian alami? Mengapa kalian tidak mencari orang yang bisa menolong kalian dengan syafa’at/pertolongan kepada Tuhan kalian?”. Sebagian manusia mengatakan kepada yang lain: ”Temuilah Adam”. Mereka pun menemui Adam ’alaihis-salaam dan berkata kepadanya: ”Engkaulah ayah umat manusia. Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya, kemudian meniupkan sebagian ruh-Nya kepadamu dan memerintahkan para malaikat bersujud kepadamu. Mohonkanlah syafa’at Tuhanmu kepada kami! Tidakkah engkau lihat nasib yang kami alami? Tidakkah engkau melihat penderitaan yang kami alami?”. Adam menjawab: ”Pada hari ini kemarahan Allah tiada tara dengan kemarahan sebelumnya atau sesudahnya. Dulu aku pernah dilarang oleh Allah mendekati sebatang pohon tetapi aku melanggar larangan tersebut. Celakalah diriku!....” (Al-Bukhari no. 4435)

    Jadi sangatlah tepat apa yang dikatakan oleh Ibnu Katsir bahwa kedahsyatan hari kiamat mengalahkan segala ketakutan yang telah mereka alami di dunia dan alam barzakh/kubur. Hingga, seolah-oleh keterkejutan mereka pada waktu itu seperti dibangunkan dari tidur.
    Walhasil, ayat-ayat yang dikemukakan tidaklah tepat untuk dikontradiksikan dengan dalil-dalil hadits yang menetapkan adanya adzab kubur. Justru dengan haditslah kita bisa mengetahui pelajaran dan hukum dari ayat Al-Quran. Jikalau seseorang yang mengatakan bahwa ia membenarkan tapi tidak mengimani hadits-hadits tentang adzab kubur, maka kalimat semacam ini adalah kalimat rancu yang tidak dikenal oleh para ulama kita (kecuali dari kalangan (ahlul-kalam/Mu’tazillah). Kalimat memberikan konsekuensi sifat nifaq (sifat munafik). Tentu kita tidak hanya membenarkan keberadaan hadits (yaitu membenarkan bahwa hal itu berasal dari Rasul) namun tidak mengamalkan dan meyakini/mengimani kandungannya bukan? Adzab kubur merupakan salah satu prinsip yang harus diimani oleh kaum muslimin. Rasulullah SAW. bersabda:
    اسْتَعِيْذُوا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ , قَالَتْ : قلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ! وَ إِنَّهُمْ لَيُعَذَّبُوْنَ فِىْ قُبُوْرِهِمْ ? قَالَ : نَعَمْ عَذَابا تَسْمَعُهُ اْلبَهَائِمَ
    “Berlindunglah kalian kepada Allah dari adzab qubur”. Berkata Ummu Mubasyir: “Wahai Rasulullah, apakah mereka akan diadzab di kubur mereka?”. Beliau menjawab: “Ya, (mereka diadzab dengan) adzab yang dapat didengar oleh binatang-binatang” (Ibnu Hibban no. 787, Ahmad 6:362, dan yang lainnya. Silsilah Ash-Shahiihah no. 1444, Asy-Syaikh Al-Albani)

    Jika ada orang yang menolak/mengingkari adzab kubur dengan berdalilkan ayat-ayat Al-Quran, maka kita bantah mereka dengan As-Sunnah. Bagaimana seseorang dapat memahami ayat Al-Quran berdasarkan pendapat pribadi dengan mengesampingkan As-Sunnah?
    Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ‘anhu pernah berkata:
    سَيَكُوْنُ أَقْوَام يُجَادِلَُ وْنَكُمْ بِمُتَشَابِهِ اْلقُرْآنِ، فَخُذُوْهُمْ بِالسُّنَنِ، فَإِنَّ أَصْحَابَ السُّنَنِ أَعْلَمُ بِكِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
    “Akan ada segolongan kaum yang membantahmu dengan ayat-ayat Al-Quran yang mutasyaabih (samar). Maka jawablah mereka dengan Sunnah. Karena Ashaabus-Sunnah (orang yang mencintai Sunnah) lebih mengetahui tentang Kitabullah ‘azza wa jalla (dibandingkan mereka)”. (Al-Aajurriy dalam Asy-Syari’ah 1/175 no. 99, Muassasah Qurthubah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Baththoh dalam Al-Ibanah 1/250-251 no. 83-84, Daarur-Rayah).

    Kesimpulan
    Adzab kubur merupakan aqidah yang hak yang berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah serta ijma’, yang harus diimani dan diyakini oleh setiap individu muslim. Wallaahu a’lam.


    Oleh: Abu Quthbie Al-Isyariy

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    trikblog.co.cc