Pengertian Tahniah
Secara bahasa tahniah (التَّهْنِئَةُ) sebalik dari ta’ziyah (التَّعْزِيَةُ). Maksudnya tahniah artinya ucapan
selamat, sedangkan ta’ziyah artinya ucapan bela sungkawa (berduka cita).
(Lihat, Mu’jam Maqayis al-Lughah, VI:68)
Adapun secara istilah, makna tahniah
secara umum tidak berbeda dengan makna bahasa, namun dilihat dari konteks
peristiwa istilah tahniah memiliki beberapa makna spesifik (khusus). Seperti tabriik
(mendoakan berkah), tabsyiir (memberi kabar baik), tarfi’ah (ucapan
selamat nikah), dan lain-lain.
Hukum Tahniah Secara Umum
Secara umum hukum tahniah adalah mustahab
(sunat), karena
·
tahniah merupakan perpaduan antara tabrik
dan doa dari seorang muslim kepada sesama muslim lainnya atas perkara yang
menggembirakan dan disenanginya.
·
pada tahniah terdapat mawaaddah
(saling mencintai), tarahum (saling mengasihi), dan ta’athuf
(saling menaruh simpati) di antara kaum muslim.
Anjuran umum menyampaikan tahniah
kepada sesama muslim ketika mendapatkan kenikmatan diungkap didalam Al-Quran:
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ
(Dikatakan kepada mereka): “Makan
dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan”
(Q.S. Thur: 19)
Sedangkan dalam hadis diperoleh dari
beberapa peristiwa, antara lain:
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ : أُنْزِلَتْ عَلَى
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: {إِنَّا فَتَحْنَا لَك فَتْحًا مُبِينًا} إِلَى آخِرِ
الآيَةِ، مَرْجِعَهُ مِنَ الْحُدَيْبِيَةِ، وَأَصْحَابُهُ مُخَالِطُو الْحُزْنِ وَالْكَآبَةِ،
قَالَ: نَزَلَتْ عَلَيَّ آيَةٌ هِيَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
جَمِيعًا، فَلَمَّا تَلاَهَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، قَالَ رَجُلٌ مِنَ
الْقَوْمِ: هَنِيئًا مَرِيئًا، قَدْ بَيَّنَ اللَّهُ مَا يُفْعَلُ بِكَ، فَمَاذَا يُفْعَلُ
بِنَا؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ الآيَةَ الَّتِي بَعْدَهَا: {لِيُدْخِلَ الْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ} حَتَّى خَتَمَ الآيَةَ.
Dari Anas, ia berkata, “Telah
diturunkan ayat Inna fatahnaa laka fathan mubinan (al-Fath:1) kepada rasul
ketika kembali dari Hudaibiyah, dan para sahabatnya larut dalam kesedihan.
Beliau bersabda, ‘Telah turun ayat kepadaku yang lebih aku cintai daripada
dunia dan seluruh isinya. Ketika Rasulullah saw. membacanya, seorang laki-laki
dari kaum itu berkat, ‘selamat lagi baik akibatnya, sungguh Allah telah
menjelaskan apa yang akan diperbuat-Nya kepada Anda, apa yang akan diperbuat
kepada kami? Maka Allah menurunkan ayat setelahnya: liyudkhilal mu’minina… hingga
akhir ayat”.
(H.R. Ahmad, al-Musnad, III:252, No. 13.664, Ibnu Abu Syaibah, al-Mushannaf,
VII:408, No. 36.937, Ibnu Hiban, Shahih Ibn Hiban, II:93, No. 371, Abu Ya’la,
al-Musnad, V:385, No. hadis 3045)
Demikian pula peristiwa Ka’ab bin
Malik yang tertinggal dari perang Tabuk, yaitu ketika Allah swt menurunkan
beberapa ayat di akhir-akhir surat At-Taubah tentang diterimanya taubat Ka’ab
bin Malik bersama dua orang kawannya, Rasulullah saw. dan para shahabat segera
memberi kabar gembira kepada Ka’ab bin Malik dan mereka (para shahabat)
mengucapkan selamat kepadanya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam hadis yang
panjang tentang kisah Ka’ab bin Malik yang tertinggal dari perang Tabuk).
Tahni’ah Ied
Sebagaimana yang kita maklumi bahwa
syariat Iedul Fitri dan Iedul Adha mulai diberlakukan tahun ke-2 H. Bila kita
hitung sejak saat itu hingga akhir hayat Nabi tinggal di Madinah, berarti
beliau sempat melaksanakan syariat Iedul Fitri dan Iedul Adha sebanyak sembilan
kali. Iedul Fitri perdana, hari Senin, 1 Syawal 2 H/26 Maret 624 M. sedangkan
iedul Fitri terakhir hari Senin, 1 Syawal 10 H/30 Desember 631 M.
Meskipun demikian, secara
periwayatan tentang doa tahniah ied, dari kesembilan kali ied itu, kami hanya
menemukan satu riwayat yang menerangkan bentuk doa khusus yang katanya
diucapkan oleh Rasulullah saw. ketika bertemu dengan sahabatnya di saat ied.
Watsilah bin al-Asqa’ berkata:
لَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يَوْمَ عِيدٍ فَقُلْتُ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا وَمِنْكَ. فَقَالَ : نَعَمْ تَقَبَّلَ
الله مِنَّا وَمِنْكَ
“Aku bertemu dengan Rasulullah saw.
pada waktu Ied, aku mengucapkan: taqabbalallah minnaa waminka (Mudah-mudahan
Allah menerima ibadah kami dan anda). Beliau menjawab, 'Ya, taqabbalallah
minnaa waminka (mudah-mudahan Allah menerima ibadah kami dan anda)”. (H.R.
Al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, III:319, No. hadis 6088, dan Ibnu Adi, al-Kamil
fi Dhu’afa ar-Rijal, VI:271, dengan redaksi:
يَا رَسُوْلَ اللهِ تَقَبَّلَ الله
ُ مِنَّا وَمِنْكَ ، قَالَ : نَعَمْ تَقَبَّلَ الله مِنَّا وَمِنْكَ
“Wahai Rasulullah, taqabbalallah
minnaa waminka (Mudah-mudahan Allah menerima ibadah kami dan anda). Beliau
menjawab, 'Ya, taqabbalallah minnaa waminka (mudah-mudahan Allah menerima
ibadah kami dan anda)”
Kedua redaksi di atas diriwayatkan
melalui Muhamad bin Ibrahim asy-Syami, dari Baqiyyah bin al-Walid, dari Tsaur,
dari Khalid bin Ma’dan, dari Watsilah bin al-Asqa.
Namun hadis ini daif, bahkan maudhu’
(palsu), karena diriwayatkan oleh seorang pemalsu hadis bernama Muhamad bin
Ibrahim asy-Syami. Kata Ibnu Adi, “Dan ini adalah munkar, saya tidak
mengetahui yang meriwayatkan hadis itu dari Baqiyyah selain Muhamad bin Ibrahim
ini” (al-Kamil fi Dhu’afa ar-Rijal, VI:271).
Kata Ibnu Hiban, “Muhamad bin
Ibrahim asy-Syami Abu Abdullah seorang kakek, dia berkeliling/tinggal di Irak
dan bertetangga dengan ‘abadan, dia memalsu hadis atas nama orang-orang Syam.
Tentang dia telah dikabarkan kepada kami oleh Abu Ya’la, al-Hasan bin Sufyan,
dan lain-lain: Tidak halal periwayatan darinya kecuali sekedar I’tibar (penelitian).
Kata ad-Daraquthni, ‘Dia pendusta’. Kata Abu Nu’aim, “Dia meriwayatkan
hadis-hadis palsu dari al-Walid bin Muslim, Syu’aib bin Ishaq, Baqiyyah, dan
Suwaid bin Abdul Aziz’. Kata Ibnu ‘Adi, ‘Munkar al-Hadits dan seluruh
hadis-hadisnya tidak terpelihara’.” (Kitab Al-Majruhin, II:301)
Dengan demikian, dapat diyakini
bahwa tidak ditemukan satu bentuk doa khusus yang diucapkan oleh Rasulullah
saw. ketika bertemu dengan para sahabatnya di saat ied.
Demikian pula riwayat yang
menyatakan sebaliknya, yaitu saling mengucapkan doa taqabbalallah minnaa
waminkum pada hari raya itu adalah perbuatan ahli kitab sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (as-Sunan al-Kubra, III:319, No. hadis 6091),
Ibnul Jauzi (al-Ilal al-Mutanahiyah, II:548), Ibnu Asakir (Tarikh Dimasyqa,
XXXIV:97-98), melalui Nu’aim bin Hammad, dari Abdul Khaliq bin Zaid, dari
Makhul, dari Ubadah bin as-Shamith, statusnya daif pula karena tiga sebab:
Pertama, rawi Ni’aim
bin Hamad. Kata Ibnu Hajar, “Dia shaduq, banyak keliru” (Lihat, Tahdzib
at-Tahdzib, X:462)
Kedua, rawi Abdul
Khaliq bin Zaid bin Waqid ad-Dimasyqi. Kata Imam al-Bukhari, “Munkarul Hadits” (Lihat,
as-Sunan al-Kubra, III:320)
Ketiga, periwayatan
Makhul dari Ubadah bin Shamith inqitha (terputus), karena Makhul tidak pernah
menerima hadis dari Ubadah. (Lihat, Jami’ at-Tahshil fi Ahkam al-Marasil,
hal. 285)
Adapun periwayatan doa tahniah ied
yang kami dapati adalah sebagai perbuatan para sahabat, sebagaimana dijelaskan
oleh Jubair bin Nufair:
كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذاَ إِلْتَقَوْا يَوْمَ العِيدِ يَقُولُ بَعْضُهَا لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ
اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ. قَالَ الحاَفِظُ إِسْناَدُهُ حَسَنٌ.
Adalah para sahabat Rasulullah saw,
apabila saling bertemu satu sama lain pada hari raya ied, berkata yang satu
pada yang lainnya, taqabbalallahu minna wa minkum. (Semoga Allah
menerima amal ibadah kami dan engkau). Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,
رَوَيْنَاهُ فِي الْمَحَامِلِيَاتِ بِإِسْنَادٍ
حَسَنٍ
“Kami telah meriwayatkannya dalam
al-mahamiliyat dengan sanad hasan” (Lihat, Fath al-Bari Syarh
Shahih al-Bari, II:446)
Keterangan:
Al-Mahamiliyat atau disebut juga al-Ajzaa
al-Mahamiliyat dan Amali al-Mahamili, berisi riwayat orang-orang Baghdad dan
Asbahan, karya Abu Abdullah al-Husen bin Ismail bin Muhamad al-Baghdadi
al-Mahamili (W. 630 H). (Lihat, Kasyf azh-Zunun, I:588)
Dalam riwayat Abul Qasim al-Mustamli
dengan redaksi
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
Artinya: “Semoga Allah menerima
amal ibadah kami dan kalian” (Lihat, Hasyiah at-Thahawi ‘ala al-Maraqi,
II:527.)
Dalam riwayat lain diterangkan dari
Shafwan bin Amr as-Saksaky berkata:
سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ بِسْرٍ وَعَبْدَ
الرَّحْمَنِ بْنَ عَائِذٍ وَجُبَيْرَ بْنَ نُفَيْرٍ وَخَالِدَ بْنَ مَعْدَانَ يُقَالُ
لَهُمْ فِي أَيَّامِ الأَعْيَادِ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ, وَيَقُوْلُوْنَ
ذَلِكَ لِغَيْرِهِمْ.
“Aku mendengar Abdullah bin Bisr,
Abdurahman bin 'Aidz, Jubair bin Nufair dan Khalid bin Ma'dan bahwa pada
hari-hari ied dikatakan kepada mereka Taqabbalallahu minna waminkum, dan mereka
pun mengucapkan seperti itu kepada yang lainnya.”
Kata Imam as-Suyuthi, hadis ini
diriwayatkan oleh al-Asbahani dalam at-Targhib wat Tarhib I:251. (Lihat,
Wushul al-Amani bi Ushul al-Tahani, hal. 66)
Demikian pula diterangkan oleh
Muhamad bin Ziyad, ia berkata:
كُنْتُ مَعَ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ
وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ فَكَانُوْا
إِذَا رَجَعُوْا مِنَ الْعِيْدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا
وَمِنْكَ.
“Aku beserta Abu Umamah al-Bahili
dan yang lainnya dari kalangan para sahabat Nabi saw. mereka itu apabila pulang
dari shalat Ied saling mengucapkan taqabbalallahu minna waminka". (H.R.
Ibnu Aqil, al-Fathurrabbani, VI:157)
Sedangkan dalam riwayat Zahir bin
Thahir dengan redaksi:
رَأَيْتُ أَبَا أُمَامَةَ البَاهِلِيّ
يَقُوْلُ فِي الْعِيْدِ لأَصْحَابِهِ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
“Aku melihat Abu Umamah al-Bahili di
hari ied berkata pada para sahabatnya Taqabbalallahu minna waminkum”. (Lihat,
Wushul al-Amani bi Ushul al-Tahani, hal. 66)
Amal para sahabat itu diteladani
oleh para tabi’in, antara lain sebagai berikut:
Syu'bah bin al-Hajjaj (w. 160 H)
berkata:
لَقَيْتُ يُوْنُسَ بْنَ عُبَيْدٍ فَقُلْتُ
: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ فَقَالَ لِي مِثْلَهُ.
“Aku bertemu dengan Yunus bin Ubaid
(w. 139 H) lalu aku berkata, "Taqabbalallahu minna waminka", maka dia
pun berkata seperti itu kepadaku”. (H.R. at-Thabrani, Wushul
al-Amani bi Ushul al-Tahani, hal. 66)
Dari berbagai keterangan di atas
dapat diambil kesimpulan:
1.
Pengamalan doa tahniah, baik iedul
Fithri maupun iedul Adha, berdasarkan amal sahabat.
2.
Pengamalan doa ini tidak hanya
berlaku hari ied saja (hari itu saja).
3.
Redaksi doa tahniah adalah taqabbalallahu
minna wa minka atau taqabbalallahu minna wa minkum. Sedangkan
tambahan shiyamana wa shiyamakum tidak ditemukan periwayatannya.
4.
Doa ini saling diucapkan antara satu
dengan yang lain ketika bertemu, bukan sebagai jawaban. Sedangkan membalas doa
ini dengan ucapan aamien tidak ditemukan riwayatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar