Hakikat Nuzul Al-Quran (Bagian II)
Kapan
Terjadinya Nuzulul Quran?
Mayoritas
kaum muslimin di Indonesia tentu akan menjawab tanggal 17 Ramadhan. Jika
pertanyaan itu dilanjutkan, mengapa 17 Ramadhan? Jawabannya belum tentu
diketahui oleh mayoritas kaum muslimin di Indonesia.
Sejauh
pengetahuan kami, gagasan ini berawal dari Ibnu Ishaq (w. 150 H), seorang pakar
tarikh Islam. Ia menyatakan bahwa ayat Al-Quran pertama kali turun adalah pada
tanggal 17 Ramadhan. Pendapat ini didasarkan pada firman Allah:
إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا
عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“…jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba
Kami (Muhammad) di hari Furqan yaitu di hari bertemunya dua
pasukan.” (QS. Al- Anfal: 41).
Adapun
kerangka metodologinya sebagai berikut: Furqan adalah pemisah
antara yang hak dan yang batil. Yang dimaksud dengan hari Al-Furqan ialah
hari kemenangan kaum Muslimin dan kekalahan orang kafir, yaitu hari
bertemunya dua pasukan di perang Badar. Bertemunya dua pasukan, muslimin dan
musyrikin, itu terjadi pada hari Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H. Dan hari Furqan adalah
hari ketika Al-Quran pertama kali diturunkan. Kedua hari itu sama-sama hari
Jumat dan tanggal 17 Ramadhan, tapi tahunnya berbeda.
Selain itu
didasarkan pada atsar (pendapat sahabat) sebagai berikut:
عَنْ حَوْطٍ الْعَبْدِيِّ قَالَ: سَأَلْتُ زَيْدَ بن
أَرْقَمَ عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ؟ فَقَالَ: مَا أَشُكُّ وَمَا أَمْتَرِيْ
أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعَ عَشْرَةَ لَيْلَةَ نُزُولِ الْقُرْآنِ وَيَوْمَ الْتَقَى
الْجَمْعَانِ
Dari Hawth
Al-‘Abadiy, ia berkata, “Saya bertanya kepada Zaid bin Arqam tentang Lailatul
Qadar?” Maka ia menjawab, “Saya tidak ragu bahwa Lailatul Qadar itu pada malam
ke-17 sebagai malam turunnya Al-Quran dan hari bertemunya dua pasukan.” (HR.
Ath-Thabrani,Al-Mu’jamul Kabir, V:131-132, No. hadis 4939)
Kata Ibnu
Hajar, “Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah dan Ath-Thabrani dengan
redaksi:
مَا أَشُكُّ وَلاَ أَمْتَرِي أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعَ
عَشْرَةَ مَنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ أُنْزِلَ الْقُرْآنُ
‘Saya tidak
ragu bahwa Lailatul Qadar itu pada malam ke-17 Ramadhan sebagai malam turunnya
Al-Quran.’
Dan
diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud.”(Lihat, Fath al-Bari
Syarh Shahih Al-Bukhari, IV: 263)
Pendapat
"17 Ramadhan" dipilih juga oleh Ustadz Muhammad Hudhari Bik dan Syekh
Mushthafa Al-Maragi. Syekh al-Maraghi menjelaskan, “Surat Al-Qadr menegaskan,
bahwa turunnya Al-Quran itu pada malam Lailah Al-Qadar. Ayat dalam surat
Ad-Dukhan menguatkan dan menjelaskan, bahwa turunnya (Al-Quran) itu pada malam
yang diberkahi. Ayat yang terdapat pada surat Al-Baqarah menunjukkan bahwa
turunnya al-Quran itu pada bulan Ramadan. Dan ayat pada Surat Al-Anfal
menunjukkan, bahwa turunnya Al-Quran itu pada hari yang sama (nama harinya)
dengan hari bertemunya dua pasukan besar pada perang Badar yang pada hari itu
Allah memisahkan yang haq dan yang batal. Maka jelaslah bahwa malam itu adalah
malam Jumat tanggal 17 Ramadhan. (Lihat, Tafsir Al-Maraghi,
juz 10, hlm. 207)
Hemat kami,
menurut pendapat ini yang dimaksud Nuzulul Quran adalah turunnya ayat Al-Quran
untuk pertama kali kepada Nabi saw. Ini berarti dapat dikategorikan Nuzulul
Quran pada tahap ketiga, yaitu ketika Al-Quran turun kepada Nabi saw. secara
berangsur-angsur.
Kedudukan
Riwayat “17 Ramadhan”
Pendapat
Ibnu Ishaq ini diterima secara meluas di Indonesia. Tapi Imam Az-Zarqani
membantah pendapat ini, walaupun ia tidak menyebutkan secara jelas tanggal
berapa ayat Al-Quran itu pertama kali turun.
Adapun berkenaan
dengan atsar, selain status hadisnya mauquf (perkataan
shahabat Nabi), bukan sabda Nabi saw. (hadis marfu’),
juga menurut para ahli hadis, hadis tersebut tidak lepas dari kedha’ifan,
sebagai berikut:
Status Hadis
Zaid bin Arqam
Ath-Thabrani
meriwayatkan hadis di atas melalui rawi bernama Muhammad bin Abdullah
Al-Hadhrami, dari Salm bin Junadah, dari Zaid Al-Hubbaab, dari Al-Mas’udiy,
dari Hawth Al-‘Abadiy (Al-Mu’jamul Kabir, V:131) Sementara Ibnu Abu
Syaibah melalui rawi Yazid bin Harun, dari Al-Mas’udiy, dari Hawth Al-‘Abadiy.
(Al-Mushannaf, II:326).
Adapun sebab
kedha’ifannya berporos pada rawi Hawth Al-‘Abadiy. Menurut Abul Fidaa Zainuddin
Qasim Quthluubugha, namanya Hawth bin ‘Abdul ‘Aziz Al-‘Abadiy. Dia meriwayatkan
hadis dari Ibnu Mas’ud dan Zaid bin Arqam. Sementara yang meriwayatkan darinya
adalah Abdul Malik bin Maisarah dan Al-Mas’udiy. (Lihat, Ats-Tsiqat
Mimman Lam Yaqa’ fiil Kutub As-Sittah, IV:71)
Kata Imam
Al-Bukhari:
حَدِيثُهُ هَذَا مُنْكَرٌ
“Hadisnya
ini munkar.” (Lihat, Majma’ az-Zawaa`id wa Manba’ al-Fawaa`id,
III:178)
Sementara
dalam kitab At-Tarikh Al-Kabir-nya, setelah Imam Al-Bukhari
menyebutkan riwayat “17 Ramadhan” tersebut, ia berkata:
وَ هَذَا مُنْكَرٌ لاَ يُتَابَعُ عَلَيْهِ
“Ini adalah
hadis munkar, tidak ada taa’bi’ (penguat) atasnya.” (Lihat, At-Tarikh
Al-Kabir, III:91)
Kata Ibnu
Hajar Al-Asqalani:
وَلاَ يُدْرَى مَنْ هُوَ
“Dan tidak
diketahui siapa dia.” (Lihat, Lisaan al-Miizaan, III:307)
Status Hadis Ibnu
Mas’ud
Hadis Ibnu
Mas’ud diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan redaksi sebagai
berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ:الْتَمِسُوهَا لَيْلَةَ
سَبْعَ عَشْرَةَ، فَإِنَّهَا صَبِيحَةُ يَوْمِ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى
الْجَمْعَانِ
Dari
Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Carilah Lailatul Qadar itu pada malam ke-17
karena malam itu adalah permulaan siang hari Furqan sebagai hari bertemunya dua
pasukan.” (HR. Ath-Thabrani, Al-Mu’jamul Kabir, X:130, No.
hadis 10.203)
Hadis di
atas diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Syaibah dan Abdurrazaq dengan redaksi
sebagai berikut:
الْتَمِسُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةَ سَبْعَ
عَشْرَةَ ، فَإِنَّهَا صَبِيحَةُ بَدْرٍ يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى
الْجَمْعَانِ
“Carilah
Lailatul Qadar itu pada malam ke-17 karena malam itu adalah permulaan siang
hari Badar, sebagai hari Furqan, hari bertemunya dua pasukan.”
(Mushannaf Ibnu Abu Syaibah,II:396, No. hadis 21; Mushannaf Abdurrazaq, II:251,
No. hadis 8680)
Ath-Thabrani
meriwayatkan hadis di atas melalui rawi bernama "’Abdan bin Ahmad, dari
Abu Bakar bin Abu Syaibah, dari Wakii’, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari
Hujair Ats-Tsa’labiy, dari Al-Aswad bin Yazid, dari Ibnu Mas’ud (Lihat, Al-Mu’jam al-Kabir, X:13)
Sementara
Ibnu Abu Syaibah dan Abdurrazaq melalui rawi Wakii’, dari Israil dan ayahnya.
Keduanya dari Abu Ishaq, dari Hujair Ats-Taghlabiy, dari Al-Aswad bin Ali’,
dari Ibnu Mas’ud. (Lihat, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, II:396; Mushannaf Abdurrazaq, II:251)
Adapun sebab
kedha’ifannya berporos pada rawi Abu Ishaq. Menurut Syekh Al-Albaniy, “Ini
sanad yang dha’if, Abu Ishaq adalah As-Sabii’I, ia mudallis (menyamarkan sanad)
dan mukhtalith (berubah daya hapalannya). Selain itu, hadis tersebut menyalahi
riwayat yang shahih dari Ibnu Mas’ud dan lainnya bahwa bahwa Lailatul Qadar itu
pada sepuluh hari terakhir (dari bulan Ramadhan).” (Lihat, Dha’iif
Sunan Abu Dawud, II:65-66)
Berdasarkan
penjelasan para ahli hadis di atas, maka hadis Mauquf (ucapan
shahabat) dalam hal ini Zaid bin Arqam dan Ibnu Mas’ud tidak dapat dipergunakan
sebagai hujjah bahwa Al-Quran itu diturunkan pada “17 Ramadhan”, karena
statusnya dha’if (lemah).
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Tidak ada komentar