Shaum Atas Orang yang Meninggal
Rasulullah saw. pernah ditanya oleh
beberapa orang tentang “shaum atas orang yang telah meninggal”. Kabar ini
dimuat kurang lebih dalam 20 hadis, yang secara umum disampaikan oleh sahabat
Nabi bernama Abdullah bin Abbas, dengan redaksi yang berbeda:
(a) Riwayat Al-Bukhari dan
Al-Baihaqi melalui Zaidah, dari Al-A’masy, dari Muslim al-Bathin, dari
Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas dengan redaksi:
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ
شَهْرٍ أَفَأَقْضِيْهِ
عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى
Seorang laki-laki datang
menghadap Nabi Saw., lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah saw. Sesungguhnya
ibuku wafat dan ia mempunyai kewajiban shaum satu bulan, apakah aku yang
melunasi shaum itu sebagai pengganti darinya?” Beliau menjawab, “Benar.” Beliau
bersabda, “Hutang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi.”
(b) Riwayat Abu Daud melalui
Abu Muawiyah, dari Al-A’masy, dari Muslim al-Bathin, dari Said bin Jubair, dari
Ibnu Abbas dengan redaksi:
أَنَّ
امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَتْ إِنَّهُ كَانَ عَلَى أُمِّهَا صَوْمُ
شَهْرٍ أَفَأَقْضِيْهِ
عَنْهَا فَقَالَ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ قَالَتْ
نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى
Seorang perempuan datang
menghadap Nabi Saw., lalu ia bertanya, “Bahwa ibunya wafat dan ia mempunyai
kewajiban shaum satu bulan, apakah aku yang melunasi shaum itu sebagai
pengganti darinya?” Beliau balik bertanya, “Jika ibumu mempunyai hutang apakah
kamu akan melunasinya?” Ia menjawab, “Benar.” Beliau bersabda, “Hutang kepada Allah
lebih berhak untuk dilunasi.”
(c) Riwayat Al-Bukhari, Muslim, dan
Al-Baihaqi melalui Al-Hakam, dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas dengan
redaksi:
جَاءَتِ
امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ
إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ
نَذْرٍ فَقَالَ
أَكُنْتِ قَاضِيَةً عَنْهَا دَيْنًا لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ قَالَتْ نَعَمْ
قَالَ فَصُوْمِيْ عَنْهَا
Seorang perempuan
datang menghadap Nabi Saw., lalu ia bertanya, “Bahwa ibuku wafat dan ia
mempunyai kewajiban shaum nadzar (apakah aku yang melunasi shaum itu sebagai
pengganti darinya?)” Beliau balik bertanya, “Jika ibumu mempunyai hutang apakah
kamu akan melunasinya?” Ia menjawab, “Benar.” Beliau bersabda, “Shaumlah kamu
sebagai pengganti darinya.”
(d) Riwayat Al-Bukhari, At-Tirmidzi,
Ad-Daraquthni, Al-Baihaqi, dan Ibnul Jarud melalui Abu Khalid Al-Ahmar, dari
Al-A’masy, dari Salamah bin Kuhail, Muslim Al-Bathin, dan Al-Hakam. Ketiganya
menerima dari Said bin Jubair, Atha, dan Mujahid. Ketiganya dari Ibnu Abbas
dengan redaksi:
جَاءَتِ
امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ
أَنَّ أُخْتِيْ مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ
شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ
أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُخْتِكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَضَيْتِهِ قَالَتْ نَعَمْ
قَالَ فَحَقُّ اللهِ أَحَقُّ
Seorang perempuan datang
menghadap Nabi Saw., lalu ia bertanya, “Bahwa saudara perempuanku wafat dan ia
mempunyai kewajiban shaum dua bulan berturut-turut (apakah aku yang melunasi
shaum itu sebagai pengganti darinya?)” Beliau balik bertanya, “Jika saudara
perempuanmu mempunyai hutang apakah kamu akan melunasinya?” Ia menjawab,
“Benar.” Beliau bersabda, “Maka hak Allah lebih berhak untuk ditunaikan.”
Hadis yang semakna diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Syaibah dari sahabat
Buraidah, namun yang ditanyakan bukan saudara perempuannya melainkan ibunya.
(e) Riwayat Al-Bukhari dan
Al-Baihaqi melalui Ikrimah dari Ibnu Abbas dengan redaksi:
أَتَتِ
امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ
يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ
خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا قَالَ
أَرَأَيْتِ لَوْ أَنَّ أُمَّكَ مَاتَتْ وَعَلَيْها دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ
قَالَتْ نَعَمْ قَالَ إِقْضِي دَيْنَ أُمِّكِ
Seorang perempuan datang
menghadap Nabi Saw., lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah Saw. sesungguhnya
ibuku wafat dan ia mempunyai kewajiban shaum lima belas hari (apakah aku yang
melunasi shaum itu sebagai pengganti darinya?)” Beliau balik bertanya,
“Bagaimana menurut pendapat kamu, jika ibumu wafat dan ia mempunyai hutang
apakah kamu akan melunasinya?” Ia menjawab, “Benar.” Beliau bersabda,
“Lunasilah hutang ibumu.”
Memperhatikan keterangan-keterangan di
atas, kita belum mendapatkan kepastian tentang siapa yang bertanya dan siapa
yang ditanyakan. Meskipun demikian, dilihat dari segi pokok permasalahan, sanad
dan matan hadis Ibnu Abbas di atas semuanya menunjukkan shaum yang berhubungan
dengan nadzar. Hal ini tercermin dari penggunakan kalimat yang saling
menjelaskan dalam riwayat Al-Bukhari sebagai berikut:
{ وَعَلَيْهَا
صَوْمُ نَذْرٍ } { وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ } { وَعَلَيْهَا خَمْسَةَ عَشَرَ
يَوْمًا } {وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ }
(Lihat penjelasannya dalam kitab Fathul
Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, IV:705 dan juga Nailul Authar Syarh
Muntaqal Akhbar, IV:302)
Adapun salah satu bentuk nadzarnya
adalah sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: أَنَّ امْرَأَةً رَكِبَتِ الْبَحْرَ فَنَذَرَتْ أَنَّ اللهَ
نَجَّاهَا أَنْ تَصُوْمَ شَهْرًا فَأَنْجَاهَا اللهُ فَلَمْ تَصُمْ حَتَّى
مَاتَتْ فَجَاءَتْ قَرَابَةٌ لَهَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ
فَقَالَ: صُوْمِيْ عَنْهَا
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Seorang
perempuan naik perahu, lalu ia bernadzar akan shaum satu bulan bila Allah
menyelamatkan perjalanannya. Maka Allah menyelamatkannya, namun ia belum
melaksanakan shaum nadzarnya hingga meninggal. Lalu kerabatnya datang kepada
Rasulullah, kemudian ia menceritakan hal itu. Maka beliau menjawab, ‘Shaumlah
atasnya’.” H.r. Ahmad, An-Nasai, dan Abu Daud.
Pertanyaan yang diajukan dalam
hadis-hadis di atas belum jelas, apakah melaksanakan nadzarnya atau
melaksanakan shaumnya ? Rasulullah menjawab:
لَوْ كَانَ
عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللهِ
أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى
“Kalau ibumu punya utang, apakah kamu
akan melunasinya?” Ia menjawab, “Benar.” Rasulullah saw. bersabda, “Hutang
kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi.”
Dari sabda Nabi saw. di atas terlihat
dengan jelas bahwa orang yang bertanya itu bukan diperintah untuk menshaumkan
orang lain melainkan melunasi hutang nadzarnya. Dan dalam hal ini dapat
dilakukan oleh siapa pun.
Dalam konteks ini pula kita dapat
mendudukan hadis riwayat Al-Bukhari, Muslim, Ibnul Jarud, Ibnu Hiban,
Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni, Abu Daud, At-Thabrani, An-Nasai, Abu Ya’la, dan
Ad-Dailami dari Aisyah yang berbunyi:
مَنْ مَاتَ
وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barang siapa meninggal dan ia mempunyai
kewajiban shaum, maka walinya shaum sebagai pengganti darinya.”
Karena shaum di sini bukan berkaitan
dengan shaum Ramadhan, melainkan dengan shaum nadzar. Karena itu, pada riwayat
Ishaq bin Rahawaih kata shiyam pada redaksi itu ditaqyiid (dibatasi)
oleh kata “Nadzrin”. Adapun redaksinya sebagai berikut:
مَنْ مَاتَ
وَعَلَيْهِ صَوْمُ نَذْرٍ فَلْيَصُمْ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barang siapa meninggal dan ia mempunyai
kewajiban shaum nadzar, maka hendaklah walinya shaum sebagai pengganti
darinya.” (Lihat, Musnad Ishaq bin
Rahawaih, II:316)
Berdasarkan penjelasan di atas,
kedudukan hadis tersebut tidak dapat dijadikan dalil bolehnya menshaumkan orang
lain, menggantikan atau mewakilinya, dan yang dibayarkan shaumnya mendapat
ganjaran dari shaum tersebut. Karena pengertian seperti ini, selain tidak
sejalan dengan petunjuk hadis di atas, juga bertentangan dengan beberapa ayat
Alquran yang menyatakan bahwa masing-masing orang hanya dapat menerima buah
dari amalnya sendiri, antara lain QS. An-Najm:39.
Berdasarkan pengertian di atas, maka
hadis-hadis tersebut shahih sanad shahih matan.
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar
Tidak ada komentar