Sejarah Pemuda Persis
Sebagai organisasi pemuda Islam yang bersifat harakah tajdid, Pemuda Persis bergerak dalam bidang pendidikan, da’wah dan aktivitas lainnya yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah dalam bentuk kehidupan berjama’ah, berimamah dan berimarah.
Tampilnya Pemuda Persis generasi awal, dimulai sejak A. Hassan membina para pemuda muslim yang bersekolah di lembaga-lembaga pendidikan milik pemerintah kolonial Belanda. Perhatian A. Hassan terhadap pemuda amatlah besar, karena A. Hassan menyadari bahwa anak-anak muda yang tengah menuntut ilmu itu adalah calon pemimpin di masa datang.
Menurutnya kalau para pemimpinnya jauh dari agama, bagaimana masa depan umat yang dipimpinnya kelak?
Di antara murid-murid sekolah menengah Belanda yang sering datang ke rumah A. Hassan untuk bertanya dan membahas soal-soal Islam, adalah Fakhruddin Al-Khahiri. Ia pemuda yang bertubuh tinggi, bersuara lantang dan agak emosional.
Selain itu ada juga pemuda bernama Muhammad Natsir. Ia mempunyai sifat lemah lembut, bicaranya halus namun memikat karena jalan pikirannya teratur dengan hujjah yang kuat yang memperhatikan analisis yang tajam dan jernih.
Jika ada yang mencela Islam, Muhamad Natsir, Fakhruddin Al-Khahiri dan kawan-kawan muda lainnya, segera menyampaikan hal itu kepada A. Hassan untuk dimintai jawabannya. Ketika seorang pendeta menghujat Nabi Muhammad Saw. di hadapan murid-murid AMS (Algemeene Middelbard School – setingkat SMA sekarang) yang kebetulah Natsir dan Fakhruddin ikut mendengarkan, Natsir segera membuat bantahan atas ceramah pendeta tersebut dalam surat kabar AID.
Peristiwa ini pulalah yang mendorong Natsir untuk mendirikan Komite Pembela Islam. Sebuah komite di bawah naungan Persis yang menentang berbagai penghinaan yang dituduhkan pada Islam dan umatnya serta berbagai persoalan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dalam gerakannya, Komite Pembela Islam ini menerbitkan majalah Pembela Islam.
Pemuda Persis berdiri resmi sebagai bagian otonom di bawah naungan dan binaan Persis tanggal 22 Maret 1936. Persis berdiri atas gagasan Fachruddin Alkhahiri dan Kemas Ahmad yang mengutarakan perlunya segera dibentuk organisasi khusus pemuda untuk membina para pemuda sebagai kader Persis dalam wadah organisasi tersendiri.
Gagasan tersebut diutarakan dalam rapat anggota di Gedung Persis, Jalan Pangeran Soemedang (sekarang jalan Oto Iskandardinata) yang dipimpin oleh H. Azhari,
Terpilih sebagai ketuanya adalah Djoedjoe (Bapak Juju Danuwikarta). Para pemuda yang terjun dalam pendidikan di pesantren Persis itu antara lain Mohammad Natsir, Fachruddin Alkhahiri, E. Abdurrahman, O. Qomaruddin dan Abdul Qadir Hasan.
Pemuda Persis berikutnya adalah Eman Sar’an dan Rusyad Nurdin. Mereka berdua berhasil memberantas praktik dansa di kalangan muda-mudi di diskotik-diskotik kota Bandung. Mereka juga mempelopori penyelenggaraan shalat Ied di lapangan yang pada waktu itu mendapat tantangan dari umat Islam lainnya. Aktivitas lainnya adalah pengumpulan dan pembagian zakat fitrah secara langsung kepada fakir miskin pada hari Idul Fitri dan khitanan massal.
Tampilnya Pemuda Persis pasca kemerdekaan, ditandai dengan aktivitas para alumni pesantren Persis yang bergabung dengan Jam’iyyah Pemuda Persis, antara lain A. Latief Muchtar (Ketua Umum PP Pemuda Persis periode 1953-1956) bersama dengan Yahya Wardi, Yusuf Amir Faisal, E. Bahrum, Jusuf Zamzam, dan Ismail kamil.
Mereka merupakan generasi ketiga setelah Mohammad Natsir, Fakhruddin Al-Khahiri dari generasi pertama Pemuda Persis yang belum terorganisasi (1923-1936) dan Juju Danuwikarta, Eman Sar’an, Rusyad Nurdin dari generasi kedua (1936-1942) yang telah terorganisir dan tersusun tasykil pimpinannya melalui Muktamar ke-1 Pemuda Persis (24-25 Desember 1936).
Sementara dari generasi 1942-1953 tidak tercatat aktivitas organisasi karena pendudukan Jepang dan perang yang bekecamuk.
Setelah kepemimpinan A. Latief Muchtar, hasil Muktamar ke-2 Pemuda Persis di Bandung tanggal 17-20 September 1953, kepemimpinan PP Pemuda Persis berikutnya adalah Yahya Wardi (ketua umum)
Periode keempat (1956-1962) hasil muktamar ke-3 Pemuda Persis di Bandung, 15-18 Desember 1956.
Periode kelima (1962-1967) hasil Musyawarah Besar PP Pemuda Persis di Bandung tahun 1962 (tanggal dan bulannya tidak tercatat) yang bisa dikatakan sebagai Muktamar ke-4 Pemuda Persis dengan ketua umumnya Suraedi.
Muktamar Persis ke-7 di Bangil (2-5 Agustus 1960) Pemuda Persis tidak diikutsertakan, karena dikhawatirkan akan timbul gejolak yang lebih dari sekedar “gelombang dalam gelas”.
Periode keenam (1967-1981) hasil Muktamar ke-5 Pemuda Persis di Bandung, 25-27 November 1967 dengan ketua umumnya Yaman AS;
Periode ketujuh (1981-1990) hasil Muakhot (Muktamar ke-6) Pemuda Persis di Bandung, 16-18 Mei 1981dengan ketua umumnya Ikin Shadikin;
Periode kedelapan (1990-1995) hasil Muktamar ke-7 Pemuda Persis di Garut, 6-8 Mei 1990 dengan ketua umumnya Drs. Entang Mukhtar, ZA;
Periode kesembilan (1995-2000) hasil muktamar ke-8 Pemuda Persis di Jakarta, 2-4 September 1995 dengan ketua umumnya H. Atif Latifulhayat, SH.;
Periode kesepuluh (2000-2005) hasil muktamar ke-9 Pemuda Persis di Jakarta, 9-11 September 2000 dengan ketua umumnya Drs. H. Uus Mukhamad Rukhiyat yang membawa Pemuda Persis ke Khittahnya sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah.
Muktamar 10 Pemuda Persis yang berlangsung pada tanggal 3-5 September 2005 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, telah melahirkan ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Persis untuk masa jihad 2005-2010, Jeje Zaenudin Amsari.
Tidak ada komentar