Header Ads

  • NEWS UPDATE

    Larangan Tasyabbuh Kepada Orang Kafir


    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (١٠٤)

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengatakan (kepada Muhammad), "Raa'ina", tetapi katakanlah,  "Unzhurna", dan "dengarlah". dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih. QS. al-Baqarah [2]: 104

    Tentang "Yaa ayyuhalladziina aamanuu"

    Berkata al-Fakhr ar-Raziy:
    Ketahuilah! Bahwasanya Allah Ta'ala memanggil kaum mu'minin dengan lafad "Yaa ayyuhalladziina aamanuu" pada 88 tempat dari Al-Qur'an. Tafsir ar-Raziy, Mafatih al-Ghaib, II: 260.

    Dan berkata 'Abdullah bin Mas'ud:
    "Jika anda mendengar Allah berfirman: 'Yaa ayyuhalladziina aamanuu', maka dengarkanlah baik-baik, karena ada kebaikan yang ia perintahkan atau ada kejelekan yang ia larang." Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, I: 325, III: 6, 534.

    Sababun Nuzul ayat

    Kaum muslimin suka mengucapkan:  "Raa 'ina ya Rasulallah; Yang berarti: Sudilah kiranya anda memperhatikan kami. Sedangkan lafad tersebut (raa'ina) dalam bahasa Yahudi termasuk lafad jelek dengan arti: Dengarlah tapi aku tak akan mendengar (isma' laa sami'tu), atau perhatikanlah kami hai bodoh (raa'inaa ya ahmaqu). 
    Setelah orang-orang Yahudi mendengar lafad ini, mereka berkata: Kita biasanya mencaci Muhammad dengan sembunyi-sembunyi maka sekarang kita caci dia dengan terang-terangan. Maka mereka mendatangi Rasulullah saw. Lalu mengucapkan: "raa'inaa ya Muhammad." dan mereka saling tertawa dengan sesamanya.
    Sa'ad bin Mu'adz mendengarnya dan ia mengerti maksud mereka tersebut karena Sa'ad mengetahui bahasa Yahudi. Lalu ia berkata kepada orang Yahudi: "Kalaulah aku mendengar lagi di antara kalian mengucapkannya kepada Rasulullah akan kupenggal lehernya." Kata mereka: Bukankah kalian juga suka mengucapkannya? Lalu Allah  menurnkan ayat tersebut, supaya bagi orang Yahudi tidak ada jalan untuk mencaci Rasulullah saw. Tafsir al-Baghawiy, Ma'alim at-Tanzil, I: 66

    Larangan mengucapkan: "raa'inaa."

    Imam Ibnu Katsir menerangkan:

    نَهَى اللهُ تَعَالَى الْمُؤْمِنِيْنَ أَنْ يَتَشَبَّهُوْا بِالْكَافِرِيْنَ فِي مَقَالِهِمْ وَفِعَالِهِمْ.
    Allah Ta'ala melarang orang-orang beriman menyerupai orang-orang kafir baik pada ucapan maupun pada perbuatan.

    Demikian itu, karena orang Yahudi bermaksud dengan perkataannya ucapan yang menyembunyikan apa yang menjadi tujuan mereka untuk mengejek -semoga la'nat Allah atas mereka-. Maka bila mereka bermaksud mengucapkan: Sudilah kiranya kamu mendengarkan kami, mereka mengucapkan kata "Raa'inaa" dengan menyembunyikan "Ru'unah".

    مِنَ الَّذِينَ هَادُوا يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَاعِنَا لَيًّا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِي الدِّينِ وَلَوْ أَنَّهُمْ قَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاسْمَعْ وَانْظُرْنَا لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَقْوَمَ وَلَكِنْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَلا يُؤْمِنُونَ إِلا قَلِيلا (٤٦)
    Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya, mereka berkata, "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya, dan (mereka mengatakan pula), "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa, dan (mereka mengatakan), "Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, "Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis. QS. An-Nisaa [4]: 46.

    Begitu juga hadits-hadits datang memberitakan tentang mereka, bahwa bila mereka mengucapkan salam, sebenarnya mereka mengucapkan, "Assaamu 'alaikum". Dan arti "Assaamu" adalah "mati". Oleh karena itu kita diperintah untuk menjawab kepada mereka itu dengan ucapan "wa 'alaikum". Do'a kita pada mereka akan diijabah sedangkan do'a mereka pada kita tidak diijabah.
      
    وَالْغَرْضُ: أَنَّ اللهَ تَعَالَى نَهَى الْمُؤْمِنِيْنَ عَنْ مُشَابَهَةِ الْكَافِرِيْنَ قَوْلاً وَفِعْلاً.
    Yang menjadi tujuan (dari ayat ini ialah): Sesungguhnya Allah Ta'ala melarang orang-orang beriman menyerupai orang-orang kafir baik pada ucapan maupun pada perbuatan. Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, I: 325.

    Dalam sebuah hadits disebutkan:

    عَنِ ابْنِ عُمَرَ ر. قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.: وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
    Dari Ibnu Umar  ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Dan ditetapkan kehinaan dan kerendahan bagi siapa pun yang menyalahi perintahku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut. HR. Ahmad, Musnad Abdullah bin Umar no. 5114.


    Perintah mendengarkan "(wasma'uu)."

    Kata "mendengar" (sam'u) bukanlah hanya suaranya tertangkap oleh telinga, akan tetapi perintah faham, bahkan perintah untuk ta'at. Demikian itu, sebagaimana ar-Raghib menyampaikan hasil analisa beliau. Kata beliau:

    اَلسَّمْعُ قُوَّةٌ فِي الْاُذُنِ بِهِ يُدْرَكُ الْأَصْوَاتُ، وَفِعْلُهُ يُقَالُ لَهُ السَّمْعُ أَيْضًا. وَيُعَبَّرُ تَارَةً بِالسَّمْعِ عَنِ الْأُذُنِ، وَتَارَةً عَنْ فِعْلِهِ كَالسِّمَاعِ، وَتَارَةً عَنِ الْفَهْمِ، وَتَارَةً عَنِ الطَّاعَةِ.
    Kata "As-Sam'u": Kekuatan pada telinga yang dengannya dapat ditemukan suara-suara, pekerjaannya pun disebut "sam'u" Kata tersebut terkadang ungkapan tentang telinga, terkadang tentang pekerjaannya seperti mendengar, terkadang tentang memahami dan terkadang ungkapan tentang ta'at. Mu'jam Mufradat ar-Raghib al-Ashfahaniy hal. 248.

    Bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih

    Menurut abu as-Sa'ud dalam tafsirnya:

    فِيْهِ وَعِيْدٌ شَدِيْدٌ لَهُمْ وَنَوْعُ تَحْذِيْرٍ لِلْمُخَاطَبِيْنَ عَمَّا نُهُوْا عَنْهُ.
    "Padanya, ancaman keras bagi mereka (orang Yahudi), dan semacam tahdzir bagi orang-orang mu'min dari apa yang dilarang tersebut." Tafsir Abi as-Sa'ud, Irysad al-'Aql as-Salim, I: 169
      
    Balaghah ayat

    Pada ayat tersebut terdapat dalam ilmu Balaghah yang disebut Thibaq Salab, karena ada dua ma'na yang bertolak belakang, yang satu mujab (positif) dan yang lainnya manfiy(negatif), yaitu (Laa taquuluu & Quuluu). Abu Nabhan, Panggilan Allah swt. Dalam Al-Qur'an, hal. 5, Dasar-dasar Ilmu Balaghah, hal. 21




    Penulis: Ust. Hamdan
    (Ketua PD Pemuda Persis Kab. Bandung)

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    trikblog.co.cc