Di antara peristiwa itu, bagi warga
kota dan kabupaten Bandung khususnya, terjadi di penghujung tahun 2012 tepatnya
hari Jumat-Sabtu, 21-22 Desember 2012, ketika curah hujan tinggi selama dua
hari itu “menyebabkan” meluapnya 19 air sungai dan terjadinya banjir di Kota
Bandung, antara lain sungai Cidurian, RW 14, Kelurahan Cigadung, Kecamatan
Cibeunying Kaler. Tercatat dua rumah ambrol. Sungai Cihaurgeulis, Kelurahan
Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying. Tanggul dan tiga rumah jebol. Sungai
Cikapundung Kolot, RT 1 dan 2, RW 11, Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Lengkong.
Kirmir sepanjang 30 meter kondisinya anjlok, kirmir ambrol sepanjang 7,5 meter,
dan kirmir retak sepanjang 13 meter.
Komplek Perumahan Adipura, Kelurahan Derwati, Kecamatan Rancasari. Jalan
masuk ke perumahan tergenang karena luapan air dari drainase akibat dua sumber
saluran yang bertemu di satu titik. Sungai Cidurian, RT 2 RW 16, Kelurahan
Padasuka, Kecamatan Cibeunying Kidul. Kirmir ambrol sepanjang 13 meter, dan
terjadi retakan kirmir. Sungai Cikapundung, RW 6, Kelurahan Mengger. Kirmir
ambrol. Sungai Cidurian, Kelurahan Cisaranten Endah, Kecamatan Arcamanik.
Kirmir ambrol sepanjang 20 meter. Sungai Cipamokolan, RW 9, Kelurahan Padasuka,
Kecamatan Cibeunying Kidul. Satu rumah roboh, dan kirmir retak sepanjang 22
meter. Sungai Cikapundung Kolot, Kelurahan Binong dan Kelurahan Gumuruh.
Pondasi dan kirmir roboh. Saluran Cijawura (Bendung Bahrudin), Perumahan Buana
Sari, terjadi luapan air. Sungai Cidurian, Parakan Mas, terjadi luapan air.
Sungai Cikapundung Kolot, RW 7, Kebon Gedang, Kelurahan Maleer, Kecamatan
Batununggal, terjadi luapan air. Sungai
Cidurian, dekat benteng Makam Pahlawan, terjadi luapan air. Sungai Cidurian,
Neglasari, terjadi luapan air. Saluran Rancabolang, Jalan Salendro, terjadi
luapan air. Saluran Rancabolang, Jalan Jupiter Raya, terjadi luapan air.
Di tempat tinggal kami, daerah
Maleer V Kecamatan Batununggal, yang dialiri sungai Cikapundung kolot,
ketinggian air mencapai 2 m. Peristiwa itu telah menggugah kembali kenangan
lama kami—hampir 14 tahun yang lalu—sebagai
warga masyarakat yang tinggal di daerah itu.
Uniknya, hujan yang turun selama dua
hari berturut-turut itu bukan saja menyebabkan terjadinya banjir di Kota
Bandung, namun dalam waktu yang hampir bersamaan juga telah menyebabkan banjir
di 6 kecamatan di Kabupaten Bandung, meliputi Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot,
Bojongsoang, Rancaekek, Cileunyi dan Banjaran.
Peristiwa fenomenal itu kembali
menyambangi ibu kota Indonesia, Jakarta, tepatnya Kamis 17 Januari 2013, dini
hari sampai jelang siang. Banjir pada hari itu
telah menggenangi perumahan, perkantoran, sekolah, hingga jalan-jalan
ibukota yang dihuni 14 juta orang. Bahkan balaikota dan Istana Negara pun
terkena imbas banjir Ibu Kota. Daerah yang terendam banjir Jakarta meliputi 720
RT, 309 RW, 73 kelurahan. 31 kecamatan dengan jumlah penduduk terdampak 30.964
KK atau 114.248 jiwa. Jumlah pengungsi hingga saat ini (Jumat 18 Januari 2013)
sekitar 15.423 jiwa.
Peristiwa Banjir Desember 2012 di
Bandung dan Januari 2013 di Jakarta hanyalah sebagian kecil potret bencana
banjir yang terjadi di seluruh negeri ini. Pasalnya, menurut Kepala Pusat Data
Informasi dan Hubungan Masyarakat (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, sebanyak 315
kabupaten dan kota dengan 60,9 juta jiwa tinggal di daerah rawan sedang dan
rawan tinggi banjir di Indonesia.
Ketika manusia membicarakan
permasalahan Banjir, baik tentang sebab dan cara-cara menanggulanginya, pada
umumnya manusia tidak “melibatkan” pandangan Allah yang tercantum dalam
Al-Quran dan melalui sabda Nabi saw. Sehingga yang disebut sebagai penyebab
biasanya berkaitan dengan curah hujan yang tinggi, kerusakan DAS (daerah aliran
sungai), sedimentasi (pengendapan) sungai, masalah sampah di sungai, dan
sebagainya. Padahal dalam pandangan Al-Quran, perkara-perkara itu pada
hakikatnya hanyalah sebab pelengkap atau efek samping, bukan sebagai sebab
utama. Jika demikian halnya, bagaimana banjir menurut Al-Quran dan Sunnah?
Untuk menjawab itu, mari kita
perhatikan pandangan Al-Quran tentang hujan. Dalam pandangan Al-Quran, hujan
merupakan anugerah yang diberikan Allah Swt.
bagi semua makhluk di alam semesta ini. Tetesan air yang turun dari langit
itu menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Al-Quran menyebut hujan
sebagai rahmat (Al-A’raf:57, An-Naml:63, Al-Furqan:48), rezeki (Ghafir:13 dan
Adz-Dzariyat:22), dan Raj'i (berarti kembali, surat Ath-Thariq:11).
Secara ilmiah, rahmat dan rezeki itu
dapat dimaknai dalam berbagai dimensi, antara lain keseimbangan ekologis.
Manfaat dan rezeki dalam konteks ini dapat dipetakan sebagai berikut.
Pertama, berkat
kekuasaan Allah Swt., air dapat diubah menjadi kumpulan gas di atmosfer dengan
bantuan sinar matahari, yang disebut awan dengan bentuk yang bergumpal-gumpal.
Dalam bahasa ilmiah, proses ini disebut evaporasi. Proses evaporasi ini telah
dijelaskan dalam Al-Quran:
اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ
كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا
“Allah, Dialah yang mengirim angin,
lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut
yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal...” (QS.
Ar-Rum: 48)
Dalam proses ini, setiap saat air
asin sebanyak 97% dari jumlah air di Bumi berpindah menuju atmosfer dengan
perkiraan sekitar 16 juta ton per detik, sehingga menghasilkan 513 trilyun ton
air per tahun.
Kedua, berkat
kekuasaan Allah pula angin dihembuskan dan menghalaukan awan, hingga awan itu
terkumpul dan bertumpuk dalam gumpalan-gumpalan di langit. Ketika awan tersebut
semakin hitam dan berat maka akan terjadi hujan di antara celah-celahnya. Dalam
bahasa ilmiah, proses jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi disebut
presipitasi. Proses presipitasi ini telah dijelaskan dalam Al-Quran:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ
“Tidakkah kamu melihat bahwa Allah
mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian
menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari
celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit,
(yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka
ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya…” (QS.
An-Nuur: 43)
Pada ayat tersebut, Allah Swt.
menghendaki pada tempat jatuhnya air di daerah beriklim dingin menjadi salju
sedangkan jatuhnya air di daerah iklim tropis menjadi air hujan.
Menurut penelitian modern, air hujan
yang menguap dan turun kembali ke Bumi dalam bentuk hujan berjumlah
"tetap", yakni 513 triliun ton pertahun. Jumlah yang tetap ini
dinyatakan dalam Al Quran dengan menggunakan istilah "menurunkan air dari
langit menurut kadar". Allah Swt. Berfirman:
وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ تُخْرَجُونَ
“Dan Yang menurunkan air dari langit
menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang
mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS.
Az-Zukhruf: 11)
Ketiga, setelah air
hujan turun ke bumi, dengan kekuasaan Allah, air itu diatur menjadi dua bagian:
Pertama, meresap ke dalam tanah. Proses ini disebut infiltrasi. Kedua,
meluap ke permukaan tanah. Proses ini disebut surface run-off.
Dalam proses infiltrasi, air yang
meresap ke dalam tanah sebagian akan tertahan oleh partikel-partikel tanah dan
menguap kembali ke atmosfer, sebagian lagi diserap oleh tumbuhan dan yang lain
akan terus meresap di bawah permukaan bumi hingga zona yang terisi air yaitu
zona saturasi. Proses ini disebutkan dalam Al-Quran:
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الْأَرْضِ
وَإِنَّا عَلَى ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ
“Dan Kami turunkan air dari langit
menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan
sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (QS.
Al-Mu’minuun: 18)
Air yang meresap melalui pori-pori
tanah kemudian tersimpan di bawah permukaan bumi yang impermeabel (tak
dapat ditembus oleh air) sehingga disebut air tanah.
Dalam proses surface runoff,
ketika zona saturasi terus terisi oleh air maka air tersebut akan mencari cara
untuk meloloskan diri ke permukaan bumi. Apabila air hujan terus jatuh ke
permukaan bumi tetapi tanah tidak mampu menyerap maka air permukaan ini mencari celah untuk mengalir di antara palung
sungai dan danau. Proses surface runoff ini disebutkan dalam Al-Quran:
أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا
“Allah telah menurunkan air (hujan)
dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya…” (QS. Ar-Ra’d:
17)
Kedua proses ini (infiltrasi dan
surface runoff) juga diisyaratkan oleh Nabi saw.
مَثَلُ مَا بَعَثَنِي
اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ
مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً
“Perumpamaan apa yang ditugaskan
kepadaku oleh Allah untuk kusampaikan dari tuntunan dan pengetahuan adalah
bagaikan hujan yang lebat yang tercurah ke bumi. Ada di antaranya yang subur,
menampung air sehingga menumbuhkan aneka tumbuhan dan rerumputan yang banyak.
Ada juga yang menampung air itu, lalu Allah menganugerahkan kepada manusia
kemampuan untuk memanfaatkannya, maka mereka dengan air itu dapat minum,
mengairi sawah dan menanam tumbuhan, dan ada lagi yang turun di daerah yang
datar tidak dapat menampung air, tidak juga menumbuhkan tanaman….” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Menurut penelitian para ahli, ketika
keseimbangan ekologis terpelihara dengan baik air yang meresap ke dalam tanah sekitar
75% - 85%, sedangkan menjadi run-of yang mengalir ke sungai dan terbuang
ke laut sekitar 15% sampai 25%.
Proses siklus air yang
berulang-ulang ini sangat penting bagi keberlangsungan keseimbangan ekologis
dan kelangsungan kehidupan di dunia. Dalam konteks inilah Al-Quran menyebut air
hujan dengan Raj’i.
Dengan demikian, karena hujan itu
sebagai karunia yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya, maka sejatinya air
hujan tidak akan menimbulkan madharat bagi manusia, sehingga tidak layak
dijadikan sebagai “kambing hitam” penyebab banjir.
Oleh Ust. Amin
Saefullah Muchtar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar