Fiqih Banjir (Bagian I)



Memperhatikan perjalanan hidup kita hingga tahun 2013 ini, sungguh teramat banyak peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita yang layak dijadikan ‘ibrah (cermin) sebagai bahan evaluasi sekaligus introspeksi atas perilaku kita dalam mengelola kehidupan dunia.
Di antara peristiwa itu, bagi warga kota dan kabupaten Bandung khususnya, terjadi di penghujung tahun 2012 tepatnya hari Jumat-Sabtu, 21-22 Desember 2012, ketika curah hujan tinggi selama dua hari itu “menyebabkan” meluapnya 19 air sungai dan terjadinya banjir di Kota Bandung, antara lain sungai Cidurian, RW 14, Kelurahan Cigadung, Kecamatan Cibeunying Kaler. Tercatat dua rumah ambrol. Sungai Cihaurgeulis, Kelurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying. Tanggul dan tiga rumah jebol. Sungai Cikapundung Kolot, RT 1 dan 2, RW 11, Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Lengkong. Kirmir sepanjang 30 meter kondisinya anjlok, kirmir ambrol sepanjang 7,5 meter, dan kirmir retak sepanjang 13 meter.  Komplek Perumahan Adipura, Kelurahan Derwati, Kecamatan Rancasari. Jalan masuk ke perumahan tergenang karena luapan air dari drainase akibat dua sumber saluran yang bertemu di satu titik. Sungai Cidurian, RT 2 RW 16, Kelurahan Padasuka, Kecamatan Cibeunying Kidul. Kirmir ambrol sepanjang 13 meter, dan terjadi retakan kirmir. Sungai Cikapundung, RW 6, Kelurahan Mengger. Kirmir ambrol. Sungai Cidurian, Kelurahan Cisaranten Endah, Kecamatan Arcamanik. Kirmir ambrol sepanjang 20 meter. Sungai Cipamokolan, RW 9, Kelurahan Padasuka, Kecamatan Cibeunying Kidul. Satu rumah roboh, dan kirmir retak sepanjang 22 meter. Sungai Cikapundung Kolot, Kelurahan Binong dan Kelurahan Gumuruh. Pondasi dan kirmir roboh. Saluran Cijawura (Bendung Bahrudin), Perumahan Buana Sari, terjadi luapan air. Sungai Cidurian, Parakan Mas, terjadi luapan air. Sungai Cikapundung Kolot, RW 7, Kebon Gedang, Kelurahan Maleer, Kecamatan Batununggal, terjadi luapan air.  Sungai Cidurian, dekat benteng Makam Pahlawan, terjadi luapan air. Sungai Cidurian, Neglasari, terjadi luapan air. Saluran Rancabolang, Jalan Salendro, terjadi luapan air. Saluran Rancabolang, Jalan Jupiter Raya, terjadi luapan air.
Di tempat tinggal kami, daerah Maleer V Kecamatan Batununggal, yang dialiri sungai Cikapundung kolot, ketinggian air mencapai 2 m. Peristiwa itu telah menggugah kembali kenangan lama kami—hampir 14 tahun yang lalu—sebagai  warga masyarakat yang tinggal di daerah itu.
Uniknya, hujan yang turun selama dua hari berturut-turut itu bukan saja menyebabkan terjadinya banjir di Kota Bandung, namun dalam waktu yang hampir bersamaan juga telah menyebabkan banjir di 6 kecamatan di Kabupaten Bandung, meliputi Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Rancaekek, Cileunyi dan Banjaran.
Peristiwa fenomenal itu kembali menyambangi ibu kota Indonesia, Jakarta, tepatnya Kamis 17 Januari 2013, dini hari sampai jelang siang. Banjir pada hari itu  telah menggenangi perumahan, perkantoran, sekolah, hingga jalan-jalan ibukota yang dihuni 14 juta orang. Bahkan balaikota dan Istana Negara pun terkena imbas banjir Ibu Kota. Daerah yang terendam banjir Jakarta meliputi 720 RT, 309 RW, 73 kelurahan. 31 kecamatan dengan jumlah penduduk terdampak 30.964 KK atau 114.248 jiwa. Jumlah pengungsi hingga saat ini (Jumat 18 Januari 2013) sekitar 15.423 jiwa.
Peristiwa Banjir Desember 2012 di Bandung dan Januari 2013 di Jakarta hanyalah sebagian kecil potret bencana banjir yang terjadi di seluruh negeri ini. Pasalnya, menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, sebanyak 315 kabupaten dan kota dengan 60,9 juta jiwa tinggal di daerah rawan sedang dan rawan tinggi banjir di Indonesia.

Ketika manusia membicarakan permasalahan Banjir, baik tentang sebab dan cara-cara menanggulanginya, pada umumnya manusia tidak “melibatkan” pandangan Allah yang tercantum dalam Al-Quran dan melalui sabda Nabi saw. Sehingga yang disebut sebagai penyebab biasanya berkaitan dengan curah hujan yang tinggi, kerusakan DAS (daerah aliran sungai), sedimentasi (pengendapan) sungai, masalah sampah di sungai, dan sebagainya. Padahal dalam pandangan Al-Quran, perkara-perkara itu pada hakikatnya hanyalah sebab pelengkap atau efek samping, bukan sebagai sebab utama. Jika demikian halnya, bagaimana banjir menurut Al-Quran dan Sunnah?
Untuk menjawab itu, mari kita perhatikan pandangan Al-Quran tentang hujan. Dalam pandangan Al-Quran, hujan merupakan anugerah yang diberikan Allah Swt.  bagi semua makhluk di alam semesta ini. Tetesan air yang turun dari langit itu menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Al-Quran menyebut hujan sebagai rahmat (Al-A’raf:57, An-Naml:63, Al-Furqan:48), rezeki (Ghafir:13 dan Adz-Dzariyat:22), dan Raj'i (berarti kembali, surat Ath-Thariq:11).
Secara ilmiah, rahmat dan rezeki itu dapat dimaknai dalam berbagai dimensi, antara lain keseimbangan ekologis. Manfaat dan rezeki dalam konteks ini dapat dipetakan sebagai berikut.
Pertama, berkat kekuasaan Allah Swt., air dapat diubah menjadi kumpulan gas di atmosfer dengan bantuan sinar matahari, yang disebut awan dengan bentuk yang bergumpal-gumpal. Dalam bahasa ilmiah, proses ini disebut evaporasi. Proses evaporasi ini telah dijelaskan dalam Al-Quran:
اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا
“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal...” (QS. Ar-Rum: 48)

Dalam proses ini, setiap saat air asin sebanyak 97% dari jumlah air di Bumi berpindah menuju atmosfer dengan perkiraan sekitar 16 juta ton per detik, sehingga menghasilkan 513 trilyun ton air per tahun.
Kedua, berkat kekuasaan Allah pula angin dihembuskan dan menghalaukan awan, hingga awan itu terkumpul dan bertumpuk dalam gumpalan-gumpalan di langit. Ketika awan tersebut semakin hitam dan berat maka akan terjadi hujan di antara celah-celahnya. Dalam bahasa ilmiah, proses jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi disebut presipitasi. Proses presipitasi ini telah dijelaskan dalam Al-Quran:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ
“Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya…” (QS. An-Nuur: 43)

Pada ayat tersebut, Allah Swt. menghendaki pada tempat jatuhnya air di daerah beriklim dingin menjadi salju sedangkan jatuhnya air di daerah iklim tropis menjadi air hujan.
Menurut penelitian modern, air hujan yang menguap dan turun kembali ke Bumi dalam bentuk hujan berjumlah "tetap", yakni 513 triliun ton pertahun. Jumlah yang tetap ini dinyatakan dalam Al Quran dengan menggunakan istilah "menurunkan air dari langit menurut kadar". Allah Swt. Berfirman:
وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ تُخْرَجُونَ
“Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Az-Zukhruf: 11)

Ketiga, setelah air hujan turun ke bumi, dengan kekuasaan Allah, air itu diatur menjadi dua bagian: Pertama, meresap ke dalam tanah. Proses ini disebut infiltrasi. Kedua, meluap ke permukaan tanah. Proses ini disebut surface run-off.
Dalam proses infiltrasi, air yang meresap ke dalam tanah sebagian akan tertahan oleh partikel-partikel tanah dan menguap kembali ke atmosfer, sebagian lagi diserap oleh tumbuhan dan yang lain akan terus meresap di bawah permukaan bumi hingga zona yang terisi air yaitu zona saturasi. Proses ini disebutkan dalam Al-Quran:
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الْأَرْضِ وَإِنَّا عَلَى ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ
“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (QS. Al-Mu’minuun: 18)

Air yang meresap melalui pori-pori tanah kemudian tersimpan di bawah permukaan bumi yang impermeabel (tak dapat ditembus oleh air) sehingga disebut air tanah.
Dalam proses surface runoff, ketika zona saturasi terus terisi oleh air maka air tersebut akan mencari cara untuk meloloskan diri ke permukaan bumi. Apabila air hujan terus jatuh ke permukaan bumi tetapi tanah tidak mampu menyerap maka air permukaan ini  mencari celah untuk mengalir di antara palung sungai dan danau. Proses surface runoff ini disebutkan dalam Al-Quran:
أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya…” (QS. Ar-Ra’d: 17)

Kedua proses ini (infiltrasi dan surface runoff) juga diisyaratkan oleh Nabi saw.
مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً 
“Perumpamaan apa yang ditugaskan kepadaku oleh Allah untuk kusampaikan dari tuntunan dan pengetahuan adalah bagaikan hujan yang lebat yang tercurah ke bumi. Ada di antaranya yang subur, menampung air sehingga menumbuhkan aneka tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Ada juga yang menampung air itu, lalu Allah menganugerahkan kepada manusia kemampuan untuk memanfaatkannya, maka mereka dengan air itu dapat minum, mengairi sawah dan menanam tumbuhan, dan ada lagi yang turun di daerah yang datar tidak dapat menampung air, tidak juga menumbuhkan tanaman….” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Menurut penelitian para ahli, ketika keseimbangan ekologis terpelihara dengan baik air yang meresap ke dalam tanah sekitar 75% - 85%, sedangkan menjadi run-of yang mengalir ke sungai dan terbuang ke laut sekitar 15% sampai 25%.

Proses siklus air yang berulang-ulang ini sangat penting bagi keberlangsungan keseimbangan ekologis dan kelangsungan kehidupan di dunia. Dalam konteks inilah Al-Quran menyebut air hujan dengan Raj’i.
Dengan demikian, karena hujan itu sebagai karunia yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya, maka sejatinya air hujan tidak akan menimbulkan madharat bagi manusia, sehingga tidak layak dijadikan sebagai “kambing hitam” penyebab banjir.

Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar