Header Ads

  • NEWS UPDATE

    Mengelola Kenikmatan



    Sebagaimana telah kita maklumi bahwa sejak manusia diciptakan beragam kenikmatan telah dilimpahkan Allah kepada manusia. Seandainya kita mencoba untuk menghitung jumlah kenikmatan itu, tentu saja tidak mungkin terhitung berapa banyaknya sekalipun menggunakan mesin hitung yang paling canggih. Dengan demikian, yang perlu kita lakukan bukan menghitung jumlahnya namun reaktualisasi kenikmatan tersebut, yakni penyegaran dan pembaruan nilai-nilai kenikmatan itu dalam kehidupan kita, agar kita mampu memposisikan diri sebagai ‘abdan syakura (hamba Allah yang pandai bersyukur).

    Apa yang dimaksud dengan kata ni’mat?
    Secara bahasa, menurut ar-Raghib al-Ashfahani dalam al-Mufradat fi Gharibil Quran, I:499, Ni’mat artinya al-haalah al-hasanah (keadaan yang menyenangkan). Sedangkan menurut Ayyub bin Musa: “Ni’mat adalah keadaan yang  dirasa menyenangkan oleh manusia” Kitab al-Kuliyyat, I:912
    Adapun menurut syariat adalah :
    النِّعْمَةُ مَا أنَعَمَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الإِنْسَانِ
    Ni’mat adalah segala sesuatu yang dianugrahkan oleh Allah kepada manusia (al-Isytiqaq, I:137, Maqayis Lughah, V:357)

    Di dalam Alquran nikmat Allah terbagi menjadi dua macam yang dibedakan cara penulisannya, namun sama lagu bacaannya. (dibedakeun cara nulisna namung sami lagu macana):
    Pertama, ditulis menggunakan huruf ta mabsuthah (huruf ta muka, atawa parahu titik 2 di luhur saur santri madrasah mah). Bentuk pertama digunakan pada 8 ayat, di antaranya dalam surat Ibrahim:34
    وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
    Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).

    Ni’mat yang seperti ini disebut nikmat hissi (inderawi), yaitu keni’matan yang dapat dirasakan secarafisik melalui hidung, telinga, mata, kulit, dan lidah serta psikis (jiwa). Seperti tubuh sehat, cahaya matahari, udara, dsb.
    Ni’mat yang seperti ini diberikan oleh Allah bukan karena kesolehan manusia namun sebagai wujud dari sifat ar-Rahman (Maha Pengasihnya) Allah. Jadi, kenikmatan ini diberikan kepada seluruh manusia, baik mukmin maupun kafir.  Semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan manusia dalam mengelola kenikmatan model ini, maka semakin banyak pula kenikmatan yang diperoleh.
    Hanya karena manusia punya sifat zhalim (menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya) dan kufur (menutup mata/tidak mengakui kenikmatan yang diterima), maka sesuatu yang seharusnya menjadi kenikmatan, maka berubah menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Meskipun demikian, dampak negatif yang dirasakannya hanya terjadi didunia saja, misalnya sakit, bencana rumah tangga, atau bencana alam.
    Kedua, menggunakan ta marbuthah (huruf ta nutup, atawa ta gelung saur santri madrasah mah). Bentuk kedua digunakandalam 17 ayat, di antaranya surat an-Nahl:18
    وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
    Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

    Nikmat model ini disebut ni’mat ma’nawi (abstrak), nyaitu kenikmatan yang diberikan oleh Allah karena kesolehan manusia sebagai wujud dari sifat ar-Rahiem (Maha Penyayang-Nya) Allah, yaitu berupa aturan dan pedoman hidup agar hidup selamat di dunia dan akhirat, ajaran yang dapat memberikan ketentraman hati/batin. Jadi, kenikmatan ini akan diberikan hanya kepada orang yang beriman, ketika mampu mengelola kenikmatan ini sesuai dengan ajaran Rasul. Inilah keni’matan yang dimaksud dalam ayat
    صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
    (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka. (Al-Fatihah:7)

    Berbeda dengan nikmat hissi, ketika salah mengelola kenikmatan model ini dampak negatif yang dirasakan manusia adalah kesengsaraan abadi di akhirat. Inilah yang dimaksud dengan
    غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
    bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat


    Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    trikblog.co.cc