Header Ads

  • NEWS UPDATE

    Disyaratkan Berniat Shaum

    Kriteria Niat

    Niat adalah maksud dan azam (ketetapan hati) untuk melaksanakan sesuatu. Seperti  berniat safar artinya bermaksud dan berazam safar. Ibnu Qudamah menjelaskan, niat adalah:
    ŲŖَŁˆَŲ¬ُّŁ‡ُ Ų§Ł„Ł‚َŁ„ْŲØِ Ų¬ِŁ‡َŲ©َ Ų§Ł„ْŁِŲ¹ْŁ„ِ Ų§ŲØْŲŖِŲŗَŲ§Ų”َ ŁˆَŲ¬ْŁ‡ِ Ų§Ł„Ł„Ł‡ِ ŲŖَŲ¹َŲ§Ł„َŁ‰ ŁˆَŲ§Ł…ْŲŖِŲ«َŲ§Ł„Ų§ً ِŁ„Ų£َŁ…ْŲ±ِŁ‡ِ.
    Menghadapnya hati ke arah pekerjaan, karena mengharap rida Allah dan karena melaksanakan perintah-Nya. (Lihat, Al-Mughni, I : 78)

    Ibnul Qayyim mengatakan :
    Ų§Ł„Ł†ِّŁŠَŲ©ُ Ł‡ِŁŠَ Ų§Ł„ْŁ‚َŲµْŲÆُ ŁˆَŲ§Ł„ْŲ¹َŲ²ْŁ…ُ Ų¹َŁ„َŁ‰ ŁِŲ¹ْŁ„ِ Ų§Ł„Ų“َّŁŠِŲ¦ِ ŁˆَŁ…َŲ­َŁ„ُّŁ‡َŲ§ Ų§Ł„ْŁ‚َŁ„ْŲØُ Ł„Ų§َ ŲŖَŲ¹َŁ„ُّŁ‚َ Ł„َŁ‡َŲ§ ŲØِŲ§Ł„Ł„ِّŲ³َŲ§Ł†ِ Ų£َŲµْŁ„Ų§ً.
    “Niat adalah maksud dan tekad untuk mengerjakan sesuatu, tempatnya adalah hati, dan sama sekali niat itu tidak berkaitan dengan lisan.” (Lihat, Ighatsah al-Lahfan, I : 158)

    Dari penjelasan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa niat shaum adalah maksud dan tekad yang bulat di dalam hati untuk melakukan shaum karena mengharap ridha Alah swt. dan melaksanakan syariat-Nya.

    Niat Shaum Wajib

    Rasulullah saw. mewajibkan berniat shaum Ramadhan pada sebagian malam, paling tidak sebelum masuk waktu Subuh. Karena itu, apabila seseorang belum berniat shaum ketika sebelum masuk waktu Subuh dan baru berniat setelah lewat waktu subuh, shaumnya itu tidak sah karena kesempatan untuk berniat telah terlewat. Kesimpulan hukum ini berdasarkan dalil sebagai berikut:
    Ų¹َŁ†ْ Ų­َŁْŲµَŲ©َ Ų£ُŁ…ِّ Ų§Ł„ْŁ…ُŲ¤Ł…ِŁ†ِŁŠŁ†َ Ų±Ų¶ŁŠ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł†Ł‡Ų§، Ų¹َŁ†ِ Ų§Ł„Ł†َّŲØِŁŠِّ ŲµŁ„ّŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„ّŁ… Ł‚َŲ§Ł„َ: Ł…َŁ†ْ Ł„َŁ…ْ ŁŠُŲØَŁŠِّŲŖِ Ų§Ł„ŲµِّŁŠَŲ§Ł…َ Ł‚َŲØْŁ„َ Ų§Ł„ْŁَŲ¬ْŲ±ِ ŁَŁ„Ų§َ ŲµِŁŠَŲ§Ł…َ Ł„َŁ‡ُ. Ų±َŁˆَŲ§Ł‡ُ Ų§Ł„ْŲ®َŁ…ْŲ³َŲ©ُ
    Dari Hafshah Ummul Mu’minin, dari Nabi saw, beliau bersabda, “Barangsiapa belum menetapkan niat shaum sejak sebelum Fajar, maka tidak ada shaum baginya.” HR. al-Khamsah (Ahmad, at-Tirmidzi, Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah), Bulugh al-Maram:137

    Kata bayyata-yubayyitu artinya dabbara bi layl (merencanakan atau mempersiapkan di waktu malam). Seperti perkataan bayyata fulaan al-amra, artinya Polan mempersiapkan sesuatu di waktu malam. Dan yang dimaksud pada hadis itu: “orang yang tidak merencanakan shaum wajib, yaitu dengan niat shaum pada waktu malam, maka tidak ada shaum baginya.” (Lihat, Tawdhih al-Ahkam Min Bulugh al-Maram, III:464)

    Hadis di atas diriwayatkan pula dengan redaksi:
    Ł…َŁ†ْ Ł„َŁ…ْ ŁŠُŲ¬ْŁ…ِŲ¹ِ Ų§Ł„ŲµِّŁŠَŲ§Ł…َ Ł‚َŲØْŁ„َ Ų§Ł„ْŁَŲ¬ْŲ±ِ ŁَŁ„Ų§َ ŲµِŁŠَŲ§Ł…َ Ł„َŁ‡ُ
    “Barangsiapa belum menetapkan niat shaum sejak sebelum Fajar, maka tidak ada shaum baginya.” HR. Ahmad, Musnad Ahmad, VI:287, No. 26.500; Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II:329, No. 2454; At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, III:108, No. 730, An-Nasai, As-Sunan al-Kubra, II:117, No. 2643; al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubra, IV:221, No. 7826

    Kata yujmi’u pada hadis di atas bermakna
    Ų£Ų­ŁƒŁ… Ų§Ł„Ł†ŁŠŲ© ŁˆŲ§Ł„Ų¹Ų²ŁŠŁ…Ų©
    “Mengukuhkan niat dan tekad” (Lihat, ‘Awn al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud, XXI:203)

    Hadis di atas diriwayatkan pula dengan redaksi:
    Ł„Ų§َ ŲµِŁŠَŲ§Ł…َ Ł„ِŁ…َŁ†ْ Ł„َŁ…ْ ŁŠُŁْŲ±ِŲ¶ْŁ‡ُ Ł…ِŁ†َ Ų§Ł„Ł„َّŁŠْŁ„
    “Tidak ada saum bagi yang tidak meneguhkannya sejak  malam hari.” HR. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, I:542, No. 1700; Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, II:172

    Kata afradha-yufridhu pada hadis di atas bermakna qadara wa jazama. Maksudnya, tidak meniatkan shaum pada waktu malam. (Lihat, Ta’liq Muhammad Fu’ad Abdul Baqi ‘Ala Sunan Ibn Majah, I:542)

    Kata min (dari) pada kalimat min al-layl menunjukkan makna tab’idh (sebagian). Dengan demikian kalimat itu bermakna:  “pada salah satu bagian waktu  malam” Ini menunjukkan bahwa orang yang berniat pada waktu malam bahwa besok ia akan shaum, lalu ia tertidur hingga bangun setelah terbit fajar atau waktu subuh, maka shaumnya tetap sah.

    Imam ash-Shan’ani berkata:
    ŁˆَŁ‡ُŁˆَ ŁŠَŲÆُŁ„ُّ Ų¹َŁ„َŁ‰ Ų£َŁ†َّŁ‡ُ Ł„َŲ§ ŁŠَŲµِŲ­ُّ Ų§Ł„ŲµِّŁŠَŲ§Ł…ُ Ų„Ł„َّŲ§ ŲØِŲŖَŲØْŁŠِŁŠŲŖِ Ų§Ł„Ł†ِّŁŠَّŲ©ِ ŁˆَŁ‡ُŁˆَ Ų£َŁ†ْ ŁŠَŁ†ْŁˆِŁŠَ Ų§Ł„ŲµِّŁŠَŲ§Ł…َ ŁِŁŠ Ų£َŁŠِّ Ų¬ُŲ²ْŲ”ٍ Ł…ِŁ†ْ Ų§Ł„Ł„َّŁŠْŁ„ِ ŁˆَŲ£َŁˆَّŁ„ُ ŁˆَŁ‚ْŲŖِŁ‡َŲ§ Ų§Ł„ْŲŗُŲ±ُŁˆŲØُ ŁˆَŲ°َŁ„ِŁƒَ ؛ Ł„ِŲ£َŁ†َّ Ų§Ł„ŲµَّŁˆْŁ…َ Ų¹َŁ…َŁ„ٌ ŁˆَŲ§Ł„ْŲ£َŲ¹ْŁ…َŲ§Ł„ُ ŲØِŲ§Ł„Ł†ِّŁŠَّŲ§ŲŖِ ŁˆَŲ£َŲ¬ْŲ²َŲ§Ų”ُ Ų§Ł„Ł†َّŁ‡َŲ§Ų±ِ ŲŗَŁŠْŲ±ُ Ł…ُŁ†ْŁَŲµِŁ„َŲ©ٍ Ł…ِŁ†ْ Ų§Ł„Ł„َّŁŠْŁ„ِ ŲØِŁَŲ§ŲµِŁ„ٍ ŁŠُŲŖَŲ­َŁ‚َّŁ‚ُ ŁَŁ„َŲ§ ŁŠَŲŖَŲ­َŁ‚َّŁ‚ُ Ų„Ł„َّŲ§ Ų„Ų°َŲ§ ŁƒَŲ§Ł†َŲŖْ Ų§Ł„Ł†ِّŁŠَّŲ©ُ ŁˆَŲ§Ł‚ِŲ¹َŲ©ً ŁِŁŠ Ų¬ُŲ²ْŲ”ٍ Ł…ِŁ†ْ Ų§Ł„Ł„َّŁŠْŁ„ِ ، ŁˆَŲŖُŲ“ْŲŖَŲ±َŲ·ُ Ų§Ł„Ł†ِّŁŠَّŲ©ُ Ł„ِŁƒُŁ„ِّ ŁŠَŁˆْŁ…ٍ Ų¹َŁ„َŁ‰ Ų§Ł†ْŁِŲ±َŲ§ŲÆِŁ‡ِ ŁˆَŁ‡َŲ°َŲ§ Ł…َŲ“ْŁ‡ُŁˆŲ±ٌ Ł…ِŁ†ْ Ł…َŲ°ْŁ‡َŲØِ Ų£َŲ­ْŁ…َŲÆَ ŁˆَŁ„َŁ‡ُ Ł‚َŁˆْŁ„ٌ : Ų„Ł†َّŁ‡ُ Ų„Ų°َŲ§ Ł†َŁˆَŁ‰ Ł…ِŁ†ْ Ų£َŁˆَّŁ„ِ Ų§Ł„Ų“َّŁ‡ْŲ±ِ ŲŖُŲ¬ْŲ²ِŲ¦ُŁ‡
    “Hadis itu menunjukkan bahwa tidak sah shaum kecuali dengan menetapkan niat, yaitu berniat shaum, pada salah satu bagian waktu malam. Dan awal waktu malam itu adalah magrib. Demikian itu karena shaum adalah suatu amal, dan amal itu disertai niat. Sedangkan bagian-bagian waktu siang tidak terpisah dari malam dengan suatu pemisah yang dapat dipastikan, maka tidak ada yang memastikan kecuali apabila niat itu terjadi pada pada salah satu bagian waktu malam. Dan niat itu disyaratkan secara terpisah untuk setiap malam dan ini pendapat yang popular dari Ahmad, dan pendapat lainnya bahwa apabila ia berniat sejak awal bulan Ramadhan, maka memadai.” (Lihat, Subul as-Salam Syarh Bulugh al-Maram, III:306)   

    Muhammad Syamsul Haq al-‘Azhim Abadi berkata:
    ŁˆَŁِŁŠŁ‡ِ ŲÆَŁ„ِŁŠŁ„ Ų¹َŁ„َŁ‰ Ų£َŁ†َّ ŲŖَŁ‚ْŲÆِŁŠŁ… Ł†ِŁŠَّŲ© Ų§Ł„Ų“َّŁ‡ْŲ± ŁƒُŁ„ّŁ‡ ŁِŁŠ Ų£َŁˆَّŁ„ Ł„َŁŠْŁ„َŲ© Ł…ِŁ†ْŁ‡ُ Ł„َŲ§ ŁŠُŲ¬ْŲ²ِŲ¦Ł‡ُ Ų¹َŁ†ْ Ų§Ł„Ų“َّŁ‡ْŲ± ŁƒُŁ„ّŁ‡ ، Ł„ِŲ£َŁ†َّ ŲµِŁŠَŲ§Ł… ŁƒُŁ„ّ ŁŠَŁˆْŁ… Ł…ِŁ†ْ Ų§Ł„Ų“َّŁ‡ْŲ± ŲµِŁŠَŲ§Ł… Ł…ُŁْŲ±َŲÆ Ł…ُŲŖَŁ…َŁŠِّŲ² Ų¹َŁ†ْ ŲŗَŁŠْŲ±Ł‡ ، ŁَŲ„ِŲ°َŲ§ Ł„َŁ…ْ ŁŠَŁ†ْŁˆِŁ‡ِ ŁِŁŠ Ų§Ł„Ų«َّŲ§Ł†ِŁŠ Ł‚َŲØْŁ„ ŁَŲ¬ْŲ±Ł‡ ، ŁˆَŁِŁŠ Ų§Ł„Ų«َّŲ§Ł„ِŲ« ŁƒَŲ°َŁ„ِŁƒَ Ł„َŲ§ ŁŠُŲ¬ْŲ²ِŲ¦Ł‡ُ ، ŁˆَŁ‡ُŁˆَ Ł‚َŁˆْŁ„ Ų¹ُŁ…َŲ± ŲØْŁ† Ų§Ł„ْŲ®َŲ·َّŲ§ŲØ ŁˆَŲ¹َŲØْŲÆ Ų§Ł„Ł„َّŁ‡ ŲØْŁ† Ų¹ُŁ…َŲ± Ų±َŲ¶ِŁŠَ Ų§Ł„Ł„َّŁ‡ Ų¹َŁ†ْŁ‡ُŁ…َŲ§ ، ŁˆَŲ„ِŁ„َŁŠْŁ‡ِ Ų°َŁ‡َŲØَ Ų§Ł„ْŲ­َŲ³َŁ† Ų§Ł„ْŲØَŲµْŲ±ِŁŠّ ŁˆَŲ§Ł„Ų“َّŲ§ŁِŲ¹ِŁŠّ ŁˆَŲ£َŲ­ْŁ…َŲÆ ŲØْŁ†ُ Ų­َŁ†ْŲØَŁ„
    “Pada hadis itu terdapat petunjuk bahwa mendahulukan niat shaum sebulan penuh pada malam pertama bulan itu maka tidak memadainya, karena shaum setiap hari pada bulan Ramadhan adalah shaum yang mandiri, terpisah dari hari lainnya. Maka apabila ia tidak meniatkan shaum di hari kedua sebelum fajar, demikian pula di hari ketiga, maka tidak memadainya. Ini merupakan pendapat Umar bin Khatab, Ibnu Umar, al-Hasan al-Bisri, Asy-Syafi’I, dan Ahmad bin Hanbal.” (Lihat, ‘Awn al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud, XXI:203-204)  

    Kesimpulan
    Disyaratkan berniat shaum wajib pada waktu malam atau paling lambat sebelum fajar.

    Niat Shaum Sunat

    Berbeda dengan shaum wajib, maka bagi shaum sunat tidak disyaratkan berniat sejak malam atau sebelum fajar. Berarti ketika seseorang belum makan atau minum sesuatu pun sejak waktu fajar, boleh melakukan shaum secara mendadak walaupun telah masuk waktu fajar atau bahkan siang hari. Hal ini sesuai dengan petunjuk Nabi saw. Sebagaimana diterangkan dalam hadis berikut ini:

    Ų¹َŁ†ْ Ų¹َŲ§Ų¦ِŲ“َŲ©َ Ł‚َŲ§Ł„َŲŖْ ŲÆَŲ®َŁ„َ Ų¹َŁ„َŁŠَّ Ų±َŲ³ُŁˆŁ„ُ Ų§Ł„Ł„Ł‡ِ ŲµŁ„ّŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„ّŁ… Ų°َŲ§ŲŖَ ŁŠَŁˆْŁ…ٍ ŁَŁ‚َŲ§Ł„َ : Ł‡َŁ„ْ Ų¹ِŁ†ْŲÆَŁƒُŁ…ْ Ł…ِŁ†ْ Ų“َŁŠْŲ¦ٍ؟ ŁَŁ‚ُŁ„ْŁ†َŲ§:  Ł„Ų§َ. ŁَŁ‚َŲ§Ł„َ : ŁَŲ„ِŁ†ِّŁŠ Ų„ِŲ°َŁ†ْ ŲµَŲ§Ų¦ِŁ…ٌ. Ų«ُŁ…َّ Ų£َŲŖَŲ§Ł†َŲ§ ŁŠَŁˆْŁ…ًŲ§ Ų¢Ų®َŲ±َ ŁَŁ‚ُŁ„ْŁ†َŲ§ ŁŠَŲ§ Ų±َŲ³ُŁˆŁ„َ Ų§Ł„Ł„Ł‡ِ Ų£ُŁ‡ْŲÆِŁŠَ Ł„َŁ†َŲ§ Ų­َŁŠْŲ³ٌ، ŁَŁ‚َŲ§Ł„َ : Ų£َŲ±ِŁŠŁ†ِŁŠŁ‡ِ ŁَŁ„َŁ‚َŲÆْ Ų£َŲµْŲØَŲ­ْŲŖُ ŲµَŲ§Ų¦ِŁ…ًŲ§ ŁَŲ£َŁƒَŁ„َ. -Ų±ŁˆŲ§Ł‡ Ų§Ł„Ų¬Ł…Ų§Ų¹Ų© Ų„Ł„Ų§ Ų§Ł„ŲØŲ®Ų§Ų±ŁŠ -
    Dari Aisyah, ia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw. datang menemuiku, beliau bertanya, ‘Apakah kalian mempunyai makanan?’ Kami menjawab, ‘Tidak’, Beliau bersabda, ‘Jika demikian aku akan shaum’. Kemudian beliau mendatangi kami lagi pada hari lainnya, kami katakan kepada beliau, ‘Kepada kami telah dihadiahkan makanan haes’. Beliau bersabda, ‘Cobalah perlihatkan kepadaku. Sesungguhnya sejak pagi aku telah shaum’. Maka beliau pun makan’.” HR. Al-Jama’ah kecuali al-Bukhari (Lihat, Bustan al-Ahbar Mukhtashar Nayl al-Awthar, II:381)

    Ditinjau dari beberapa segi, hadis ini menunjukkan shaum sunat:
    Pertama, Rasulullah saw. tidak berniat shaum ketika sebelum masuk waktu subuh.
    Kedua, ketika setelah pagi hari, diketahui bahwa tidak ada makanan yang dapat dimakan, maka seketika itu beliau menetapkan niat shaumnya seraya langsung melakukannya, lalu menjadikan belum makan dan minumnya sejak waktu subuh itu rangkaian shaum hari itu.
    Ketiga,  ketika beliau sudah melaksanakan shaum sejak waktu Subuh, lalu diberitahukan kepadanya bahwa ada hadiah makanan haes kepada mereka (istri-istri Nabi), Rasulullah berbuka shaum dan makan.

    Dalam riwayat lain Nabi bersabda:
    ŁŠَŲ§ Ų¹َŲ§Ų¦ِŲ“َŲ©ُ ، Ų„ِŁ†َّŁ…َŲ§ Ł…َŁ†ْŲ²ِŁ„َŲ©ُ Ł…َŁ†ْ ŲµَŲ§Ł…َ ŁِŁŠ ŲŗَŁŠْŲ±ِ Ų±َŁ…َŲ¶َŲ§Ł†َ Ų£َŁˆْ ŁِŁŠ Ų§Ł„ŲŖَّŲ·َŁˆُّŲ¹ِ ŲØِŁ…َŁ†ْŲ²ِŁ„َŲŖِ Ų±َŲ¬ُŁ„ٍ Ų£َŲ®ْŲ±َŲ¬َ ŲµَŲÆَŁ‚َŲ©َ Ł…َŲ§Ł„ِŁ‡ِ ŁَŲ¬َŲ§ŲÆَ Ł…ِŁ†ْŁ‡َŲ§ ŲØِŁ…َŲ§ Ų“َŲ§Ų”َ ŁَŲ£َŁ…ْŲ¶َŲ§Ł‡ُ، ŁˆَŲØَŲ®ِŁ„َ Ł…ِŁ†ْŁ‡َŲ§ ŲØِŁ…َŲ§ Ų“َŲ§Ų”َ ŁَŲ£َŁ…ْŲ³َŁƒَŁ‡ُ .
    “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedudukan orang yang shaum selain Ramadan itu atau shaum sunat itu sederajat dengan seseorang yang mengeluarkan sadaqah hartanya. Maka ia dapat mendermakan dari harta itu sesuai keinginannya dan menjadikannya (sedekah). Dan ia pun dapat kikir semaunya dengan harta itu, sehingga tentu ia akan menahannya.” HR. An-Nasai, Sunan An-Nasai, IV:194, No. 23.323

    Shaum sunat dengan niat mendadak dilakukan pula oleh shahabat Nabi saw.
    Ł‚َŲ§Ł„َ Ų§Ł„ŲØُŲ®َŲ§Ų±ِŁŠُّ : ŁˆَŁ‚َŲ§Ł„َŲŖْ Ų£ُŁ…ُّ Ų§Ł„ŲÆَّŲ±ْŲÆَŲ§Ų”ِ : ŁƒَŲ§Ł†َ Ų£ُŲØُŁˆ Ų§Ł„ŲÆَّŲ±ْŲÆَŲ§Ų”ِ ŁŠَŁ‚ُŁˆŁ„ُ : Ų¹ِŁ†ْŲÆَŁƒُŁ…ْ Ų·َŲ¹َŲ§Ł…ٌ ؟ ŁَŲ„ِŁ†ْ Ł‚ُŁ„ْŁ†َŲ§ : Ł„Ų§َ، Ł‚َŲ§Ł„َ : ŁَŲ„ِŁ†ِّŁŠْ ŲµَŲ§Ų¦ِŁ…ٌ ŁŠَŁˆْŁ…ِŁŠ Ł‡Ų°َŲ§، Ł‚َŲ§Ł„َ : ŁˆَŁَŲ¹َŁ„َŁ‡ُ Ų£َŲØُŁˆْ Ų·َŁ„ْŲ­َŲ©َ ŁˆَŲ£َŲØُŁˆْ Ł‡ُŲ±َŁŠْŲ±َŲ©َ ŁˆŲ§ŲØْŁ†ُ Ų¹َŲØَّŲ§Ų³ٍ ŁˆَŲ­ُŲ°َŁŠْŁُŲ©ُ 
    Al-Bukhari mengatakan, “Umu Darda berkata, ’Abu Darda bertanya, ’Apakah kalian memiliki makanan?’ Jika kami menjawab tidak, ia akan berkata, ‘Jika demikian hari ini saya shaum’. Ia berkata, ‘Hal itu pun dilakukan oleh Abu Hurairah, Ibnu Abas, dan Hudzaifah r.ah.” (Lihat, Shahih al-Bhukhari, III:29, bab  
    ŲØَŲ§ŲØٌ Ų„ِŲ°َŲ§ Ł†َŁˆَŁ‰ ŲØِŲ§Ł„Ł†َّŁ‡َŲ§Ų±ِ ŲµَŁˆْŁ…ًŲ§
    “Bab apabila berniat shaum di siang hari”)

    Dari berbagai keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa shaum sunat boleh diniatkan secara mendadak setelah siang hari, selama sejak masuk waktu Subuh belum ada sesuatu pun yang dimakan ataupun diminumnya. Selain itu hadis ini juga menunjukkan bahwa anjuran sahur pada shaum sunat tidak sekuat pada shaum wajib. Dan shaum sunat diperbolehkan dibatalkan kapan  pun dikehendaki tanpa harus meng-qadha ataupun membayar fidyah.


    Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar


    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    trikblog.co.cc